Bisnis.com, JAKARTA - Memperingati hari pahlawan, hotel Grand Inna Malioboro, Jogjakarta, mengundang veteran para pelaku sejarah yang telah mendedikasikan dan mengabdikan hidupnya demi kemerdekaan tanah air tercinta, Indonesia - untuk napak tilas peninggalan sejarah yang terdapat di Grand Inna Malioboro.
General Manager Grand Inna Malioboro, Agus Arif menjelaskan bahwa acara peringatan hari pahlawan yang dilaksanakan tidak terlepas dari semangat "BUMN Hadir Untuk Negeri" dan "Bakti BUMN Untuk Veteran".
Acara itu memberikan makna dan nilai tersendiri bagi para veteran pejuang dengan dilaksanakannya pencanangan pembangunan prasasti (tetenger/tanda) aksi Jogja Kembali.
"Tetenger" (tanda) sejarah Jogja Kembali yang terdapat tepat di depan hotel Grand Inna Malioboro merupakan monumen sejarah ditariknya bala tentara Belanda dari ibu kota Republik Indonesia di Jogjakarta berdasarkan kesepakatan dalam persetujuan Roem-Royen, yang dibacakan secara formal oleh Komisi PBB tanggal 1944 pukul 17.00.
Selama ini prasasti "tetenger" yang sarat nilai sejarah tersebut terlihat kurang terawat dan karena tertutup oleh berbagai aktivitas orang di sekitar area tersebut, maka tetenger menjadi tanda yang seakan tidak atau kurang bernilai.
Usai pencanangan prasasti tetenger yang ditandai dengan pemotongan tumpeng yang diberikan kepada para veteran pejuang, para veteran berkesempatan melakukan napak tilas ke kamar 291 Grand Inna Malioboro.
Kamar 291 - saat ini dinamai "Soedirman Suite", pada masa perjuangan merupakan kantor "MBO" (Markas Besar Oemoem) Tentara Keamanan Rakyat Pimpinan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Pada tahun 1946, Jogjakarta menjadi ibu kota Indonesia, dan karena situasi politik dan keamanan nasional, hotel Medeka (saat ini Grand Inna Malioboro) sementara dipergunakan sebagai kompleks kantor untuk kabinet pemerintahan pada saat itu. Belanda berusaha menaklukkan Indonesia lagi dan perang terjadi antara kolonialis dan tentara Indonesia. Panglima Besar Jenderal Soedirman tinggal di kamar 291 selama melakukan gerilya.
Salah satu veteran pejuang, Samdi yang saat ini berusia 90 tahun di sela-sela acara menceritakan kenangan perjuangannya ketika - sebagai Tentara Pelajar - ia melakukan peperangan di Surabaya saat pendaratan pertama sekutu yang dipimpin Malaby di Waru, Surabaya; yang mengakibatkan semua gedung dan bangunan di Surabaya saat melakukan gerilya.
Mamiek Katamsi, veteran pejuang yang saat ini berusia 85 tahun dan menjabat ketua Yayasan Wehrkreise (Yayasan Pertahanan) menyampaikan harapannya kita semua dapat memaknai dan mengisi kemerdekaan dengan dedikasi, pengabdian, dan pengorbanan.