Bisnis.com, JAKARTA - Sergey Brin, salah satu pendiri Google, memberikan saham Alphabet Inc. senilai sekitar US$600 juta atau Rp8,9 triliun pada Kamis (18/9/2023).
Sayangnya, tidak ada informasi apapun mengenai siapa penerima 5,2 juta saham tersebut. Namun, saham-saham tersebut dibagi secara merata antara saham Kelas A yang baru dikonversi dan saham Kelas C.
Kemungkinan saham-saham tersebut diberikan kepada lembaga amal, atau diberikan kepada lembaga keuangan lainnya.
Pemberian ini terjadi dalam kurun waktu satu minggu saat kekayaannya mengalami lonjakan kekayaan sebesar US$18 miliar atau Rp268,8 triliun.
Kenaikan ini menjadi terbesar sejak Februari 2021, setelah para investor fokus terhadap AI yang meningkatkan nilai saham Alphabet.
Menurut Bloomberg Billionaires Index, saat ini kekayaan Sergey Brin mencapai US$100,7 miliar atau Rp1.504 triliun yang berasal dari kombinasi saham Kelas B dan Kelas C Alphabet. Tak heran apabila dia menempati urutan kesembilan dalam jajaran orang terkaya di dunia.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg, dia telah menjual saham senilai lebih dari US$10 miliar atau Rp149,3 triliun sejak perusahaan tersebut melakukan penawaran umum perdana pada 2004.
Sehari sebelum memberikan saham, perusahaan yang berbasis di Mountain View, California ini mengumumkan mesin pencarian yang lebih berbincang-bincang dan mengatakan bahwa chatbot yang didukung kecerdasan buatan mereka akan tersedia secara luas.
Pemberian saham ini mengikuti langkah serupa yang dilakukan oleh Brin pada akhir tahun lalu, di mana dia mentransfer sekitar 1 juta saham.
Dia juga menggunakan sebagian saham Alphabet-nya untuk mendirikan organisasi nirlaba baru yang disebut Catalyst4 yang berfokus pada kesehatan dan perubahan iklim, meskipun dokumen-dokumen menunjukkan sebagian besar pendanaannya saat ini berasal dari penjualan saham Tesla Inc. yang dilakukan dekat puncaknya pada akhir 2021.
Jadi Donatur Belasan Triliun
Tak hanya itu, beberapa kali Brin pun secara tertutup telah menjadi donatur terbesar. Salah satunya dengan menyalurkan dana US$1,1 miliar atau setara dengan Rp16,4 triliun untuk penelitian penyakit Parkinson guna kemajuan ilmu medis pada Desember 2022.
Pasalnya, menurut laporan dari Michael J. Fox Foundation dan Parkinson's Foundation, menyebutkan gejala yang menyebabkan tremor, gerakan lambat, kaku dan kesulitan keseimbangan, dan dapat berkembang perlahan selama bertahun-tahun ini telahmembebani ekonomi tahunan di AS yang mencapai US$58 miliar.
Di mana biaya tersebut diperlukan untuk pengobatan dan rawat inap, dan sisanya karena biaya non-medis seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan gaji, pensiun dini paksa dan biaya pengasuhan.