K-Pop atau terkenal dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan Korea Selatan telah menjadi “in” beberapa waktu ini di Indonesia. Hal ini bisa meliputi fashion, film, dan lagu.
Istilah K-Pop sebenarnya sudah lama sejak tahun 2011. Tulisan ini bertujuan untuk mengangkat ide bahwa kecenderungan K-Pop bisa bertahan sebagai trend yang berkelanjutan dan terus-menerus atau hanya sekedar fad atau sesuatu yang sedang “in” namun sementara.
Kemampuan untuk memahami bahwa K-Pop sebagai suatu fad atau trend menjadi penting bagi pemasar untuk mengembangkan strategi pemasaran yang berkelanjutan. Diakui bahwa K-Pop khususnya fashion merupakan desain dengan kaya pengalaman dan kreasi luar biasa dari negara Korea Selatan.
Desain lebih menekankan aspek stylish dan futuristik. Tidak hanya di bidang fashion, produk-produk elektronik buatan Samsung pun, memfokuskan desain yang luar biasa. Hal ini nampaknya menjadi sebuah strategi diferensiasi dari Korea Selatan untuk bisa diterima oleh konsumen-konsumen yang mengutamakan keunggulan di bidang desain yang keren.
Beberapa bulan terakhir ini, demam bintang Korea Selatan termasuk pemain film dan penyanyi-Super Junior dan Wonder Girl, serta fashion termasuk kaos, sweater, jaket, celana, rok, sampai sepatu. Masih ingat dalam benak kita, beberapa waktu yang lalu, Indonesia juga dipengaruhi oleh demam Harajuku-model fashion dari Jepang.
Demam K-Pop ini diantisipasi oleh para pemain bisnis di Indonesia untuk mengikuti hal ini dan dirumuskan dalam strategi pemasaran. Ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan oleh pemasar sebelum memutuskan apakah K-Pop ini perlu dipertimbangkan dalam strateginya.
Pertama, pemahaman pada aspek eksternal perusahaan menjadi sesuatu yang penting dalam merumuskan strategi pemasaran. Apa yang sedang terjadi di luar perusahaan menjadi pertimbangan untuk perumusan strategi pemasaran yang lebih baik agar bisa menyesuaikan dengan tuntutan pasar. Perusahaan tidak boleh menutup mata dengan perkembangan yang cepat di luar.
Dunia fashion, misalnya, merupakan dunia bisnis yang cepat berubah. Kiblat fashion pada umumnya dimulai dari Paris, Milan,dan New York, namun Korea Selatan sekarang menjadi negara yang perlu dipertimbangkan untuk pengembangan desain baju.
Tentu saja, para pengusaha fashion di Indonesia mulai mempertimbangkan desain Korea. Kemampuan perusahaan untuk cepat mengembangkan strategi pemasaran dengan mengadaptasi apa yang sedang “in” menjadikan perusahaan memperoleh keuntungan dalam jangka pendek yang cukup tinggi dan cepat.
Namun, tidak semua hal yang berkaitan dengan sesuatu yang menjadi “in” di luar diikuti oleh perusahaan. Hal ini harus dikembalikan lagi pada aspek internal perusahaan yaitu apakah perusahaan memiliki sumber daya yang cukup untuk bisa mengikuti tuntutan pasar atau tidak? Aspek ini penting terutama untuk perusahaan butik fashion atau hiburan lain yang sedang tumbuh.
Kemampuan usaha dalam mengikuti K-Pop penting untuk dipertimbangkan karena K-Pop ini harus dipahami dulu mengenai akan kemungkinan menjadi fad atau trend. Artinya, perubahan ini bisa saja berlangsung cepat dan akan muncul budaya baru lagi.
Misalnya, perusahaan sudah terlanjur menanamkan modal dengan mengadopsi K-Pop dalam strategi pemasaran. Namun, tidak berapa lama, K-Pop bisa saja menurun popularitasnya, dan perusahaan sudah terlanjur untuk mengembangkan usaha tanpa sempat menanggung keuntungan. Preferensi konsumen sudah beralih pada “pop” yang lain.
Kondisi ini harap dijadikan pertimbangan bagi perusahaan untuk mengadopsi K-Pop atau tidak, khususnya, perusahaan yang bergerak dalam industri hiburan yaitu musik, film atau travel. Selain itu, adaptasi perkembangan yang sedang “in” ini harus disesuaikan dengan strategi utama dan kemampuan internal perusahaan.
Kedua, pemahaman K-Pop sebagai fad atau trend menjadi penting bagi pemasar karena menyangkut kemampuan memahami “carry over” dari K-Pop itu sendiri.
Menurut, Martin G.Letscher dalam tulisannya Fad or Trend? How to Distinguish Them and Capitalize on Them yang diterbitkan dalam Journal of Service Marketing, Vol 43, 1990 menyatakan bahwa pemasar harus memiliki kemampuan untuk membedakan apakah yang sedang “in” itu bisa memberikan implikasi pada sektor lain atau tidak? Kalau ya, bisa saja, apa yang sedang “in” disikapi dengan positif karena hal ini bertahan lama. K-Pop bisa dimaknai lebih luas artinya apakah hanya di dunia fashion atau entertainment.
K-Pop bisa menjadi trend apabila K-Pop ini diadaptasi sejumlah industri. Dengan demikian, akan menjadi perubahan dalam jangka panjang dan ini akan menguntungkan bagi perusahaan yang berkeinginan menjadikan K-Pop sebagai dasar pertimbangan strategi pemasaran.
Adanya carry over pada industri lain selain fashion dan entertainment, hal ini bisa memberikan indikasi bahwa K-Pop bisa bertahan lama dan permintaan dari konsumen tidak cepat surut.
Ketiga, untuk memahami fad atau trend, perlu dipahami bahwa apakah dengan mengadopsi yang sedang “in” memberikan kepuasan yang lama atau sementara. Apabila sementara, maka yang sedang “in” hanya sekedar fad, begitu sebaliknya.
Kepuasan konsumen disebabkan oleh kemampuan perusahaan untuk menawarkan produk atau jasa sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Bila K-Pop diadaptasi dalam strategi pemasaran dan memberikan kepuasan terus-menerus, maka akan menjadi sebuah trend yang berulang. Konsumen menjadi percaya diri, senang, dan dipersepsi menjadi konsumen yang trendy. Namun, yang menarik apakah kepuasan ini berlangsung lama atau tidak? Kalau tidak, pemasar harus mempertimbangkan strategi lain.
Perusahaan perlu untuk mendalami hal ini karena akan berkaitan dengan sumber daya yang disiapkan. Jangan sampai, pemasar terlalu fokus pada K-Pop, yang ternyata K-Pop ini hanya disukai oleh segmen tertentu.
Begitu juga, dengan pop-pop yang lain. Implikasinya adalah perusahaan menjadi mengabaikan segmen lain. Dunia pemasaran harus disadari oleh perusahaan bahwa dunia yang dinamis dan melibatkan banyak perubahan.
Konsumen memiliki preferensi yang berubah dengan begitu cepat. K-Pop harap bisa dimaknai sebagai sesuatu yang cepat berubah atau bisa berlangsung lebih lama. Perusahaan diharapkan lebih jeli memaknai aspek ini agar tidak kehilangan momentum untuk bisa mengantisipasi perubahan tanpa merugikan kemampuan perusahaan itu sendiri. (msb)