Bisnis.com, JAKARTA – Integrasi menuju remote working di kalangan dunia usaha ternyata tidak mudah karena memerlukan adaptasi yang berbeda pada setiap sektor usaha.
Dikutip dari survei Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Senin (3/8/2020), selama pandemi Covid-19 ini ada 64 persen dari 1.213 responden yang mengatakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Persentase pekerja WFH perempuan cukup tinggi yakni 70 persn, dan laki-laki 59 persen.
Menanggapi produktivitas dunia usaha selama WFH dan tren remote working, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Harijanto menyatakan perubahan yang cukup besar dalam proses kerja selama masa pandemi ini masih membutuhkan waktu transisi.
Dia menyebut perubahan kerja ini terbukti akan mempengaruhi beberapa sektor kerja lain. Oleh sebab itu, tidak semua jenis sektor usaha bisa beradaptasi dengan remote working.
“Saat ini semua sektor sedang mencari sistem masing-masing, sesuai ciri khas dan pola bisnisnya,” ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu yang lalu.
Meski begitu Harijanto memprediksi mekanisme kerja di masa depan akan sangat berubah. Oleh sebab itu tenaga kerja harus mulai beradaptasi dan meningkatkan kapasitas dalam mengaplikasikan teknologi digital.
Baca Juga
Menurut Praktisi Human Resources, Monica Oudang, yang kini menjabat sebagai Chairwoman Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), remote working adalah kunci untuk manajemen kesuksesan kerja. Hal ini terbukti dengan efektivitas kerja yang masih bisa berjalan baik selama proses bekerja dari rumah alias WFH.
Meski begitu, remote working ini tidak bisa diterapkan tanpa terpenuhinya sejumlah indikator yakni; infrastruktur, mempersiapkan tenaga kerja, dan manajemen pekerjaan.
Pertama, terkait kesiapan infrastruktur sangat berkaitan dengan teknologi atau platform kerja bersama antara lain; Google Meeting sampai Zoom.
Kedua, terkait manajemen pekerjaan pentingnya email dan dokumentasi proses dan hasil kerja sebagai tolak ukur proses kerja.
Ketiga, terkait mempersiapkan sumber daya manusia Monica menilai masih ada peran penting dari manajer untuk membantu efektivitas kerja dan mendorong target.
Dia pun menekankan pentingnya artificial intelligence dalam bekerja. Posisi manajer harus mengupayakan manajemen yang efektif dan berkemampuan pada macro managing sampai micro managing.
“Artinya manager ini yang sangat menentukan output dan goals dari proses kerja remote working. Kalau saat ini misal pakai KPI [Key Performace Index] ke depan masih bisa berubah, karena harus dilihat day to day business,” ungkap Monica kepada Bisnis.
Monica yang selama 5 tahun menjabat Chief Human Resources di Go-Jek ini menambahkan selain kapasitas digital, beban kerja dengan remote working menuntut kapasitas ekstra baik dari sisi perilaku dan etika kerja. Selain itu indikator penting lain ialah kemampuan belajar dan beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat. Oleh sebab itu, dia menegaskan penting bagi tenaga kerja Indonesia untuk memiliki integritas yang baik dan kemampuan berpikir kreatif.
“Harus orang yang punya curious mindset bisa bekerja pada era remote working, kemandirian berpikir, kreatif, lebih cepat dalam mencari tahu, belajar, dan menciptakan kreativitas. Terbukti dari pandemi ini, orang yang high performance dan low performance tercermin dari curiousity, growth mindset,” papar Monica.