Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INSIGHT: Kisah Uang dan Manusia

Ini sebuah kisah jenaka dari buku Today Matters dari John C. Maxwell. Sepasang suami isteri datang ke sebuah kabupaten untuk berlibur. Lalu ada tawaran wisata udara.
Foto ilustrasi tumpukan uang. /
Foto ilustrasi tumpukan uang. /

Ini sebuah kisah jenaka dari buku Today Matters dari John C. Maxwell. Sepasang suami isteri datang ke sebuah kabupaten untuk berlibur. Lalu ada tawaran ‘wisata udara’.

Tawaran itu sudah lama diidamkan oleh pasangan tersebut, melihat-lihat pemandangan dari pesawat udara. Negosiasi harga pun berlangsung. Pada akhirnya, pilot  menawarkan, “Okay, bayar Rp10 juta saja. Saya akan terbangkan kalian berdua.  Namun, saya menantang Anda. Kalau Anda tidak mengucapkan sepatah katapun selama penerbangan akan saya kembalikan uang Anda.”

Kesepakatan tercapai. Terbanglah mereka. Dan karena ada tantangan soal gratis itu, suasana dalam penerbangan sunyi senyap. Tiada suara manusia secuilpun. Meskipun pesawat diterbangkan dengan kencang dan dan nyaris jungkir balik.

Pada akhirnya, begitu penerbangan selesai, sang pilot harus mengakui kekalahannya, lalu menyalami sang suami,  “Selamat. Anda terbang dengan gratis. Anda berhasil tak bersuara sepanjang penerbangan.”

Sang suami menjawab dengan senang tetapi takut-takut, “Iya sih. Tadi hampir saja saya berteriak ketika isteri saya terlempar dari pesawat.”

Seorang kawan menggunjingkan, betapa kikirnya seorang kawan lain sebut saja si Kikir. “Payah deh si Kikir. Makan bareng sama dia nggak pernah nyaman. Masa, setiap habis makan, dia selalu menganalisa. Kok mahal? Kok ini, kok itu. Kita jadi sebel. Kayak nggak rela bayar.”

Kawan lain menyahut, “Ah, belum seberapa tuh. Si Pelit lebih parah. Pernah nih, kita barengan minum kopi. Lalu ada lalat nempel sebentar di kopi. Eh... dia tangkap lalat itu. Dia peras badannya, sambil membentak, balikin kopi gua !”

Menghambakan uang adalah perilaku sebagian besar manusia. Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang ataupun menggenggam erat uang yang dimiliki seakan-akan uang adalah tiket ke akhirat,  menjadi sikap sehari-hari sebagian besar orang. Semua lapar dahaga akan uang.

Dalam kontras yang lain, terdapat orang-orang yang amat dermawan. Orang-orang yang dengan suka-rela untuk melepaskan segenap uang dan hartanya untuk kebajikan, demi kepentingan sesama.  Seorang tokoh bisnis di Indonesia, seorang yang dikenal sebagai dermawan, sudah usia senja, di atas 70-an tahun, sebut saja sebagai Pak Rudi,  terus rajin bekerja, sebagaimana orang-orang yang belum memasuki usia pensiun. Ia  seorang pebisnis yang hebat, terlihat dari perkembangan pelbagai perusahaan miliknya.

Seorang kawannya pernah mengingatkannya, “Kok kamu nggak berhenti cari uang sih? Buat apa lagi? Kamu sudah sangat kaya.”

Sang  dermawan menjawab, dengan sedikit kikuk, “Iya sih. Aku tambah kaya. Syukur banget. Ya, bersyukur bisa makin banyak membantu yang lain.”

Memang, puluhan miliar rupiah setiap tahunnya ia gelontorkan uangnya untuk pelbagai kelompok orang-orang yang miskin. Ia lakukan tanpa gembar-gembor. Ia lakukan tanpa bicara soal agama atau Tuhan.

Untuk mendapatkan uang, pelbagai cara orang melakukannya. Ada yang dengan cara-cara yang benar, ada yang setengah benar dan ada yang menghalalkan segala cara.

Ada yang meraih uang dengan bekerja menjadi karyawan perusahaan, pegawai negeri atau berwirausaha. Untuk meningkatkan harta, ada yang memilih cara tidak mau berutang dan ada yang berutang (sebagai modal kerja, sebagai pinjaman perumahan atau kendaraan ).

Soal berutang ini, Rose Sands punya pandangan yang sedikit menyindir, tetapi memang benar adanya, “Kalau Anda utang US$1.000, Anda spekulan teri. Kalau US$100.000, Anda pengusaha. Jika US$1 juta, Anda pengusaha besar. US$1 miliar, Anda pengusaha kakap. Kalau berutang US$100 miliar, Anda pemerintah.”

Michael Kidwell dan Steve Rodhe, penulis Get Out of Debt: Smart Solutions To Your Money, menuturkan, “Setiap orang yang berutang itu menderita semacam depresi. Utang adalah salah satu penyebab utama perceraian, kurang tidur dan prestasi kerja yang buruk. Ini betul-betul salah satu rahasia gelap yang disembunyikan orang. Ini merampas harga diri mereka. Ini menghambat pencapaian impian-impian mereka.”

 

Makhluk Ironis

Memang benar adanya, manusia itu mahluk ironis, pada usia muda bersusah payah bekerja mencari uang, dengan mengabaikan soal kesehatan.

Ketika tua, dengan usaha keras mengembalikan kesehatan, rela mengorbankan harta-benda. Usaha yang seringkali nyaris sia-sia. Kata Seneca, seorang filsuf Romawi, “Uang masih belum berhasil membuat siapapun kaya.”

 Padahal, apa yang bisa dibeli dengan uang?  Sekadar ranjang, bukan tidur. Buku, bukan pengetahuan. Dandanan, bukan kecantikan. Rumah, bukan tempat tinggal. Obat, bukan kesehatan. Kemewahan, bukan kenyamanan. Sekadar kesenangan bukan kebahagiaan.

Bahkan, O. Donald Olson, seorang politikus Demokrat Amerika Serikat,  mengatakan secara sinis, “Rata-rata warga AS sibuk membeli barang-barang yang tidak diinginkannya, dengan uang yang tidak dimilikinya, untuk mengesankan orang-orang yang tidak disenanginya.”

Mungkin benar pemikiran ini, “Perbedaan antara orang kaya dengan orang miskin adalah bahwa yang kaya itu menginvestasikan uang mereka dan membelanjakan sisanya. Sementara yang miskin itu membelanjakan uang mereka dan menginvestasikan sisanya,” kata John C. Maxwell.

Sikap kita terhadap uang tergantung kita sendiri. Dan sebagaimana sikap kebajikan yang selayaknya menjadi filosofi kehidupan kita, mari kita kita simak beberapa pandangan ini. “Uang adalah sepasang tangan lainnya untuk menyembuhkan, memberi makan dan memberkati keluarga-keluarga miskin di dunia. Uang adalah kepanjangan tangannya,” kata Bruce Larson, seorang pembalap terkemuka, pelopor balapan drag race.

“Uang itu ibarat kotoran. Kalau Anda biarkan ia menumpuk, pasti menimbulkan bau. Namun kalau Anda sebarkan bisa membuat banyak hal berkembang,” kata Gun Denhart, seorang filantrofis asal Swedia.

Akhirul kalam,  “Kalau sikap seseorang terhadap uang itu lurus, itu akan membantu meluruskan hampir segala bidang lainnya dalam kehidupannya,” kata Billy Graham.

 

Penulis

Pongki Pamungkas

Penulis Buku The Answer Is Love

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Pongki Pamungkas
Editor : Setyardi Widodo
Sumber : Bisnis Indonesia Week End edisi 30/11/2014
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper