Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cantiknya Bisnis Pembuatan Kain Lurik Klaten

Dalam beberapa tahun terakhir, kain nusantara dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia terus naik pamor. Termasuk kain tenun lurik yang berasal dari kawasan Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Kain lurik
Kain lurik

Bisnis.com, JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, kain nusantara dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia terus naik pamor. Termasuk kain tenun lurik yang berasal dari kawasan Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Lurik merupakan kain yang ditenun menggunakan benang, secara tradisional lurik dibuat dengan alat tenun bukan mesin (ATBM) atau menggunakan alat yang dioperasikan manual oleh manusia.

Karena dibuat secara handmade, motif lurik biasanya lebih eksklusif karena tiap selembar kain tidak akan sama persis dan memiliki ciri khas sendiri.

Saat ini, inovasi dalam lurik pun terus berkembang. Tak sekadar dari motif dan warna garis-garis yang semakin variatif, tetapi lurik pun dimodifikasi dalam hal kain hingga produk turunannya.

Biasanya, kain lurik hanya digunakan sebagai bahan untuk membuat pakaian, bahkan beberapa jenis lainnya dibuat khusus untuk dipergunakan sebagai perlengkapan rumah tangga seperti serbet dan taplak meja.

Sekarang, penggunaan lurik dan jenisnya semakin variatif, misalnya bahan lurik dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat tas, sepatu dan aksesori lainnya. Bahkan, kain lurik pun dipadukan dengan proses pembatikan, sehingga tercipta kain lurik batik.

Karena permintaan yang terus meningkat terhadap kain tradisional ini, membuat pertumbuhan bisnis yang berhubungan dengan kain lurik terus naik. Meskipun produsen kain lurik semakin bertambah, tetapi ceruk pasarnya pun semakin menarik.

Salah satu produsen dan pengrajin kain lurik adalah Yusup Sri Subroto yang berasal dari Klaten. Pria tersebut merintis bisnis lurik dengan nama Lurik Sumber Rejeki Textile sejak 2008.

Yusup mengatakan bisnisnya tersebut diilhami dari banyaknya program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat di beberapa wilayah Klaten.

Namun, kala itu wilayahnya tidak mendapatkan pendampingan dari LSM, sehingga Yusup berinisiatif untuk menggerakan para masyarakat berusia muda untuk merintis bisnis pembuatan kain lurik yang dianggap sebagai salah satu ciri khas Klaten.

Rintisan bisnis tersebut hanya diwali dengan modal seperangkat ATBM peninggalan keluarga Yusup yang memproduksi serbet sejak 1989. Alat tersebut kemudian digunakan untuk membuat lembaran kain lurik selembar demi selembar.

Usahanya tersebut kemudian membuahkan hasil, Sumber Rejeki Tex yang bertempat di desa Mlese, Klaten tersebut terus berkembang hingga saat ini. Berbagai macam jenis lurik sudah dihasilkan dan dipasarkan luas secara nasional.

Hingga saat ini, Yusup dan 21 orang pengrajin Sumber Rejeki Tex menghasilkan produk lurik antara lain lurik ATBM, lurik bermotif batik, lurik warna alam, lurik batik tulis, lurik batik cap, dan lurik batik lukis.

Harga masing-masing kain dibanderol mulai dari Rp60.000-Rp250.000 per potong atau dengan ukuran sekitar 2 meter persegi. Adapun, rata-rata kapasitas produksi dalam satu bulan bisa mencapai 5.000 meter kain lurik.

“Dari semua produk, yang paling populer adalah kain lurik bermotif batik atau lurik dengan harga Rp100.000-Rp110.000,” katanya.

Semua produknya tersebut dipasarkan secara offline melalui showroom dan pameran-pameran, serta secara online melalui akun media sosial. Yusup juga memanfaatkan para reseller yang tertarik untuk memasarkan produknya dan sudah tersebar di berbagai kawasan di Indonesia.

Meskipun bisnisnya cenderung terus berkembang hingga saat ini, suami dari Isnilaila ini mengaku tantangannya pun semakin besar. Tak sekadar dari fluktuasi harga bahan baku, tetapi juga dari tenaga kerja dan gempuran produk-produk buatan mesin.

“Sekarang kendala utamanya adalah regenerasi operator ATBM, pengrajin lurik semakin berkurang khususnya dari generasi muda,” katanya.

Untuk itu, Yusup pun mulai menjalankan pelatihan-pelatihan dan pembinaan untuk operator muda. Fungsinya supaya ada regenerasi yang meneruskan produksi lurik ATBM yang menjadi warisan leluhur.

Di sisi lain, banyaknya lurik buatan mesin pun bisa membuat pamor lurik ATBM tergerus, apalagi jiga masyarakat awam tidak bisa membedakan mana lurik buatan tangan dan mana yang buatan mesin.

“Akan merepotkan jika konsumen tidak bisa membedakan dan mengenali produk buatan mesin, karena dalam pemasarannya produsen lurik mesin jarang yang menyebutkan bahwa produknya buatan mesin,” katanya.

Menurutnya, cara paling mudah untuk membedakan kain lurik buatan mesin adalah dengan dengan cara diterawang. Biasanya, lurik buatan mesin anyamannya lebih rata dan rapi sesuai dengan pengaturan mesin, sedangkan lurik ATBM lebih anyamannya lebih tidak stabil dari kepadatan kainnya.

“Masyarakat diharapkan bisa sadar dan memilih produk ATBM karena secara langsung mendukung pengembangan ekonomi masyarakat, selain itu produknya pun lebih eksklusif,” imbuhnya.

Yusup optimistis dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat atas produk lurik yang berkualitas, bisa terus mendorong bisnis padat karya ini semakin berkembang.

Hal tersebut juga didukung oleh kebijakan pemerintah pusat maupun daerah yang sudah mulai mengapresiasi penggunaan kain-kain nusantara dalam berbagai kesempatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper