Bisnis.com, JAKARTA - Berawal dari kegemarannya akan celana berbahan denim berkualitas, tetapi isi kantongnya terbatas, Mosha Yulian Joyosuyono mulai terjun ke Bisnis celana jin pria dan kini sudah mengantongi omzet puluhan juta rupiah.
Sekitar Juli 2010, Mosha yang saat itu masih berstatus mahasiswa di Institut Teknologi Telkom (sekarang Universitas Telkom) memiliki tabungan senilai kurang lebih Rp20 juta.
Dia ingin sekali membeli jin dengan kualitas terbaik, seperti buatan Jepang yang kini menjadi salah satu kiblat jeans di dunia. Sayangnya, harga jin tersebut bisa mencapai jutaan rupiah dan tentu saja sebagai mahasiswa harga itu terlalu mahal.
Maka, mulailah pria yang kini merupakan karyawan di sebuah perusahaan swasta itu terpikir untuk membuat sendiri jin dengan kualitas yang kurang lebih sama, tetapi memiliki harga yang lebih terjangkau.
Dia kunjungi satu persatu pabrik garmen di seantero Bandung, untuk menemukan bahan yang dia inginkan.
Setelah menemukan bahan yang sesuai, dia bawa kain denim tersebut ke salah satu vendor konveksi untuk dijahitkan menjadi celana panjang.
”Waktu awal jujur saya bukan orang yang punya perencanaan yang baik, jadi learning by doing. Saya kebetulan punya banyak contoh jin yang bagus, saya langsung hunting bahan dan konveksi yang bisa mengerjakan. Pada 3-4 tahun yang lalu itu belum terlalu banyak media untuk membuat jin, sehingga saya banyak blusukan,” tutur Mosha.
Lajang berusia 24 tahun ini mengakui bahwa saat itu dia masih buta terkait dengan bahan dan cara memproses sebuah denim menjadi celana jin yang bagus, karena sama sekali tidak punya latar belakang bisnis konveksi. Untungnya, dia bergabung dengan salah satu komunitas pecinta jin, Indonesia Denim Group (Indigo).
Komunitas ini menggunakan Internet untuk saling berkomunikasi dan berbagi informasi mengenai segala haltentang denim dan jin. Mereka memiliki sebuah situs untuk mengakomodir kepentingan itu, yakni darahkubiru.com.
”Dari situlah banyak belajar soal bahan, soal kancing, soal covet, sehingga saya yang dulunya tidak tahu apa-apa akhirnya sekarang lumayan paham soal detail teknis pembuatan jin, termasuk desain yang tepat untuk bentuk tubuh tertentu,” ungkap Mosha.
Kini, brand produk buatan Mosha, The Mommo Company bahkan telah menjadi salah satu official merk yang tercantum di situs komunitas yang namanya berasal dari tanaman pewarna alami tersebut.
UTAMAKAN KUALITAS
Celana jin produksi Mosha banyak terinspirasi dari produk yang brand-nya sudah lama terkenal di pasaran yakni, Levi’s. Jin merek ini, menurut Mosha, masih memiliki ciri khas detail yang sekarang susah ditemui pada produk-produk lain di pasaran.
”Detail yang saya maksud itu memang sedikit susah kalau mau dijelaskan dengan kata-kata, tapi bias terlihat dari pola jahitan, kancing, ritsleting, sampai covet. Contohnya, kami menjahit kain tambahan di bagian saku belakang supaya walaupun sering dimasukkan dompet, tidak mudah robek. Detail semacam ini sekarang sudah jarang, dan saya ingin membawa kembali unsur lama yang tersisihkan itu,” jelasnya.
Dia menerangkan bahwa jin yang beredar di pasaran terbagi dua, yang fashionable dan yang fungsional. Jin yang fungsi utamanya adalah fesyen, biasanya sudah mengalami finishing saat proses produksi, seperti di-washed untuk menampilkan kesan belel.
Sementara itu, tipe jin fungsional yang dipilih Mosha untuk produknya, mengarah ke work wear. Dengan demikian, celana jin itu harus mampu memenuhi kriteria tetap awet walau dipakai selama dan serutin mungkin. Bukan jenis pakaian yang disayang-sayang supaya tidak kotor.
Sementara itu, terkait dengan detail yang ingin dibawa Mosha, dia mengaplikasikannya dalam rupa pemilihan benang, konsep jahitan, dan tentu saja kancing, zipper (ritsleting), sampai covet.
Bahan yang dia gunakan adalah raw denim berwarna indigo yang cukup tebal, hasil produksi beberapa pabrik garmen di Bandung. Sedangkan kancing dan covet masih dia impor dari Jepang karena belum menemukan produsen lokal yang sesuai kriterianya.
”Detail ini mungkin kurang dipahami oleh masyarakat awam, tetapi secara pribadi, saya menganggap itu bonus bagi customer, misalnya covet jangan besi, gunakan cooper saja supaya tidak berkarat.
Tidak semua produsen jin di Indonesia bisa menyediakan detil semacam itu,” kata Mosha.
Bahan denim yang tebal jika diaplikasikan pada celana mungkin memang sedikit kurang nyaman, maka, Mosha yang kini dibantu empat temannya, mengakali hal itu dari segi cutting (potongan). Saat ini, The Mommo Company memiliki beberapa tipe cutting yakni skinny, slim, straight, dan boot-cut.
Perusahaan ini mengeluarkan lini baru tiap kuartal, masing-masing sekitar 400 potong celana pria, yang dijual dengan harga flat Rp435.000 per potong. Tipe yang paling banyak digemari saat ini adalah yang slim, tidak seperti pada 2010 ketika tipe skinny meledak.
Dalam pemasarannya, Mosha dan teman-temannya memiliki situs untuk pemesanan secara online, themommocompany.com. Selain itu, mommo jin juga dapat ditemukan di jaringan retailer The Goods Dept, yang gerainya ada di Pacific Place Mall, Lotte Shopping Avenue, dan Pondok Indah Mall 2 Jakarta Selatan.
”Kami juga memasarkan produk kami di beberapa concept store, seperti Ore di Surabaya, Affair di Yogyakarta, dan Recluse di daerah Pati Unus, Jakarta Selatan,” kata Mosha.
Selama ini, penjualan secara langsung melalui retailer dan online berbanding 60:40. Menurut Mosha, hal itu disebabkan karena ketika membeli jin secara langsung, sesorang bisa mencobanya terlebih dahulu dan jika cocok bias membeli saat itu juga.
Namun, kalau melalui online, mereka harus memperkirakan dulu apakah ukurannya pas, modelnya sesuai dengan bentuk tubuh, baru kemudian memesan. Dari hasil produksi dan pemasaran ini, The Mommo Company mengantongi omzet kurang lebih Rp30 juta-Rp40 juta tiap bulan.
Lebih tinggi dari ketika awal pemasarannya yang hanya melalui media sosial seperti kaskus dan Facebook. Ke depannya, Mosha berharap dapat memiliki toko sendiri yang khusus menjual produknya, entah di dalam pusat perbelanjaan atau stand alone.
Selain itu, juga untuk menjalin kerja sama dengan dengan vendor garmen tertentu yang menyediakan bahan sesuai dengan kriteria mereka dan mungkin memiliki studio desain sendiri.