Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

STRATEGI UKM: Merek Kuat Daya Saing Meningkat

Bisnis.com, JAKARTA - Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) untuk meningkatkan daya saing. Salah satunya dengan membangun branding.

Bisnis.com, JAKARTA - Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) untuk meningkatkan daya saing. Salah satunya dengan membangun branding.

Sayangnya, upaya untuk membangun kekuatan merek masih kurang disadari oleh sebagian besar UKM di Tanah Air.

Saat ini, berbisnis bagi mereka masih dilihat sebagai kegiatan menjual dan mendapatkan keuntungan semata tanpa memikirkan investasi jangka panjang dengan membangun merek.

Padahal, seorang yang benar-benar memiliki jiwa entrepreneur, akan secara serius membentuk merek yang kuat melalui berbagai inovasi kreatif.

Kekuatan merek dapat memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap produk yang dihasilkan. Bandingkan saja gerai kopi yang bertebaran di pusat perbelanjaan.

Meskipun produk yang dijual sama-sama kopi, kopi yang disajikan pada gerai Starbucks memiliki harga jual yang jauh lebih tinggi hingga mencapai 10 kali lipat dibandingkan dengan kopi-kopi di gerai lainnya.

Salah satu faktor yang membuat harga kopi di gerai Starbucks lebih tinggi dibandingkan dengan gerai lainnya, tidak lain dan tidak bukan adalah pengaruh merek yang begitu kuat melekat pada gerai kopi asal Amerika Serikat itu. Kekuatan merek yang dimiliki mampu membius penikmat kopi.

Yuswohady, Penggagas dan Koordinator Komunitas Memberi, mengatakan proses membangun merek tidak hanya sebatas menciptakan logo yang bagus atau gencar melakukan promosi, melainkan kemampuan membangun manajemen yang mencakup seluruh aspek UMKM, mulai dari aspek pengelolaan produksi, pemasar an, keuangan, pengembangan produk, layanan pelanggan, penjualan, proses bisnis, SDM, hak atas kekayaan intelektual, dan lainnya. Dengan demikian, berbisnis tidak hanya memiliki jiwa entrepreneurial tetapi juga sustainability atau keberlanjutan terkait dengan sistem dan keuangan.

“Ketika suatu produk sudah memiliki brand, nilai jualnya akan jauh lebih tinggi, dan tentu saja akan membuat daya saingnya terbangun,” ucapnya, pekan lalu.

Peningkatan daya saing tersebut, menurutnya, harus segera dilakukan oleh para pelaku UMKM. Apalagi, Indonesia bersama negara Asean lainnya akan segera memasuki era perdagangan bebas Asean dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Sebagai negara
dengan pasar terbesar, kekuatan merek menjadi hal terpenting yang harus dibangun jika tidak ingin menjadi sasaran empuk produk dari negara lain.

Apalagi seiring dengan meningkatnya masyarakat kelas menengah, Indonesia semakin diserbu perusahaan besar dan merek-merek global yang memiliki modal tinggi, dengan kualitas dan kuantitas SDM yang kuat, didukung pula oleh teknologi dan manajemen yang solid.

Tentu saja, perusahaan dan merek lokal akan kesulitan menandingi perusaahan tersebut. Oleh karena itulah, sambungnya, para pelaku usahanya harusnya lebih berfokus mengembangkan brand terutama pada sektor-sektor padat kreativitas dan padat karya.

Beberapa sektor padat karya dan kreativitas yang menurutnya dapat dikembangkan antara lain kuliner, feysen, kerajinan, game online, permainan, pertanian (agro), perikanan, pengolahan produksi pertanian, dan perikanan. Sektor-sektor tersebut, menurutnya,
dapat menandingi dominasi merek global, asalkan pelaku UMKM dapat secara serius membangun merek guna memperkuat daya saingnya.

Jumlah UKM Indonesia yang mencapai 56,53 juta pada 2012 lalu, tentu saja menjadi satu kekuatan yang sangat besar bagi pilar perekonomian Indonesia bisa dapat dikembangkan secara lebih serius.

Lebih jauh, dia menilai bahwa merek yang terbangun dapat menjadi kekuatan ampuh untuk menjadi subtitusi produk-produk impor.

Menurutnya, dengan penguatan merek UMKM yang mampu mensubtitusi produk-produk impor, akan banyak masyarakat yang berbelanja dengan menggunakan rupiah daripada dolar. Ketika mekanisme tersebut dapat berjalan, secara otomatis, UMKM tersebut akan
memiliki peran strategi mengawal kesehatan rupiah.

“UMKM ini harus menjadi pilar penguatan rupiah dan menjadi alat ampuh untuk membangun kemandirian bangsa,” tuturnya.

Namun, hal tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan baik dari pemerintah maupun masyarakat untuk menggunakan produk-produk dalam negeri.

Ketika konsumen mau menggunakan merek-merek lokal, dengan sendirinya UMKM akan tumbuh semakin besar dalam jangka panjang dan memiliki daya saing global.

Sebab, saat ini, pasar domestik yang memiliki potensi sangat besar ini masih dikuasai oleh merek-merek global.

Apalagi, konsumen Indonesia pun seolah lebih senang meng gunakan brand global dengan alasan gengsi. “Persepsi ini seharusnya dapat dibalik melalui berbagai upaya sistematis membangun merek (brand building).”

NAFAS PENDEK

Sementara itu, Pendiri Komunitas Tangan Di Atas Badroni Yuzirman mengakui bahwa belum banyak pelaku usaha yang menyadari pentingnya membangun brand.

Penyebabnya, para pelaku usaha memiliki ‘nafas yang pendek’ sehingga lebih fokus mengembangkan investasi jangka pendek dibandingkan dengan jangka panjang untuk membentuk brand.

Menurutnya, banyak pelaku usaha yang memulai usaha hanya dengan bermodal nekat. Mereka memang jago melihat peluang tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan manajemen yang baik.

“Teman-teman wirausaha lebih banyak yang ikut-ikut an, ketika ada tren produk ini, mereka ikut, sehingga usahanya berubah-ubah. Jadi tidak berusaha memperbaiki manajemen dan meningkatkan skala usaha dengan mengemasnya secara baik sehingga brand-nya bisa menjadi lebih kuat.”

Selain itu, banyak dinamika yang terjadi dalam dunia kewirausahaan, terutama dengan adanya kenaikan upah minimum sehingga hal-hal tersebut dinilai dapat menganggu kinerja pebisnis.

“Kalau pengusaha menengah mereka bisa membayar konsultan, sementara pelaku usaha mikro biasanya banyak melakukan branding dengan cara low budget high impact, biasanya mempromosikan melalui media sosial.”

Pakar Branding dan Pendiri Hotline Advertising Subiakto Priosoedarsono mengungkapkan membangun brand sebetulnya hanyalah membuat nama menjadi lebih bermakna.

Agar bermakna, usaha yang dijalankan harus memiliki banyak manfaat untuk orang banyak. Ketika bermanfaat, akan banyak orang yang membicarakannya sehingga terbentuklah brand yang kuat untuk usahanya.

“Brand itu terjadi ketika ada hubungan emosional antara produk dan konsumen. Membangun brand itu jangan memikirkan keuntungan, yang penting bermanfaat, dan ada faktor keberlanjutan.”

Cara membangun brand pada era digital, menurutnya, dapat dilakukan dengan story telling yang kuat.

Pebisnis harus dapat menyampaikan pesan kepada konsumen mengenai manfaat dari produk atau jasa yang akan dijual. Pesan tersebut juga dapat sampai melalui pengemasan yang menarik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dewi Andriani
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Rabu (25/9/2013)

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper