Suatu hari, seorang kawan berulang tahun. Bergantian kawan-kawan lain datang ke ruang kerjanya, mengucapkan selamat ulang tahun. Tidak ada yang istimewa dalam peristiwa ini, kecuali respons kawan yang berulang tahun ini.
Setiap kali disalami, dia selalu menyanggah dengan sangat serius, “Nggak ah. Jangan doain panjang umur. Doakan sehat saja. Itu aja.” Demikian berulang-ulang ia katakan kalimat itu kepada orang-orang yang bergantian datang.
Seorang kawan lain pernah bercerita, betapa berat penderitaan yang dialami oleh keluarganya manakala orang tuanya terkena sakit stroke yang berkepanjangan. Derita sakit yang tak putus dirasakan oleh sang orang tua yang sakit.
Beban perawatan yang sangat melelahkan dirasakan oleh sanak keluarga yang merawat. Ditambah lagi biaya besar yang harus dikeluarkan untuk segenap perawatan.
Sang kawan pada ujungnya berkata, “Nanti pas giliranku ‘dipanggil’, aku mau seperti Polan aja. Serangan jantung mendadak. Blas, langsung ‘berangkat’. Cepat dan praktis,” sembari merujuk si Polan yang belum lama berselang meninggal karena serangan jantung. Ia seolah memastikan, ia bisa menentukan sendiri hal-ihwal ‘panggilan’ sakaratul maut itu.
Seorang kawan lain lagi, mempersoalkan lagu tradisi ulang tahun. “Saya sama sekali nggak sepakat soal lagu ulang tahun yang kita suka nyanyikan, yang bahasa Indonesia itu. Panjang umurnya, panjang umurnya, panjang umurnya, serta mulia…”
“Panjang umur dan mulia ? Kalau panjang umur hidup susah dan sakit-sakitan, apa iya mulia? Memang enak panjang umur begitu?” Saya merespon, “ Lha terus harus nyanyi apa dong?”
Dengan tangkas ia menukas, “Lebih baik yang versi Inggris. Happy birthday to you. Lebih nyata dan menyenangkan, selamat ulang tahun dan semoga bahagia. Sudah. Itu aja cukup.”
Membicarakan kesehatan tak bisa lepas dari soal kebahagiaan. Dikatakan oleh Albert Schweitzer dalam nada berseloroh, “Kebahagiaan tidak lebih dan tak kurang adalah kesehatan yang baik dan daya ingat yang buruk.”
Sementara itu, Mahatma Gandhi berpendapat, “Kekayaan sesungguhnya adalah kesehatan, bukan timbunan emas atau perak.” Benar adanya. Sekaya apapun kita, apabila hidup terus-menerus diiringi dengan sakit, kekayaan itu tak akan bermakna.
Dan ironisnya, terdapat kecenderungan umum, pada usia muda orang-orang bekerja sekuat tenaga, dengan seringkali mengabaikan kesehatan, untuk mengumpulkan harta.
Pada usia senja, dirundung duka-lara, bersedia melepaskan harta yang sudah didapat, berharap penyakit musnah.
Sehat Urutan Kedua?
Ada beberapa kawan yang berpandangan, soal kesehatan adalah hal utama nomor dua. Hal utama yang paling atas atau nomor satu adalah iman. Beberapa orang lain menambahkan, urutan ketiga adalah kemerdekaan.
Selain itu, ada pandangan serupa bahwa kesehatan adalah perihal nomor dua. Pandangan itu dianut oleh Billy Graham, “Manakala kekayaan hilang, tak ada apapun yang hilang. Manakala kesehatan hilang, ada sesuatu yang hilang. Manakala karakter yang hilang, segala-galanya hilang.”
Menurutnya, kekayaan memang sama sekali bukan hal utama. Sementara, kesehatan adalah hal penting menurut Graham, tapi bukan hal nomor satu. Hal yang menjadi nomor satu adalah karakter. Karakter adalah seputar kejujuran dan sportivitas.
Jennifer Lopez, penyanyi dan bintang film yang cantik dan seronok mengatakan suatu hal yang agak tidak terbayangkan, mengingat profesi dan kondisi yang bersangkutan. Ia seorang sosialita yang semestinya amat mengutamakan soal penampilan.
Cukup mengejutkan ketika dia berucap, “Beberapa orang secara alamiah ada yang langsing dan ada yang gemuk. Dan banyak orang yang berfokus kesitu, sehingga bisa membuat stres. Namun, sejujurnya langsing atau gemuk bukanlah hal utama. Hal yang utama adalah orang harus sehat “.
Antara kesehatan dan pikiran sangat berkaitan erat. Beberapa ahli kesehatan menyatakan kesehatan seseorang dipengaruhi oleh tiga hal. Pertama, faktor keturunan atau genetika. Kalau salah satu orang tua kita mengidap diabetes, sang anak, secara silang jenis kelamin, pun akan terkena penyakit yang sama.
Kedua, faktor pikiran. Di luar faktor genetika, pikiran adalah faktor utama penentu baik-buruknya kesehatan seseorang. Bahkan dikatakan, pikiran berpengaruh terhadap sekitar separuh dari soal kesehatan.
Ketiga, adalah kombinasi pola hidup yang mencakup kebiasaan makan, istirahat, olahraga, merokok atau minum-minuman keras.
Soal hubungan antara kesehatan dengan pikiran dikatakan oleh Buddha, “Untuk memelihara tubuh tetap sehat adalah suatu kewajiban. Apabila tidak, kita tak akan dapat memelihara pikiran kita tetap kuat dan jernih.” Jadi, jaga kesehatan tubuh dahulu, dan buah positif dipetik dalam bentuk pikiran yang kuat dan jernih.
Beberapa pihak, berpandangan sebaliknya. Pikiran dulu yang harus dijaga, baru kemudian tumbuh kesehatan yang baik. “Sehat di luar bermula dari sehat di dalam,” kata Robert Urich, bintang film terkemuka dan produser televisi era 70-an.
“Tubuh Anda mendengarkan apapun yang dikatakan pikiran Anda,” kata Naomi Judd penyanyi dan penulis lagu musik country. “Pikiran yang tenang membawa kekuatan dalam dan keyakinan diri. Dan hal itu penting sekali bagi kesehatan yang baik,” kata Dalai Lama.
Sementara itu, Albert Einstein, sang legenda fisika dunia dengan nada mencibir mengatakan, “Iblis telah meletakkan penalti bagi setiap hal yang kita nikmati dalam hidup, dalam bentuk gangguan kesehatan badan, gangguan jiwa atau badan yang gendut.” Intinya, menyoroti hidup dari segi kesehatan, sudah menjadi takdir, hidup memang susah.
Untuk memelihara kesehatan, beberapa nasihat saya kutipkan antara lain dari Mark Twain, penulis dan humoris Amerika Serikat terkemuka. Ini suatu nasehat yang benar tetapi bernada protes, “Satu-satunya jalan untuk menjaga kesehatan adalah makan makanan yang tidak Anda kehendaki, minum minuman yang tidak Anda sukai dan melakukan sesuatu aktivitas yang Anda malas melakukannya “.
Nasihat yang lain, “Tidur malam lebih dini dan bangun pagi lebih dini membuat kita sehat, kaya dan bijaksana,” kata Benjamin Franklin, salah satu pendiri negara Amerika Serikat.
Atau mau memilih sikap yang rileks soal kesehatan? Ini nasehat Robert Orben, seorang penulis cerita komedi dan pesulap ulung, “Tak perlu mengkhawatirkan soal kesehatan. Itu akan berlalu.” Mungkin sebaiknya begitu.
Penulis
Pongki Pamungkas
Penulis buku The Answer is Love