Organisasi cukup mempunyai satu leader. Setelah itu, yang dibutuhkan adalah para manager yang menggerakkan organisasi itu.” (Henry Ford)
Banyak orang membayangkan betapa enaknya menjadi seorang bos. Ia duduk di posisi yang tinggi, memerintah orang untuk melakukan ini dan itu. Dilayani dan minta semua perkataannya dituruti. Itulah mental dan perilaku seorang bos.
Banyak orang melakukannya di rumah, terutama terhadap pembantu-pembantunya.
Suatu kali anak saya bercerita bahwa dia baru saja melihat seorang temannya yang dipanggil “Tuan Kecil” menyepak pembantunya saat pembantunya itu terlambat membawakan baju gantinya.
Kata teman anakku itu dia sudah kedinginan lalu menendang pembantunya itu!
Nah, apakah sikap dan men tal boss seperti itu masih relevant dalam organisasi atau perusahaan? Organisasi atau perusahaan tidaklah sama dengan rumah Anda. Perilaku “nge-boss-I” sudah tidak relevant untuk diterapkan dalam organisasi.
Jangankan di kantor, di rumah pun tidak semestinya, kita memperlakukan pembantu kita sebagai pesuruh. Nah, bagaimana kita dapat membedakan mental dan perilaku seorang MANAGER dan seorang BOS dalam diri seorang di kantor?
SINISME TERHADAP GAYA BOS
Dalam sebuah organisasi, kita mengenal tiga gaya orang dalam memimpin. Saya mengategorikannya pada tiga level, yaitu level bos (orang yang suka memberi perintah), level manager (suka mengeksekusi perintah) dan level leader (orang yang menginspirasikan suatu perintah).
Henry Ford, pendiri Ford pendiri pernah berujar, ”Organisasi cukup memiliki satu leader, selain itu para managerlah yang menggerakan organisasi itu.” Leader tanpa manager itu buntung, manager tanpa leader juga buta. Jadi leader dan manager itu adalah satu paket.
Satu kali, seorang karyawan toko curhat pada saya. Bos kepala toko kami, ulahnya menyebalkan. Tiap pagi kalau inspeksi, ada saja yang salah. Kalau sudah menemukan kesalahan, ia suka bicara dengan menunjuk-nunjukkan jari atau berkacak pinggang sambil memaki.
Kadang, itu jadi lelucon di toko. Persis seminggu lalu ada satpam, salah membiarkan parkiran yang semestinya untuk area drop barang dipakai orang lain. Habislah ia dimaki habis-habisan oleh kepala toko kami itu. “Otak udang, bego, dan lainnya.” Karayawan itu berkata lagi,
“Tiap makan siang, kita selalu curhat mengenai sikap boss itu, tapi kayaknya dia cuek tuh.” Orang kini bersikap sinis pada pemimpin yang bergaya bos. Gaya memimpin seorang bos tidak lagi populer.
Sinisme itu tampak dalam puisi berjudul Bos dan Saya berikut ini.
Bos selalu benar. Saya selalu salah.
Jika bos tetap pada pendapatnya, itu konsisten.
Jika saya demikian, itu keras kepala.
Jika bos berubah-ubah pendapat, itu fl eksibel.
Jika saya demikian, itu plin plan.
Jika bos bekerja lambat, itu teliti
Jika saya demikian, itu bodoh.
Jika bos lambat memutuskan, itu hatihati.
Jika saya demikian, itu idiot.
Jika bos cepat mengambil keputusan, itu berani ambil risiko.
Jika saya demikian, itu gegabah.
Jika bos menyatakan: “Mudah” itu berarti optimistis.
Jika saya demikian menyatakan:
“Mudah” itu sok.
Jika bos sering keluar kantor, itu cari peluang.
Jika saya demikian, itu cari kesempatan.
Jika bos men-service atasan, itu loyalitas.
Jika saya demikian, itu menjilat.
Jika bos sering tidak masuk, itu kecapaian kerja keras.
Jika saya demikian, itu malas.
Jika bos membuat lelucon, itu humoris
Jika saya demikian, itu frustasi.
Jika bos mengirim joke ini ke saya berarti peace
Jika saya nekat ngirim joke ini ke bos berarti rest in peace.
PERBEDAAN NYATA
Perbedaan ini terutama pada tataran mental dan perilaku bukan pada soal posisi atau kedudukan. Seorang bos selalu merasa ada di atas bawahan, berusaha tampil di depan, sedangkan manager berada di bawah menopang dan mendukung bawahan.
Seorang bos senang dipuji, sedangkan manager senang memuji yang berprestasi. Bos datang terakhir ke ruang meeting agar kelihatan penting. Manager datang pada awal untuk mengatur jalannya meeting. Bos ditakuti, sebaliknya manager dihormati.
Bos dijilati oleh bawahan sehingga merasa punya banyak pengikut, tetapi manager berteman dengan bawahan.
Bos cenderung moody, “Hari ini jangan ganggu Gua, Gua lagi marah..”, tetapi manager selalu siap untuk bawahannya, kapan pun. Bos tak dapat menganalisis masalah tapi hanya bisa menyalahkan.
Sebaliknya manager mengerti masalah dan berusaha menyelesaikannya. Kebanyakan bos menghindari masalah, tapi manager menyelesaikannya.
Bos selalu berkata, “gaji Lu segini, take it or leave it!”, maka bawahan will take it, but keep ready to leave. Manager berkata, “Gaji Lu segini dengan pertimbangan ini itu dan sebagainya sehingga bawah an pun mengerti.” Ujungujungnya, bos diperguncingkan oleh bawahannya, tapi manager diingat dan dikenang.
Secara ringkas dapat dikatakan dalam dunia managemen, bos bergaya telling (menyuruh kerja), sedangkan manager lebih inspiring (mengilhami orang untuk kerja). Seorang bos menciptakan aura ketakutan (management by fear) sedangkan, manager menciptakan aura kasih (management by love).
Bahasa bos sangat individualistik , “aku” atau “kamu, tetapi manager bicara soal “kita” (teamwork). Bos lebih suka menunjuk siapa yang salah (people poin ting), sedangkan manager menunjuk apa nya yang salah (problem pointing). Bos selalu “pergi” (forcing), tapi manager berkata, “mari kita pergi” (persuading). So, pilihan ada di tangan Anda, manager atau bos?
Ada kisah-kisah manager sukses di sekitar kita. Ingat dengan kisah Sir Alex Ferguson, pelatih MU sukses yang mengundurkan diri beberapa waktu lalu. Ia salah satu pelatih terbaik dunia dengan 10 kali juara liga Inggris. Ia menangani MU di usia 26 tahun 5 bulan pada MU dalam masa sulit-sulitnya.
Ia sorang manager yang dekat dan tegas pada anak buahnya. Tak segan ia memarahi anak buahnya di depannya langsung. Sir Alex benar-benar seorang mentor dan motivator bagi timnya. Ia seorang manager yang bagus. Lain lagi dengan Bono pimpinan group musik U2.
Bono dan timnya berhasil mendapatkan 22 Grammy Awards, melebihi Rolling Stones. Bono selalu ada untuk timnya ketika anggotanya ketagihan alkohol, drugs, dan mengalami proses perceraian. Ia juga seorang manager yang bertanggung jawab.
Nah, berikut tip sederhana untuk menjadi manager handal.
Pertama, bersikaplah mandiri dalam artian mampu memimpin diri sendiri sebelum memimpin orang lain.
Kedua, luangkan waktu untuk bicara dengan persuatif bersama team sebelum mengatur di lapangan.
Ketiga gerakkan team dengan contoh konkret, bukan hanya dengan kata-kata.
Dengan demikian akan tercipta team work yang bekerja dengan hati (love). Selamat menja di manager handal, bukan bos yang selalu disinisi.
*) ANTHONY DIO MARTIN, Managing Director HR Excellency, Best EQ Trainer Indonesia, ahli Psikologi, penulis buku-buku best seller.