Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Membangun Bisnis dari Konveksi Khusus Satuan

Bagi sebagian orang, memiliki produk atau pakaian yang eksklusif merupakan sebuah kebanggan. Selain bisa tampil berbeda dengan orang lain, produk unik tersebut juga bisa mencerminkan kepribadian pemiliknya.
Ilustrasi konveksi satuan/thepantjing.com
Ilustrasi konveksi satuan/thepantjing.com

Bisnis.com, JAKARTA - Bagi sebagian orang, memiliki produk atau pakaian yang eksklusif merupakan sebuah kebanggan. Selain bisa tampil berbeda dengan orang lain, produk unik tersebut juga bisa mencerminkan kepribadian pemiliknya.

Untuk mendapatkan produk eksklusif dengan harga terjangkau, kebanyakan masyarakat memanfaatkan jasa konveksi ketimbang butik. Namun, kebanyakan konveksi menetapkan minimal pemesanan untuk menekan biaya produksi, tetapi hal tersebut biasanya malah memberatkan konsumen yang hanya membutuhkan satu potong pakaian.

Melihat banyaknya permintaan dan kebutuhan terhadap konsep produksi pakaian tersebut, membuat beberapa pelaku usaha konveksi mulai menerima pesanan pakaian tanpa jumlah minimal pemesanan.

Meskipun bisnis ini diakui cukup merepotkan karena harus bisa memproduksi satu pakaian untuk satu desain, tetapi margin keuntungan yang ditawarkan dari konveksi satuan ini cukup menggiurkan.

Salah satu pelaku usaha yang memanfaatkan kesempatan tersebut adalah Habib Nawawi pemilik konveksi dengan nama The Pantjing Apparel. Habib mengawali bisnisnya sejak 2007 dengan menjual kaos pre-order di forum jual beli online. “Saya mulai mengumpulkan modal dengan menjual kaos pre-order yang diproduksi di konveksi rekanan,” katanya.

Melihat tren fesyen yang berkembang di masyarakat serta tingginya permintaan terhadap pakaian customized, membuatnya yakin untuk membuat pusat produksi sendiri dan mulai menjalankan konveksi sejak 2010. Saat itu, Habib perlu merogoh kocek untuk modal sebesar Rp50 juta untuk membeli mesin jahit, perlengkapan sablon dan bahan baku.

“Bisnis konveksi ini bisa dibilang bisnis yang tahan lama, karena bahan bakunya juga tidak memiliki kedaluwarsa, serta merupakan salah satu penunjang kebutuhan pokok manusia,” imbuhnya.

Saat ini, Habib telah menjalankan konveksi di Malang yang dibantu oleh delapan orang pekerja. Dalam sebulan dia bisa memproduksi hingga 500 potong berbagai jenis pakaian, mulai dari kaos, kemeja, hingga jaket. Adapun, untuk proses produksi satu potong pakaian membutuhkan waktu sekitar dua pekan.

Setiap produknya dibanderol mulai dari Rp70.000 untuk kaos, Rp130.000 untuk kemeja, dan Rp150.000 untuk jaket. Omzet yang bisa dikumpulkannya juga terbilang lumayan, dengan kuantitas yang tidak terlalu besar, Habib bisa meraup pendapatan di atas Rp30 juta.

“Margin keuntungan yang bisa didapat dari produksi pakaian satuan bisa mencapai 50%, sedangkan untuk produksi massal hanya sekitar 20%,”paparnya.

Sementara itu, pesanan yang datang kepada The Pantjing Apparel mayoritas berasal dari Jakarta, dan beberapa daerah lain di luar Jawa. Habib juga menambahkan pada waktu sekitar Lebaran selalu ada peningkatan permintaan mencapai 100% dibandingkan dengan bulan lainnya.

Habib mengatakan hingga saat ini dia masih fokus dalam urusan produksi dan belum mengembangkan pemasaran produknya. Meskipun demikian, pesanan yang datang dari forum jual beli online dan thepantjing.com sudah cukup membuat bisnisnya terus berputar dan berkembang.

“Sekarang proses produksi sudah bisa jalan sendiri, kemungkinan dalam waktu dekat saya mulai fokus menggarap pemasaran lebih serius,” katanya.

Hal itu juga sebagai langkah untuk menghadapi persaingan yang tengah dihadapi. Habib mengatakan jasa konveksi satuan saat ini sudah mulai menjamur. Banyak orang yang mulai melirik potensi dari bisnis ini, sehingga persaingan juga sudah cukup ketat.

Tak jarang, dia mendapati pemain lain bersaing dengan saling banting harga, dengan menjual produk semurah-murahnya. Menurutnya, hal tersebut kurang bijak, selain bisa merusak harga pasaran, hal itu juga bisa mengancam kelangsungan bisnis si pelaku usaha.

“Saya masih tetap berusaha rasional dengan menetapkan harga jual dengan rasio margin keuntungan sesuai yang dibutuhkan untuk menutup ongkos produksi,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper