Sebagai kota yang memiliki visi menjadi kota MICE, Balikpapan berencana melakukan city branding untuk memperkuat promosi demi mewujudkan tujuan kota tersebut.
Bagaimana pemerintah kota akan merealisasikan rencana tersebut, berikut petikan wawancara Bisnis dengan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi.
Balikpapan berencana melakukan city branding untuk memperkuat visi kota. Seperti apa city branding yang akan diusung Balikpapan?
City branding ini sebenarnya ide dari Pak Hermawan [Kartajaya] untuk memperkenalkan dan menjual potensi yang ada di Balikpapan. Tak hanya untuk dalam negeri tetapi mendunia. Balikpapan bisa dikenal sebagai tempat konferensi rujukan untuk membicarakan perkembangan ekonomi Indonesia. Jadi, bukan hanya sekedar tag line tetapi lebih dari itu.
Bukankah Balikpapan sudah memiliki tag line sebagai Kota Minyak?
Tag line sebagai Kota Minyak itu sudah tidak sesuai lagi karena memang kondisinya seperti itu. Mencari bensin atau solar saja harus antri. Kalau kami masih menggunakan tag line itu, rasanya sudah tidak pantas lagi.
Pada sektor apa, potensi yang akan dijual oleh Balikpapan?
Pastinya di sektor MICE [Meetings, Incentives, Conferences and Exhibitons]. Sektor Jasa. Tetapi yang pasti kami tidak langsung head to head dengan Bali yang menjual pariwisata. Saat ini, Bali dikenal karena tidak ada lagi tempat yang sesuai selain Bali. Karena itu, Balikpapan mencoba menawarkan lokasi yang menarik untuk tempat pertemuan sehingga siapa yang bicara bisa langsung datang ke sini. Terlebih, karena masa kandungan batubara yang terbatas di daerah
sekitar sehingga kami perlu untuk mencari strategi lain dalam menjaga keberlangsungan ekonomi kota.
Jadi, ini juga sebagai langkah antisipasi menjelang habisnya kandungan batubara dan juga migas di Kaltim?
Tentu. Selama ini kan masih banyak pendatang yang masuk karena Balikpapan menjadi pintu gerbang bagi daerah lain di Kaltim. Mau ke Samboja, Samarinda ya harus lewat Balikpapan. Tapi, nanti 20-30 tahun lagi kalau semua sumber daya alam itu habis, Balikpapan pasti akan sepi karena tidak ada yang melintas lagi. Karena itu, kami meyakini perlunya melakukan city branding sebagai langkah antisipasi tersebut.
Bagaimana road map untuk mewujudkan city branding ini?
Kami ditantang untuk menyelenggarakan sebuah event berskala nasional yang membicarakan masalah ekonomi Indonesia. Momennya tepat karena menjelang Pilpres [Pemilu Presiden] 2014 sehingga semua berkepentingan untuk berbicara. Selanjutnya, event semacam itu digelar tiap dua atau setahun sekali. Tentu, pemerintah harus mau membiayai gelaran ini dua atau tiga kali dan harus serius. Tidak setengah-setengah agar gaungnya bisa dikenal luas termasuk dunia. Minimal ASEAN lah.
Bagaimana dengan infrastruktur pendukungnya? Balikpapan kan belum memiliki hall berkapasitas yang cukup besar?
Pemerintah sebenarnya telah memiliki kajian untuk pembangunan gedung pertemuan berkapasitas hingga 5.000 orang. Namun, memang perlu dukungan swasta karena APBD yang terbatas. Rencananya, ada pengembang yang berminat untuk membangun conferences hall tepat di depan Balikpapan Sport and Convention Centre (DOME). Karena lokasinya kebetulan ada gedung KNPI, kami berencana untuk melakukan ruilslag. Ini untuk mendukung infrastruktur city branding tersebut.
Berapa estimasi biaya yang diperlukan untuk mensukseskan city branding ini?
Kalau untuk city branding-nya sekitar Rp1,5 miliar. Itu untuk penelitian, pengkajian dan mengetahui potensi yang bisa dijual. Nanti keluarannya, selain tag line juga ada semacam promosi yang kuat di sana. Kami juga akan menggelar semacam seminar ekonomi untuk Indonesia baru. Kalau dua sampai tiga kali, estimasi biayanya sekitar Rp15 miliar – Rp20 miliar. Memang yang paling banyak untuk membiayai pembicara. Tapi tidak masalah kalau hasilnya bisa memacu pertumbuhan ekonomi rakyat.
Ada pihak lain yang diajak kerja sama untuk mewujudkan city branding ini?
Tentunya perlu dukungan DPRD karena ini berkaitan dengan anggaran juga. Kalau pihak swasta, pasti mendukung karena dampaknya akan kembali pada pelaku usaha, utamanya PHRI. Karena kalau banyak event, banyak kegiatan yang digelar, hotel pasti ramai. Nah, ini yang akan dinikmati bersama.
Dampak apa yang timbul dari city branding ini?
Akan sangat luar biasa, utamanya bagi masyarakat. UMKM bisa menjual produknya. Perhotelan bisa menggeliat karena banyak tamu. Jadi, tidak masalah pemerintah mengeluarkan biaya dan tidak mendapat manfaat secara langsung tetapi masyarakat yang menikmati hasilnya. Karena itu, kami juga perlu dukungan masyarakat agar city branding ini bisa berhasil. (wde)