Bisnis.com, JAKARTA - Austin Russell, seorang jenius muda berusia 28 tahun, telah mencapai kesuksesan yang luar biasa melalui perusahaan yang dia dirikan yaitu Luminar.
Dengan fokus pada pengembangan teknologi lidar berbasis visi dan persepsi mesin untuk mobil otonom, dia telah mengubah wajah industri otomotif dengan memberi kemampuan sebuah untuk bisa ‘self-driving’ alias beroperasi dan bergerak tanpa adanya pengemudi manusia di dalamnya.
Sebagai pemecah rekor miliarder termuda di dunia pada 2021 berkat dedikasi dan inovasinya dalam menghadirkan solusi yang revolusioner.
Kini Austin kembali menunjukkan ambisinya yang tak terbatas dengan pengumuman terbaru. Di mana, dia berencana untuk membeli mayoritas saham Forbes Global Media Holdings, sebuah perusahaan media terkemuka, dengan valuasi hampir mencapai US$800 juta atau sekitar Rp11,9 triliun.
Melansir dari Tech Crunch, pengusaha berusia 28 tahun ini mengatakan akan menyelesaikan proses kesepakatan pembelian saham Forbes pada pekan ini.
Sejumlah pihak pun merasa khawatir dengan miliarder termuda ini lantaran dinilai akan segera mengalihkan perhatian bisnis dari otomotif ke media.
Baca Juga
Tak hanya itu, sejumlah pemegang saham dan karyawan Luminar mungkin juga merasa bingung dengan akuisisi ini.
Sosok Miliarder Austin Russell Berusia 28 Tahun
Sejak tahun 2012, Russell memang telah fokus pada Luminar.
Melansir dari Forbes, dia telah menciptakan ide untuk Luminar ketika berusia 17 tahun dan sedang belajar fisika di Universitas Stanford.
Pada 2012, setelah menerima beasiswa Thiel senilai $100.000 dari miliarder Peter Thiel untuk mendukung para pengusaha muda, Russell memutuskan untuk keluar dari perguruan tinggi dan mulai menjalankan bisnis tersebut
Pada bulan Desember 2020, Luminar menjadi perusahaan publik melalui penggabungan dengan SPAC (Special Purpose Acquisition Company). Pencapaian ini membuat Russell menjadi miliarder termuda yang meraih kesuksesan secara mandiri pada usia 25 tahun.
Luminar kemudian bersaing dengan produsen lidar laser seperti Velodyne dan Aeva, yang menghasilkan sensor teknologi tinggi untuk membantu kendaraan otonom "melihat" sekitarnya.
Dalam industri yang sedang berkembang pesat ini, Luminar telah menciptakan teknologi lidar yang inovatif dan akurat untuk memfasilitasi kemajuan kendaraan otonom alias self-driving.
Kekayaan Austin Russell
Russell telah menikmati hasil dari kerjanya selama beberapa tahun berikutnya. Dengan kekayaan US$1,6 miliar atau Rp23,8 triliun per 2022.
Pada 2021, dia membeli properti di Los Angeles senilai US$83 juta atau Rp1,2 triliun yang kemudian menjadi lokasi syuting dalam serial populer "Succession".
Dia juga dilaporkan membayar US$10,6 juta atau Rp157,8 miliar lainnya untuk sebuah rumah mewah seluas 13.000 meter persegi di Winter Park, Florida, dekat dengan markas besar Luminar di Orlando.
Setelah menghabiskan seluruh karirnya fokus pada Luminar, banyak spekulasi publik yang muncul yang menyatakan saat ini kemungkinan Russell sedang mencari cara baru untuk menginvestasikan waktunya.
Dalam pernyataannya kepada WSJ, Russell mengatakan secara sederhana tentang motivasinya,
"Forbes adalah sesuatu yang selalu saya kagumi sebagai merek dan sebagai kerajaan media."
Dia juga mengatakan kepada media bahwa dia memang tidak berencana terlibat dalam operasional harian Forbes, tetapi dia ingin mengembangkan perusahaan tersebut dan menekankan "filantropi" di dalam bisnisnya.
Forbes sebenarnya telah tersedia untuk dijual sejak perusahaan membatalkan rencana penggabungannya dengan perusahaan akuisisi tujuan khusus alias Special Purpose Acquisition Company (SPAC) pada bulan Juni tahun sebelumnya.
Setelah pembatalan tersebut, hampir setiap SPAC yang bergerak di bidang mobilitas mengalami penurunan harga saham di bawah harga penawarannya, termasuk Luminar.
Di mana, nilai pasar Luminar turun dari US$3,4 miliar ketika melantai di Wall Street menjadi sekitar US$2 miliar dengan laporan kerugian yang sedikit melebihi perkiraan beberapa hari yang lalu.
Sebagian investor ritel mungkin tidak puas dengan kinerja Luminar, meskipun Russell menyatakan kepada Silicon Valley Business Journal bahwa ia tidak menyesal dengan keputusan penggabungan dengan SPAC.
Hal ini mencerminkan pandangan yang berbeda di kalangan investor dan pendiri perusahaan terkait keberhasilan strategi penggabungan dengan SPAC dan kinerja pasca-IPO.