Sungguh tanpa terasa kita sudah memasuki Desember. Dalam hitungan beberapa pekan lagi kita akan mengakhiri tahun ini. Pertanyaannya, bagaimana kita akan membuat tahun ini berakhir, penuh prestasi yang gemilang ataukah dengan penyesalan?
Saya sendiri suka mengumpamakan melewati masa satu tahun itu seperti seorang pelari maraton, yang belakangan ini memang sedang digalakkan. Dan anggap saja untuk lari maraton ini, Anda pun diberikan target 12 bulan untuk menyelesaikannya. Pertanyaannya adalah bagaimanakah sikap lari Anda?
Paling tidak kalau kita bagi, maka ada empat tipe pelari maraton dalam merealisasikan targetnya pada akhir tahun ini. Pelari tipe pertama adalah yang sangat ceria dan bahagia, karena targetnya telah tercapai jauh-jauh hari sebelumnya.
Tahun ini pasti sudah menjadi tahun kemenangan buatnya. Dan ada beberapa alasan mengapa kini ia santai-santai saja. Bisa jadi karena orang ini sangat beruntung sehingga semua targetnya telah terwujud atau boleh jadi orang ini telah berlari kencang sejak awal tahun sehingga kini targetnya nyaris terwujud.
Namun, di tipe pertama ini pun kita melihat beberapa jenis tipe. Ada yang memang hanya bersantai-santai dan bermalas-malasan saja karena tahu bahwa targetnya telah terwujud. Tipe orang yang bermalas-masalan ini juga sering berpikir, “Ngapain mencapai semakin banyak, nanti targetnya dinaikin lagi”. Namun, ada juga yang masih terus berlari tidak peduli targetnya pada tahun ini sudah tercapai bahkan dia bersiap-siap untuk tahun depan. Inilah tipe pertama yang sungguh beruntung.
Pelari kedua, adalah pelari yang targetnya belum tercapai, tetapi tinggal sedikit usaha lagi maka ia akan bisa mewujudkan targetnya. Garis batasnya sudah di depan mata dan biasanya orang inilah yang akan berlari dengan cepat karena ingin targetnya segera tercapai.
Menurut riset, kalau diperhatikan biasanya pelari yang menjelang garis finish ini rata-rata akan berlari lebih kencang. Kadangkala mereka tidak mau diganggu lagi karena ingin konsentrasi. Mereka sebenarnya optimistis tetapi juga khawatir jika saja sesuatu hal menghalangi mereka.
Hal yang jelas, pelari tipe yang kedua ini, biasanya akan lebih tegang dan stres. Stres karena khawatir kalau targetnya justru tidak terwujud padahal sudah dekat sekali.
Pelari ketiga adalah pelari yang pesimistis karena dengan waktu yang tersisa sangat mustahil baginya untuk bisa mewujudkan targetnya. Meski demikian, orang ini masih terus berlari dan berharap paling tidak bisa berlari sejauh yang masih mungkin dilakukannya.
Tipe pelari yang satu ini mindset-nya pada umumnya sudah negatif dan tidak yakin dengan waktu yang mepet mampu mencapai targetnya. Biasanya, tipe yang ketiga ini akan kurang energik dan kurang bergairah karena dia merasa percuma juga untuk berlari karena sudah terlalu mustahil baginya untuk bisa menang.
Mengapa peserta ketiga ini muncul? Bisa jadi karena memang orang ini tidak punya kemampuan untuk mencapai target, bisa juga karena situasi tiba-tiba berubah atau bisa juga karena terlambat mulainya. Namun, hal positif dari tipe pelari ketiga ini adalah dia masih berusaha berlari sejauh yang bisa dilakukan.
Pelari keempat adalah pelari yang sudah menjadi frustrasi dan tidak punya energi lagi untuk berlari. Masalahnya, target yang dicapainya tidak sampai separuh dan betul-betul jauh sekali apa yang harus dicapainya.
Biasanya pelari di tipe ini sudah pasif bahkan cenderung pasrah. Bukannya berusaha berlari sejauh mungkin, tetapi dia malah pasrah. Dengan kata lain, sikapnya justru cenderung jadi santai, meskipun di dalam hatinya sebenarnya tertekan.
Ada beberapa hal yang menyebabkan kondisi ini terjadi, misalnya karena perubahan kondisi yang sangat menurun drastis, target terlalu tinggi, ataupun terlalu nyaman pada awal sehingga sangat terlambat untuk memulai.
Jika kita masuk dalam keempat kategori pelari itu, apakah yang mesti dilakukan? Bagi pelari jenis pertama yang targetnya sudah terlampaui, bolehlah untuk merasakan kemenangan. Cobalah memberikan apresiasi karena targetmu telah mampu diwujudkan.
Namun, setelah itu Anda mesti mulai bersiap-siap berlari lagi untuk lintasan yang berikutnya pada tahun depan. Ingatlah situasinya bakalan tidak sama bahkan dengan jarak lari yang semakin ditingkatkan. Jadi bersiap-siaplah untuk target yang lebih tinggi dengan waktu yang sama pula.
Kendati demikian, janganlah pesimistis dan berkecil hati. Belajarlah dari para atlet misalkan Sergei Bubka seorang peloncat galah dari Rusia, yang sepanjang hidupnya terus berusaha mengalahkan rekor yang ia buat untuk dirinya sendiri. Seperti itu pula seharusnya kita berusaha mengalahkan rekor berlarinya kita.
Jika Anda termasuk tipe pelari kedua pada tahun ini, tidak ada saran lain kecuali harus cepat-cepat menyelesaikannya. Meskipun Anda optimistis bisa mencapainya, terkadang hal-hal yang tidak terduga bisa saja terjadi.
Karena hal itulah, sebaiknya Anda cepat-cepat menyelesaikan target dan mencapai garis finish. Intinya, janganlah terlalu optimistis sampai Anda betul-betul bisa mencapai garis batas Anda.
Bagi Anda yang tergolong tipe pelari ketiga, berusahalah terus. Jangan menjadi pesimistis dan negatif. Hendry Ford mengatakan, “Jika Anda pikir bisa ataupun tidak bisa, Anda selalu benar”. Boleh saja, menurut Anda sudah terlalu mustahil untuk mencapai target, tetapi berusahalah lari sejauh yang masih sanggup dilakukan.
Terus Berjuang
Jangan biarkan mindset kekalahan muncul sebelum peluit akhir berbunyi. Terkadang, kita juga perlu belajar dari para pemain sepak bola. Jika kita perhatikan, hingga babak-babak terakhir pun mereka masih berjuang. Mengapa? Mereka masih percaya, siapa tahu keberuntungan akan berbalik dan ternyata kemenangan justru bisa diraih pada menit-menit terakhir. So, jangan terlalu cepat meyerah.
Sementara itu, bagi Anda yang telah frustrasi dan menyerah, semoga ini bisa jadi pelajaran bagi hidup Anda. Namun yang jelas, jangan cepat menjadi orang kalah ataupun menjadi frustrasi. Masih dalam dunia olahraga dikenal istilah, “Give your best shot” yakni memberikan tembakan terbaik yang masih bisa kitalakukan. Kalaupun akhirnya kita kalah, kita sendiri masih bisa mengatakan, “Setidak-tidaknya saya sudah melakukan yang terbaik, yang bisa saya lakukan!”
Kita boleh berpendapat bahwa seringkali mental yang sesungguhnya akan muncul bukanlah pada saat kita mengalami menang mutlak. Namun, justru pada saat-saat kalah itulah kita sebenarnya bisa menilai karakter orang yang sesungguhnya.
Justru bagaimana kita menyikapi saat-saat kalah atau situasi di mana ada tantangan untuk bisa mewujudkan impian kita itulah yang akan menentukan kemenangan kita berikutnya. Ingatlah selalu bahwa “The nowadays winner is yesterday’s loser.” Selama kita terus berjuang dan tidak merasa kalah, maka kita tidak akan pernah menjadi pecundang.
Kita pun harus sadar bahwa ada perbedaan besar pada diri orang yang tidak tercapai, demikian dia sudah melakukan usahanya yang terbaik, dibandingkan dengan mereka yang bersikap pasrah. Meskipun sama-sama tidak mencapai hasilnya, percayalah mereka yang telah melakukan usahanya yang terbaik, cepat atau lambat akan sukses.
Sementara itu bagi orang yang pasrah, nasibnya mungkin akan terus-menerus begitu karena secara mental memang dia tidak punya niat untuk berusaha. Makanya, kegagalan lebih banyak menimpa orang yang pasrah ini.
Penting pula untuk diingat, jika kita ternyata terus-menerus mencapai hasil yang sama, maka itu saatnya buat kita untuk upgrade diri kita. Adapun hal yang perlu segera di-upgrade adalah entah mindset kita, skill, proses kerja, ataupun sumber daya pendukung kerja kita.
Pada akhir tulisan ini, ada refleksi menarik, “Tidak ada kegagalan yang terlalu fatal dan tidak ada kemenangan yang mutlak. Pecundang hari ini bisa menjadi pemenang esok hari, begitu pula pemenang hari ini bisa menjadi pecundang, besok hari. Kuncinya adalah…teruslah belajar!”
Penulis:
Anthony Dio Martin
Best EQ trainer Indonesia dan Direktur HR Excellency