Ketok Pintu
Untuk dapat berbisnis di Papua tidaklah mudah. Dia dan tim merintisnya mulai dari pembangunan pembangkit listrik untuk operasional pabrik, mengadakan upacara-upacara keagamaan sesuai keinginan ulayat setempat, hingga memberi pelatihan khusus pada masyarakat setempat agar mereka dapat mengoperasionalkan pabrik dengan baik.
“Jadi, kita harus mulai dengan gelar adat, pemetaan hak-hak ulayat, terus ada acara ketok pintu, gelar tikar adat, ini semua harus kita lakukan. Nah proses-proses ini saja membutuhkan waktu 2tahun,” katanya.
Kesulitan awal pun dirasakan karena baik masyarakat maupun pemda tidak memiliki peta tapal batas untuk tanah ulayat, sehingga manajemen dan masyarakat duduk bersama-sama menentukan luasan lahan yang dapat dilakukan.
Cerita soal pasar, Istini mengakui keberadaan pasar untuk produksi tepung sagu ANJAP memang belum terbentuk dengan sempurna. Namun, manajemen memiliki ambisi untuk tidak hanya memasarkan secara masif di pasar lokal, tetapi juga di pasar internasional.
Menurutnya, saat ini sejumlah perusahaan produksi makanan olahan dan perusahaan dari Jepang telah mengambil sample tepung produksi ANJAP untuk dapat memproduksi makanan seperti mie kemasan dan ramen.