Bisnis.com, JAKARTA - Jika berkunjung ke suatu hotel, benda apa yang paling sering dibawa pulang oleh para tamu? Jawabannya, sandal.
Sandal bisa dibilang menjadi salah satu item yang wajib ada di tempat penginapan, mulai dari penginapan kelas homestay hingga hotel berbintang. Selain dapat digunakan sebagai alas kaki selama menginap di hotel, benda tersebut biasanya akan dibawa tamu hotel sebagai kenang-kenangan.
Jika tidak dibawa pulang, lazimnya pihak hotel juga akan mengganti sandal bekas di kamar dengan sandal baru, demi kenyamanan tamunya.
Pertumbuhan hotel-hotel dan tempat penginapan baru tentu saja membuat pasar untuk sandal hotel selalu ada. Permintaannya pun terbilang tinggi. Dalam sekali order, jumlah pesanan untuk sandal hotel bisa mencapai ratusan hingga puluhan ribu pasang.
Tak heran, kondisi ini membuat banyak pelaku usaha yang meramaikan industri pembuatan sandal hotel sejak dulu hingga kini. CV Pilaar adalah salah satu produsen yang meramaikan bisnis sandal hotel di Tanah Air. Usaha yang berbasis di Yogyakarta ini berdiri sejak 4 tahun lalu.
Kusumajati, Kepala Bagian Produksi CV Pilaar, menceritakan bahwa bisnis tersebut berdiri lantaran melihat pertumbuhan hotel baru di Indonesia setiap tahunnya.
Menurut dia, sebagai orang yang pernah mengecap pengalaman bekerja di bidang perhotelan, sang pemilik usaha sangat paham melihat tingginya kebutuhan hotel terhadap pasokan alas kaki. Tak jarang, satu hotel memasok sandal dari beberapa produsen sekaligus karena alasan keterbatasan kapasitas produksi.
Pada awal-awal masa produksi, CV Pilaar membidik segmen pembeli dalam skala kecil, yakni untuk kebutuhan suvenir pernikahan. Secara bertahap kapasitas produksi ditingkatkan dan pihaknya mulai memasukkan penawaran ke hotel-hotel bintang tiga baru di Yogyakarta. Tercatat ada 12 hotel yang meru-pakan pelanggan tetap CV Pilaar.
Mereka rutin mengorder sandal mulai dari 1.000 hingga 10.000 pasang sandal setiap bulannya. Di luar pelanggan tetap, produk sandal CV Pilaar juga sudah pernah merambah ke hotel-hotel di seluruh Indonesia, seperti Yogyakarta, Solo, Magelang, Jakarta, Tangerang, Bali, Balikpapan, Palangkaraya, hingga Papua.
Para pelanggan tersebut umumnya mengenal CV Pilaar dari situs Internet, pusatsandalhotel.com; serta media sosial, seperti Instagram dengan akun @ Rumahsandal.
CV Pilaar memproduksi beraneka ragam model sandal hotel. Secara garis besar, ada 11 kelompok bahan yang disediakan, yakni bahan spons, spons dilapisi kain puring, handuk, wafel, pandan, tikar, mendong, batik, satin, spons yang diembos, serta tenun lurik.
Dari berbagai bahan tersebut, yang paling banyak dipesan hotel-hotel adalah sandal dari bahan spons. Adapun, sandal dari bahan handuk dan wafel umumnya dipesan oleh hotel bintang lima.
Sementara itu, sandal dari bahan serat alami mayoritas dipasok ke hotel di daerah Bali. Harga yang dipatok untuk sepa-sang sandal buatan CV Pilaar mulai dari Rp1.900 hingga Rp15.000 per pasang. Adapun, sandal dari bahan anyaman serat alami dibanderol sekitar Rp10.000 per pasang.
“Setiap bulan, kami mampu memproduksi sekitar 60.000 pasang sandal dengan omzet sekitar Rp200 juta dan margin laba 10%-20%,” tutur Kusumajati.
Kusumajati mengaku pasar untuk sandal hotel pada dasarnya masih terbuka luas. Apalagi mengingat dunia pariwisata di Indonesia masih terus bertumbuh sehingga membuat banyak hotel baru berdiri di berbagai lokasi.
Persaingan dalam bisnis ini belum terlalu jenuh meskipun banyak pelaku usaha yang muncul. Satu-satunya kendala, menurutnya, adalah seringnya sesama pelaku usaha bersaing dengan cara saling menekan harga.
Pelaku usaha yang baru atau ingin memasuki pasar kerap memberikan harga miring sehingga merusak pasar. Kendati demikian, pelaku usaha demikian justru tidak akan bertahan lama dalam bisnis tersebut.
Oleh karena itu, alih-alih ikut berperang harga, Kusumajati dan timnya lebih memilih berstrategi dengan menjaga kualitas produk, serta menjaga ketepatan waktu produksi sesuai dengan yang dijanjikan.
Selain mempertahankan pelanggan lama, mereka juga rajin menjajaki peluang kerja sama dengan menawarkan proposal ke hotel-hotel baru atau ke jaringan hotel yang baru membuka cabang.
Selain kalangan perhotelan, sebanyak 30% produknya terserap untuk kebutuhan suvenir lewat peran para event organizer, wedding organizer, serta penjualan di pusat-pusat suvenir.
PASAR LUAR NEGERI
Pelaku usaha lain yang menikmati empuknya laba di bidang bisnis sandal hotel adalah Yogastyo yang berbasis di Patonoro, Bantul, Yogyakarta. Bagi Yoga, usaha pembuatan sandal hotel bukanlah hal baru.
Dia sudah berkenalan dengan usaha tersebut sejak masih muda karena melihat pamannya yang sudah memiliki bisnis pembuatan sandal pada 1999. Produk yang dibuat dengan skala home industry oleh pamannya saat itu sudah sempat diekspor hingga ke luar negeri, seperti Korea dan Jepang. Akan tetapi, gempa yang mengguncang Yogyakarta membuat usaha tersebut sempat berhenti; dan baru dihidupkan kembali pada 2010.
Yoga mulai terlibat penuh dalam pengoperasian bisnis pembuatan sandal sejak 2013. Dia juga menjadi owner, di bawah badan usaha CV Sari Bumi Lestari. Kala itu, Yoga mengaku mengeluarkan modal sekitar Rp21 juta untuk membeli sejumlah peralatan usaha, seperti mesin jahit, mesin pemotong, kompresor, bahan baku, tenaga kerja, serta sewa tempat usaha.
“Saat ini, kami memproduksi berbagai jenis sandal mulai dari sandal dari bahan spons, batik, pandan, mendong, handuk, dan wafel. Untuk yang pasar ekspor, paling banyak sandal pandang dan batik,” tuturnya.
Harga jual yang dibaderol untuk setiap pasang sandal hotel bervariasi, mulai dari Rp1.900 per pasang hingga yang termahal Rp23.000 per pasang. Perbedaan harga tersebut dipengaruhi faktor antara lain tingkat kualitas bahan yang digunakan, warna, penggunaan bordir atau sistem sablon, dan desain model.
Sandal yang termurah adalah yang menggunakan bahan spons polos warna putih dengan ukuran ketebalan 3 mm. Adapun, yang termahal menggunakan bahan alas rubber dengan ketebalan 5 mm.
Dia menerapkan jumlah pesanan minimal 500 pasang sandal per order. Namun, jika ingin melakukan kustomisasi, konsumen wajib memesan dengan jumlah minimal sebanyak 3.000 pasang untuk bahan wafel, serta minimal 2.000 pasang untuk bahan handuk.
Produksi per order biasanya memakan waktu maksimal 1,5 bulan. Biasanya setelah diskusi model dan desain, Yoga akan membuat produk contoh terlebih dahulu. Setelah klien merasa cocok, dia meminta uang muka 50%. Pelunasan akan dilakukan setelah barang selesai dan siap untuk dikirim.
Pada dasarnya, Yoga meladeni semua permintaan yang masuk mulai dari event organizer, wedding organizer, ataupun perusahaan dan rumah sakit. “Akan tetapi, mayoritas konsumen kami sejauh ini adalah penginapan, mulai dari homestay hingga yang berbintang lima,” kata dia.
Sejak menggawangi bisnis tersebut, Yoga menggunakan teknik pemasaran secara online untuk dapat memperluas jangkauan pasar. Dia memanfaatkan berbagai e-commerce, seperti Alibaba dan Aliexpress, serta Tokopedia dan OLX.
Dia juga menggencarkan promosi melalui media sosial, seperti Instagram lewat akun @Sandalmurahhotel dan juga situs web homesandal.com.
Dengan cara pemasaran online tersebut, Yoga mengakui pasarnya semakin terbuka luas. Sebanyak 25% pasarnya berada di Yogyakarta, 40% di Bali, dan sisanya tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Sejauh ini, Yoga mengaku sudah pernah mengirim ke semua kota, kecuali Sulawesi dan Papua.
Dibantu enam orang tenaga kerja, CV Sari Bumi Lestari mampu memproduksi sekitar 20.000-30.000 sandal per bulan. Selain untuk pasar dalam negeri, produk tersebut juga disalurkan ke hotel langganan di Kazakhstan dan Jepang yang diekspor lewat pemasok.
Sejak menggeluti bisnis sandal hotel, Yoga menyadari banyak peluang yang belum tergarap secara optimal. Dia kerap mendapat pesanan dalam jumlah besar dari sejumlah pihak. Akan tetapi, karena tempo waktu yang diberikan calon pembeli terlalu singkat, dia terpaksa menolak.
Dia lebih memilih meladeni permintaan sesuai dengan antrean pesanan yang masuk. Yoga bercita-cita mampu meningkatkan kapasitas produksinya agar dapat memenuhi pesanan dari hotel-hotel dari daerah dan negara lain.
Pada 2017, dia berencana membangun pabrik baru dengan kapasitas hingga 70.000 pasang sandal per bulan. Bisnis sandal hotel, menurut lajang 32 tahun ini, terbilang menguntungkan dan masih prospektif.
Sejauh ini, dia mampu membuku-kan omzet minimal Rp38 juta setiap bulan dengan margin laba sekitar 15%-20%. “Selama bisnis pariwisata masih berjalan bagus, usaha ini akan tetap lancar,” tuturnya (Ropesta)