Bisnis.com, BANYUMAS - Banyumas termasuk salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang terus mencatat pertumbuhan dari sisi kinerja perekonomiannya. Wilayah yang berpenduduk sekitar 1,7 juta jiwa ini memiliki potensi luar biasa.
Sebut saja dalam produksi gula kelapa. Apa saja kiprah dan kebijakan kepala daerah ini dalam mendorong pengembangan usaha di wilayah yang mampu menghasilkan 3.000 ton gula kelapa per bulan ini? Bisnis berkesempatan mewawancarai Bupati Banyumas Achmad Husein, baru-baru ini. Berikut petikannya:
Banyumas cukup menjadi sorotan Pemprov Jateng untuk meningkatkan perekonomian. Sektor apa yang menonjol?
Ya, pertumbuhan ekonomi Banyumas memang di atas pertumbuhan Jawa Tengah dan nasional. Kami tidak terpatok pada angka-angka, yang penting realitas di lapangan ekonomi tumbuh. Inflasi di sini juga terendah dibandingkan dengan kabupaten lain.
Sektor yang menonjol kenaikannya (pertumbuhannya) perdagangan, industri dan pariwisata. Pertanian sebenarnya naik tapi enggak terlalu signifikan. Jika ngomong perdagangan, pengusaha banyak datang ke sini. Mengapa banyak? Karena fasilitas pendukung infrastruktur memadai, ditunjang dengan akses adanya double track (kereta api), jalan tol yang menuju ke wilayah ini. Hal itu berpengaruh pada percepatan pertumbuhan ekonomi. Dari sisi geografis sudah jelas. Transportasi yang dapat menunjang. Otomatis, pengusaha banyak berdatangan.
Apa saja kendalanya?
Belum ada bandara. Itu salah satu kekurangan di wilayah ini. Bandara Wirasaba yang kami perjuangkan ternyata terganjal perizinan di Kementerian Perhubungan. Kementerian masih berkonsentrasi mengembangkan Bandara Tunggul Wulung di Cilacap. Coba di sini ada bandara, maka pertumbuhan ekonomi sangat cepat. Bagaimana pun, kita tetap mengupayakan secepatnya ada bandara.
Sejauh mana langkah yang ditempuh?
Saya sudah sampaikan ke Gubernur Jateng, itu wewenang Pak Ganjar Pranowo untuk mendorong kementerian terkait. Kami diminta untuk berdiskusi dengan wilayah perbatasan untuk berembuk menentukan lokasi bandara yang pas.
Sejumlah event tingkat provinsi dan nasional banyak diadakan di Banyumas, mengapa?
Di sini fasilitas infrastruktur memadai, sehingga banyak event tingkat nasional pun tertarik Banyumas. Bahkan, tidak lama lagi, pergelaran rotary club tingkat internasional bakal terpusat di sini. Ada juga acara mobil antik seluruh Indonesia juga di sini, kemudian acara dari kementerian pada lari ke Purwokerto. Mereka melihat Purwokerto jantung kotanya Banyumas.
Mungkin anggapan mereka sudah jenuh dengan kegiatan yang diadakan di Solo dan Semarang, ingin mencoba daerah lain. Karena di sini memungkinkan, ya pastilah pilih sini. Pengusaha memerlukan kemudahan dari segala aspek, terutama infrastruktur. Dari event itu, mereka biasanya mengembangkan jaringan bisnis atau berencana ekspansi ke daerah ini.
Bentuk bisnis apa saja yang diminati pengusaha?
Lihat saja, ada tiga mal besar yang serius berinvestasi di sini. Itu yang terbaru, sebelumnya sudah ada mal-mal besar. Hotel juga terus bertambah. Industri semen akhir Mei lalu sudah soft launching. Di sini sangat potensial.
Yang paling penting adalah jumlah uang yang berputar di Banyumas bisa mendongkrak daya beli masyarakat. Uang yang ada di masyarakat bisa melebihi dari kebutuhan pokok, jadi saya konsepnya bagaimana membuat masyarakat memiliki banyak uang dengan segala potensi yang bisa dikembangkan. Dengan masyarakat memiliki banyak uang, daya beli masyarakat akan naik. Harus ada sebabnya, yang menjadikan daya beli meningkat adalah dia harus punya pekerjaan atau bisnis. Kalau mereka tidak bekerja pada perusahaan ya harus bisnis. Ini yang harus ditingkatkan.
Apakah pemerintah daerah turut memfasilitasi lapangan kerja?
Setiap industri baru yang masuk, kami minta prioritaskan warga Banyumas. Memang, jika mengandalkan pekerjaan pada perusahaan atau instansi pemerintah, maka pertumbuhannya akan sama dengan daerah lainnya, contohnya kalau ada lowongan pegawai negeri sipil PNS mereka mau bekerja, apabila ditemukan sumber daya alam baru mereka mau bekerja, ketika ada alokasi dana pemerintah mereka mau bekerja. Di daerah lain juga melakukan hal itu.
Justru yang membuat pertumbuhan cepat yakni berkembangnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Di sini sudah ada 250.000 UMKM yang tersebar hingga pelosok desa. Saya berbicara dengan pengusaha UMKM, saya katakan UMKM harus tumbuh dan lari cepat. Itulah obat yang paling mujarab untuk mengatasi krisis.
Terkait dengan ekspor gula kelapa. Bisa diceritakan bagaimana perkembangan industrinya?
Di sini sudah banyak UMKM. Potensi unggulan produksi gula kelapa. Teman-teman petani sudah mengembangkan gula kelapa untuk diekspor. Permintaannya cukup meningkat. Dari sini tumbuh banyak usaha mikro dan menengah. Kami fasilitasi, mendorong dan galakkan supaya menjadi produk unggulan.
Sebenarnya bukan hanya UMKM. Perdagangan dan industri juga tumbuh. Tapi itu tidak merata pertumbuhannya. Orang-orang tertentu saja yang bisa merasakan. Saya rasa, UMKM bisa bertumbuh merata dan semua orang bisa melakukannya.
Kalau kita bisa menaikkan kualitas pada produk gula semut atau gula jawa atau gula kelapa, pengaruhnya bisa menaikkan pendapatan penduduk secara merata. Sehingga, saya konsentrasi dan perhatian sekali dengan kesejahteraan penderes, permasalahannya apa, dedikasinya, promosinya seperti apa, karena itu juga bagian dari pertumbuhan ekonomi. Itu produk kalau dibuat bisa memakmurkan serta menambah devisa negara, karena sudah ekspor.
Sejauh ini, seberapa besar produksi gula kelapa petani?
Sebenarnya cukup banyak. Yang diekspor saja saat ini mencapai 3.000 ton dalam per bulan. Negara tujuan ekspor sudah sampai Eropa, Amerika Serikat, Timur Tengah, seperti Arab Saudi dan negara lain.
Bayangkan saja, kalau dihitung paling sedikit pengiriman ekspor 1.000 ton per bulan, ada berapa kilogram? Angkanya 1 juta kg/bulan, dikalikan saja dengan harga gula kelapa rata-rata di angka Rp20.000/kg, ketemu angka Rp20 miliar. Itu baru satu bulan. Satu tahun bisa mencapai Rp240 miliar. Nilainya dalam bentuk mata uang asing tentu lebih banyak lagi.
Produksi ini ditunjang dengan bahan baku. Bagaimana dengan potensinya?
Itu pendapatan dari ekspor Rp20 miliar/bulan baru dari 50.000 pohon yang sudah diversifikasi. Potensi kita sekarang 2,5 juta pohon. Kalau pasarannya bagus, berarti masih ada 50 kali lipatnya dari sekarang.
Jika dimaksimalkan dan dihitung per bulan, berarti 50 dikalikan Rp20 miliar, akan ketemu angka Rp1 triliun. Angka yang cukup besar hanya untuk pengiriman ekspor. Itu kalau digenjot habis hasilnya luar biasa. Belum lagi pendapatan dari penjualan lokal. Memang harus ada diversifikasi sehingga gula kelapa atau gula semut menjadi primadona.
Apakah saat ini hanya Banyumas yang menjadi penghasil gula kelapa?
Kami di tingkat nasional nomor satu penghasil terbanyak gula kelapa. Tapi sudah merambah ke daerah lain seperti Banjarnegara dan Cilacap. Yang mulai dari sini, dampak positifnya dua daerah itu ikut bertumbuh. Tentu lebih bagus produk dari kami. Untuk menembus pasar ekspor, kualitas barang harus menjadi prioritas. Memang ini butuh riset.
Adakah investor yang tertarik berinvestasi gula kelapa?
Sudah ada, sudah masuk dan potensi pengembangan pasar ekspor. Tapi bukan untuk gula semutnya, lebih kepada produksi sirup nira kelapa untuk ekspor. Perihal perizinan, masih kami lihat dari tata ruangnya supaya tidak melanggar hukum. Saya berkeyakinan, produksi seperti ini bisa menstabilkan mata uang dolar di Indonesia.
Apakah ada produk unggulan lainnya, selain gula kelapa?
Ada, kerajinan lokal baik dari keramik dan bambu berasal dari sini. Kami ingin menciptakan entrepreneur baru di tingkat lokal. Ke depan, para entrepreneur itu bisa menciptakan produk baru berorientasi nasional, syukur bisa ekspor. Sekarang sedang proses.
Kami selama ini tergantung pada pemasaran orang, kalau bisa tembus sendiri malah lebih bagus. Contohnya, gula kelapa di tingkat petani hanya dijual Rp13.000/kg. Mestinya lebih dari itu.
Kami tidak mungkin menganggarkan pegawai negeri sipil (PNS) untuk mau berpikir mencari pasar ekspor. Maka dari itu, kita harus sering bertemu dan berkumpul dengan orang yang sudah berpengalaman menjual barang ekspor.
Dari situ, kami perlahan lahan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi asalkan bisa menambah banyak pekerjaan. Bagaimana investor tertarik masuk ke sini, kami harus berani lakukan reformasi birokrasi.
Nah, yang perlu diperhatikan soal upah buruh. Saya usulkan upah buruh di atas Rp1 juta atas usulan dari pekerja, namun pengusaha yang teriak. Mereka keberatan. Bagaimana investor mau masuk kalau upahnya terlalu tinggi. Persoalan ini yang harus dipecahkan bersama.
Bagaimana dengan perkembangan Banyumas di sektor pariwisata?
Wisata Baturraden menjadi tempat jujugan orang dari berbagai daerah, diikuti wisata kulinernya yang macam-macam jenisnya. Es dawet, getuk goreng sokaraja, soto sokaraja.
Adapula wisata Curug Cipenduk, Pancuran Pitu dan masih banyak curug lain. Ini saling berkaitan. Industri bertumbuh, UMKM hidup yang pada akhirnya pariwisata juga berkembang.
Selanjutnya, industri kreatif. Karena itu berhubungan dengan entrepreneurship. Tapi yang paling utama reformasi birokrasi, kami harus membuat orang yang membuatkan izin usaha bisa bertambah aman dan nyaman.
Untuk pengembangan usaha menengah kecil mikro (UMKM), pemerintah serius mendorong supaya bisa bertumbuh, mungkin dengan cara pemberian insentif berupa penjaminan utang atau dana bergulir. Itu berlaku bagi UMKM yang mau menambah jumlah tenaga kerja dan mengembangkan usahanya.
Sektor pertanian turut tumbuh. Adakah terobosan untuk meningkatkan produksi padi?
Kami menjadi salah satu wilayah pilot project untuk penanaman padi menggunakan teknologi Hazton [teknik menanam padi dengan mengadaptasi fisiologi tanaman padi yang telah dikembangkan di Kalimantan Barat]. Hasil panennya cukup sukses karena mampu menghasilkan gabah sebanyak 6,5 ton per hektare. Padahal lahan pertanian ini sempat diserang tikus. Di lahan yang tidak diserang tikus, hasil panen mencapai 10 ton/ha.
Dengan melihat hasil panen ini hasilnya meningkat signifikan jika dibandingkan dengan penanaman metode biasa atau konvensional. Metode yang sebelumnya dilakukan hanya mampu menghasilkan gabah mencapai 4 ton—5 ton per ha. Kalau ini bisa diterapkan di setiap daerah, saya yakin swasembada pangan dapat tercapai dan bisa meminimalisasi terjadinya inflasi.
Pewawancara: Muhammad Khamdi