Bisnis.com, JAKARTA – Nama Mark Cuban identik dengan uang dan kesuksesan. Kata teman, kalau boleh membandingkan, Cuban setali tiga uang dengan pencari bakat jenius di industri musik, Simon Cowell.
Insting tajam Cuban dalam acara reality show populer “Shark Tank” menelurkan bakat-bakat wirausahawan yang menjanjikan. Siapa nyana, hidup investor yang juga pemilik tim bola basket Amerika, Dallas Mavericks, ini tidak selalu mudah.
Cuban berasal dari keluarga kelas pekerja yang tidak banyak berekspektasi tentang masa depannya. Bahkan ketika muda, ia hanya disarankan oleh sang Ibu untuk belajar memasang karpet.
Padahal, sedari kecil sudah terlihat mental pengusaha di dalam dirinya. Etos kerja dan tekad wirausaha pun diperlihatkan setelah kuliah. Ia melepas pekerjaannya dan memulai perusahaan sendiri bernama MicroSolutions.
Langkah finansial besar diambilnya ketika memutuskan membeli tim basket Dallas Mavericks. Dari sebuah tim bereputasi tak istimewa, Dallas Mavericks mampu memenangkan NBA Championship.
Melihat sosoknya sekarang, Cuban jelas telah berkali-kali membuktikan bahwa Ibunya salah. Seakan tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, Cuban selalu berusaha membagi hal yang ia pelajari menuju kesuksesan.
Ulet dan Cerdas
Dilansir dari Biography, Mark Cuban dilahirkan pada 31 Juli 1958 di Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat (AS). Ayahnya, Norton, menghabiskan hampir setengah abad waktunya bekerja memasangkan pelapis untuk mobil.
Kakeknya, Morris Chobanisky, beremigrasi dari Rusia dan menafkahi keluarga dengan menjual barang dagangan dari belakang truk. Setelah beremigrasi, ia mengubah nama keluarga Chobanisky menjadi Cuban.
Seperti halnya sang kakek, Cuban memiliki keuletan untuk membuat kesepakatan bisnis serta mengukir kehidupan yang lebih baik untuk dirinya sendiri.
Pada usia 12 tahun, Cuban menjual kantong-kantong sampah untuk membeli sepasang sepatu yang dia sukai. Di sekolah menengah, ia mendapatkan uang ekstra dengan cara apa pun, terutama dengan menjual prangko dan koin.
Sudah ulet, Cuban juga dikenal berotak encer. Ia mengambil kelas psikologi di University of Pittsburgh selama tahun pertama sekolah menengah. Dia kemudian melewatkan tahun seniornya dan mendaftar untuk belajar purna waktu di bangku kuliah.
Setelah tahun pertamanya, Cuban pindah ke Indiana University. Demi mendapatkan uang untuk melanjutkan pendidikan yang dibiayainya sendiri, Cuban mulai memberi pelajaran menari. Usaha ini menuntunnya menjadi pembawa acara pesta disko di Bloomington National Guard Armory.
“Orang-orang mengira saya bisa bekerja di sebuah pabrik. Ibu ingin saya belajar cara memasang karpet karena khawatir tentang masa depanku. Tidak ada yang menaruh harapan besar. Tapi saya adalah seorang pejuang,” ujarnya di kemudian hari, seperti dikutip CNBC.
Mengadu Nasib Berbisnis
Setelah lulus kuliah pada tahun 1981, Cuban pindah kembali ke Pittsburgh dan bekerja di Mellon Bank, tepat ketika perusahaan itu siap beralih menggunakan komputer. Serta merta ia terseret membenamkan diri dalam mempelajari mesin dan jaringan.
Namun, ia tidak tertarik untuk berdiam lebih lama di kota kelahirannya. Pada 1982, ia meninggalkan Pittsburgh dan pergi ke Dallas. Ia kemudian meninggalkan pekerjaannya menjadi penjual perangkat lunak dan membentuk bisnis konsultasi komputernya sendiri, MicroSolutions.
Dengan cepat ia menjadi ahli di bidang komputer dan jaringan komputer. Ia juga memiliki bakat untuk membangun perusahaan yang cerdas dan menguntungkan. Pada tahun 1990, Cuban menjual MicroSolutions kepada CompuServe seharga US$6 juta.
Kecakapannya membukukan keuntungan, bagaimanapun, jauh dari selesai. Melihat prospek berkembangnya Internet, Cuban beserta seorang mitra bisnis, alumnus Indiana Todd Wagner, memulai AudioNet pada tahun 1995.
Pembentukannya berakar pada keinginan untuk dapat mendengarkan permainan bola basket secara online. Terlepas dari kritik di awal perjalanannya, perusahaan ini terbukti menuai sukses besar.
Setelah berganti nama menjadi Broadcast.com, perusahaan ini go public pada tahun 1998. Tak lama, sahamnya pun naik mencapai US$200 per saham. Pada April 2000, Wagner dan Cuban mengambil langkah strategis menjualnya ke Yahoo! dengan nilai mendekati US$6 miliar.
Dallas Mavericks
Pada tahun 2000, Cuban mengambil langkah mengejutkan lain dengan membeli Dallas Mavericks seharga US$285 juta dari pemilik sebelumnya, Ross Perot Jr.
Bagi Cuban, kesempatan untuk menjadi bagian dari dunia olahraga profesional adalah seperti sebuah mimpi. Langkah ini, akan tetapi, disambut kritik luas. Nilai pembelian untuk sebuah tim yang tidak memiliki reputasi 'wah' dianggap berlebihan.
“Semua orang berkata, 'Kamu idiot karena tim itu payah dan itu adalah harga terbesar yang pernah dibayarkan untuk sebuah tim olahraga.' Namun saya hanya seakan berkata 'Saya tidak peduli,'” tutur Cuban.
Cuban adalah Cuban. Ia menampik kritik ini dan membuktikan yang sebaliknya. Cuban menggunakan peran barunya sebagai pemilik untuk membalik kondisi tim saat itu. Ia mengubah budaya tim, mendirikan stadion baru, dan memacu para pemainnya.
Insting Cuban lagi-lagi terjawab. The Mavericks, di bawah penanganannya, justru dapat membukukan rekor kemenangan bahkan memenangkan NBA Championship pada 2011 dengan mengalahkan Miami Heat.
Cuban juga membawa sentuhan inovasi untuk kepemilikannya terhadap tim ini. Dia adalah pemilik tim basket pertama yang meluncurkan blognya sendiri, perpaduan antara wawasan teknologi dan pemikirannya tentang bola basket NBA.
Blog ini menjadi sangat populer dan menerima ribuan email setiap hari dari para pembacanya.
Kontroversi
Karakter yang blak-blakan berikut kepribadiannya yang 'bombastis' terkadang bisa menyulitkan. Ia menarik respons luas ketika berkomentar bahwa kasus penyerangan seksual oleh pebasket Kobe Bryant pada 2003 sebagai sesuatu yang bagus untuk NBA.
“Ini adalah realitas yang terjadi di dalam televisi, orang-orang menyukai kejadian besar dalam televisi. Anda bisa benci untuk mengakuinya, tapi itu adalah kebenaran, realitas yang terjadi dewasa ini,” dalih Cuban.
Dalam contoh lain, ia berani mencela mantan direktur NBA, Ed Rush. Meski mengakui kecakapan Rush, Cuban mengatakan secara pribadi tidak akan mempekerjakannya bahkan untuk mengelola sebuah restoran cepat saji.
Sejumlah kasus kontroversial lain berturut-turut menyandungnya, mulai dari tuduhan praktik ilegal terkait dengan situs web mesin pencari Internet, komentar bernada rasis, hingga laporan pelecehan seksual.
Tetap Berkarya
Meski memiliki banyak alasan untuk pensiun dari dunia bisnis, Cuban tetap melancarkan aksinya. Ia terjun ke pasar televisi berevolusi tinggi (HDTV) dengan HDNet (kemudian AXS TV), meluncurkan acara realitasnya sendiri, dan atas saran salah satu putrinya, ambil bagian dalam “Dancing with the Stars” pada 2007.
Cuban juga membawa ketajaman berbisnisnya ke dunia film dan produksi televisi dengan membeli jaringan Landmark Theatres dan Magnolia Pictures pada tahun 2003.
Ia terdaftar sebagai produser eksekutif untuk film-film terkenal seperti “Goodnight and Good Luck” (2005) dan “Akeelah and the Bee” ( 2006), serta tampil dalam serial TV populer “Entourage” dan “The League”.
Kemampuan beraktingnya semakin terasah dengan muncul dalam versi layar lebar “Entourage”, dan berperan sebagai Presiden AS Marcus Robbins dalam film “Sharknado 3”.
Meski demikian, Cuban tetap bertengger di jajaran atas tren teknologi dengan meluncurkan aplikasi media sosial bernama Cyber Dust pada tahun 2014. Ia juga mendorong dirinya masuk ke kancah politik dan beberapa kali terlibat dalam kampanye kepresidenan AS, di antaranya dengan memberi dukungan untuk Hillary Clinton.
Baru-baru ini ia kembali ke Pittsburgh mengunjungi almamaternya, Mount Lebanon High School, untuk berdiskusi dengan para siswa dan berharap dapat menginspirasi mereka.
“Saya suka kewirausahaan karena itulah yang membuat negara ini tumbuh. Dan jika saya dapat membantu perusahaan-perusahaan berkembang, saya akan menyusun fondasi untuk generasi mendatang.”
Jadi Suami atau Capres?
Dikenal kerap mengritik kebijakan Presiden Donald Trump, Cuban sempat mempertimbangkan untuk maju dalam bursa pencalonan presiden AS tahun 2020. Ia bisa saja mewujudkan idenya itu... jika ia belum berkeluarga.
Cuban bertemu dengan bakal istrinya, Tiffany, di sebuah pusat kebugaran pada 1997. Saat itu Cuban telah meluncurkan Broadcast.com, sedangkan Tiffany berprofesi sebagai eksekutif agensi periklanan.
Kepada New York Times, Tiffany pernah mengungkapkan besarnya kesabaran yang dibutuhkan untuk menyesuaikan kehidupan sehari-hari dengan sang miliarder. Hubungan keduanya juga tak jarang terbentur masalah waktu.
Cinta memenangkan segalanya. Pada 2002, mereka melangsungkan acara pernikahan sederhana namun berkesan di sebuah pantai di Barbados, yang hanya dihadiri oleh 20 teman dekat dan keluarga.
Keduanya kini telah memiliki tiga anak. Meski hidup bergelimang harta, Cuban dan istrinya selalu menekankan pentingnya arti kerja keras kepada anak-anak mereka.
“Mereka tidak bisa menjadi putra atau putri Mark Cuban atau Tiffany Cuban. Mereka harus dewasa dan mereka harus bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan,” tutur Cuban, dikutip dari Business Insider.
Namun bukan berarti minat Cuban dalam dunia politik hilang. Ia berseloroh bahwa ambisi politiknya mungkin terbukti menjadi halangan dalam pernikahannya.
Ketika Cuban memunculkan wacana untuk mencalonkan diri menjadi Presiden AS pada tahun 2020, sang istri selalu memberi respons yang sama. “Dia bertanya apakah saya ingin tetap menikah,” gelaknya.