Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menelisik Kultur agar Bisnis Tak Terbentur

Apa yang perlu dicermati lebih dulu untuk menggolkan kesepakatan bisnis dengan pengusaha asing? Kultur yang sangat berbeda perlu dijembatani dengan berbagai strategi jitu.
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) memberikan es krim kepada Presiden China Xi Jinping sebagai hadiah ulang tahun sebelum konferensi Interaction and Confidence-Building Measures in Asia (CICA) di Dushanbe, Tajikistan (15/6/2019)./Reuters
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) memberikan es krim kepada Presiden China Xi Jinping sebagai hadiah ulang tahun sebelum konferensi Interaction and Confidence-Building Measures in Asia (CICA) di Dushanbe, Tajikistan (15/6/2019)./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA— Keunikan stelan jas boleh saja sama tetapi cara berinteraksi pebisnis di setiap negara memiliki keunikan tersendiri.

Bila Anda ingin berkongsi dengan pebisnis Rusia, misalnya, tidak ada pilihan lain kecuali mempelajari lebih dulu karakter mereka secara mendalam sampai akhirnya mengetahui betul filosofi bisnis yang diusung.

Melihat kemitraan bisnis yang berbuah keuntungan memang menyenangkan. Seolah tidak ada halangan yang tidak dapat disingkirkan. Dari luar kesan demikian begitu kuat muncul.

Bila dicermati lebih mendalam, setiap pebisnis mempunyai gaya dan karakter masing-masing. Diangkat ke cakupan yang lebih luas, pengusaha Indonesia misalnya, memiliki kekhasan tersendiri dalam menjalin kemitraan. Hal yang sama berlaku pula bagi pebisnis negara-negara lain.

Ambil saja contoh pengusaha Rusia dan China. Apa yang membedakan keduanya dalam melebarkan sayap usaha dan kemitraannya?

Dalam tulisannya berjudul The Difference between Chinese and Russian Entrepreneurs (2008), Bat Batjargal memilah pokok-pokok perbedaan keduanya yang rasanya perlu dicermati juga oleh para pelaku usaha di Tanah Air.

Menurut dia, tampak sekali perbedaan gaya pebisnis Rusia dan China dalam hal jejaring (networking). Mengetahui masalah dasar persoalan ini bisa menjadi modal berharga untuk membuahkan deal bisnis dengan mereka.     

Hal pertama yang disoroti peneliti dari Universitas Harvard (Amerika Serikat) itu adalah dinamika institusionalisasi di Rusia dan China. Pada aspek ini saja perbedaannya bagaikan siang dan malam.

China cenderung membangun pranata dan sistem secara berkelanjutan dan dalam atmosfer yang jauh dari gejolak. Sebaliknya, Rusia terkesan tidak sabar.

Negeri yang sempat dijuluki Beruang Merah ini tampaknya tidak terlalu mementingkan keteraturan dalam membangun pranata. Artinya, perubahan demi perubahan untuk mencapai pranata yang dianggap baik bisa saja dilakukan secara cepat dan ‘revolusioner’ sesuai kebutuhan era saat itu.

Alhasil, ‘suasana kebatinan’ pebisnis Rusia dan China juga jauh berbeda. Menurut Batjargal, pengusaha dari Negeri Panda cenderung berpikir pragmatis dan menyukai hal-hal konkrit.

Tidak demikian halnya dengan sejawat mereka di Rusia. Orang Rusia suka memikirkan hal-hal yang abstrak. Meski demikian, rakyatnya Vladimir Putin ini tidak alergi dengan pergulatan pemikiran, perbedaan pendapat, dan kontradiksi.   

Bagaimana dengan jejaring bisnis? Keduanya memiliki keunikan masing-masing. Keluarga dan kerabat dekat adalah lingkaran pertama bagi pengusaha China untuk menebarkan jejaring usahanya.

Bermodal institusi dan pranata yang berjalan stabil, pebisnis dari negara berpenduduk terbanyak di dunia ini bisa menjalin kemitraan dan kongsi dalam waktu yang lama pula.

Namun Sang Naga ini memiliki dualisme pula yang sulit disandingkan. Sistem registrasi di negara ini dikenal sangat kaku dan sistem ketenagakerjaan yang diatur oleh negara memicu terjadinya migrasi besar-besaran di daerah.

Selain itu, negara melarang jejaring di kalangan profesional, sementara tradisi guanxi (pertemanan atau koneksi informal) justru menutup peluang seseorang untuk memperluas jejaringnya.

Pemandangan lain dijumpai di Rusia. Sebagai bentuk kompensasi dari kelemahan dan bobroknya institusi dan pranata, pebisnis negara itu harus membangun sekaligus memperkuat jejaring baru.

Dengan demikian, mobilitas mereka jauh lebih dinamis dibandingkan dengan sejawat mereka di selatan. Namun, mengutip survei Bank Dunia, Batjargal juga menggarisbawahi bahwa tingkat kepercayaan di China jauh lebih baik ketimbang Rusia.

Persisnya, lebih dari 50% pebisnis dari Negeri Panda—dibandingkan hanya 16% pengusaha Rusia—mengamini pernyataan bahwa ‘sebagian orang bisa dipercaya’.

Nah, rakyatnya Putin cenderung tidak percaya kepada pihak ketiga. Pemahaman Apa yang bisa dilakukan pelaku bisnis di Indonesia? Pengusaha China yang memiliki minat besar meningkatkan hubungan ekonomi dengan Indonesia belum diimbangi dengan pengetahuan cukup mengenai potensi negeri ini.

Alhasil, hubungan bilateral, terutama di bidang ekonomi, antar kedua negara masih belum optimal. Rusia juga ingin memanfaatkan potensi pasar Indonesia sebesar-besarnya.

Masih segar dalam ingatan ketika Presiden Putin memboyong puluhan pengusaha dari negaranya ke Indonesia untuk menjajaki peluang bisnis.

Saat itu, tidak kurang dari 10 kesepakatan telah ditandatangani untuk mewujudkan kerja sama itu, mulai dari perlindungan investasi, kerja sama di bidang perikanan, penanganan situasi darurat hingga kerja sama di bidang pertahanan.

Rusia juga piawai memikat hati calon mitra bisnisnya dengan menggelar festival budaya di Jakarta, berkolaborasi dengan seniman Indonesia.

Jelas, Rusia dan China merupakan raksasa yang membutuhkan teman sejati. Tunggu apa lagi, Indonesia?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Inria Zulfikar
Editor : Inria Zulfikar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper