Bisnis.com, JAKARTA -- Menjadikan cokelat sebagai bagian dari gaya hidup orang Indonesia menjadi kata kunci utama untuk pendukung pertumbuhan industri cokelat dalam negeri.
Founder dan CEO Krakakoa Sabrina Mustopo berbagi bahwa peluang usaha berbahan dasar cokelat untuk tumbuh masih sangat besar.
Ada banyak untapped market atau pasar yang belum tersentuh oleh produk cokelat meskipun kita sering melihat berbagai varian menu cokelat pada makanan ringan atau minuman.
"Orang-orang mungkin banyak yang suka cokelat tapi masih sebatas dalam bentuk minuman atau makanan ringan. Bukan chocolate bar," ungkapnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Peluang ini diterapkan pada strategi pemasaran Krakakoa yang memperkenalkan cokelat dengan konsep pasangan (pairing), seperti wine dengan keju.
Pasangan cokelat dan kopi menurut Sabrina akan menjadi sangat menarik apalagi jika menggunakan bahan-bahan berkarakteristik khusus (specialty) yang dapat menciptakan profil rasa baru.
Baca Juga
Krakakoa juga menjalin kerjasama dengan perusahaan atau komunitas kopi untuk memperkenalkan cokelat kepada orang-orang yang sudah biasa menikmati specialty coffee.
Untuk mencapai pasar yang lebih luas, UMKM cokelat Indonesia memerlukan tidak hanya bahan baku dan produk berkualitas.
Krakakoa sendiri fokus pada produksi cokelat dengan biji kakao berkualitas tinggi yang secara khusus ditanam secara organik dan melalui proses fermentasi, tahapan yang belum banyak diaplikasikan oleh petani kakao Indonesia.
Bagi Sabrina, produk cokelat Krakakoa menjadi istimewa bukan hanya karena menggunakan biji kakao terbaik namun lebih kepada upaya bertahun-tahun untuk mendorong hasil pertanian kakao agar naik kelas dan layak berkompetisi di pasar yang lebih besar.
Upaya yang sama juga dilakukan oleh Yayasan Kalimajari, pendamping program Kakao Lestari di Kabupaten Jembrana, Bali.
Pemberdayaan petani dan UMKM kakao di Jembrana dilakukan dengan mendukung penjualan hasil panen kakao petani setempat kepada pembeli, domestik maupun internasional.
Sejak 2015 hingga 2019, para petani kakao di Desa Jembrana sudah memproduksi sekitar 81,6 ton biji kakao fermentasi yang sebagian besar dikirimkan ke negara-negara di Eropa seperti Prancis, Belgia, Jepang dan Australia.
"Tahun 2020 produksi kakao fermentasi meningkat, total 48 ton dari 42 ton pada 2019. Mungkin ini juga berkat dari pandemi," ujar Direktur Yayasan Kalimajari I Gusti Agung Widiastuti, yang merupakan pendamping program Kakao Lestari di Kabupaten Jembrana.
Banyak pembeli asing yang tertarik dengan karakteristik biji kakao Jembrana yang lebih kuat dari hasil produksi di kawasan lain yang tidak melalui proses fermentasi.
Desa Jembrana juga merupakan satu-satunya komunitas produsen biji kakao terbesar di Indonesia yang melakukan proses fermentasi sebelum biji diproses ke tahap selanjutnya hingga menjadi cacahan atau nibs.
Pandemi tahun lalu sempat memukul keberlangsungan pemesanan dan penjualan biji kakao Jembrana. Namun komunitas ini berhasil bangkit lagi berkat dukungan konsumen loyalnya yang datang dari Eropa dan Amerika.