Bisnis.com, JAKARTA -- Setelah menggeser Starbucks, kini Mixue Bingcheng juga menggeser McDonald dan menjadikannya sebagai jaringan restoran terbesar di dunia.
Melansir Independent, Mixue Bingcheng adalah jaringan restoran teh boba dan es krim asal China yang memiliki lebih dari 45.000 restoran di seluruh dunia per September 2024. Sementara itu, menurut Statista, jumlah restoran McDonald's di seluruh dunia hanya sekitar 41.800 gerai.
Sebelumnya, Mixue juga disebut mengalahkan Starbucks, karena jaringan kedai kopi itu mengoperasikan 40.000 cabang di seluruh dunia.
Jaringan restoran cepat saji yang berbasis di Asia ini dikenal menjual es krim lembut seharga 1 yuan atau sekitar Rp2.200 di negara asalnya, serta minuman seharga 2 hingga 8 yuan.
Di Indonesia, harga minuman dan eskrim Mixue juga dimulai dari Rp8.000 sampai Rp15.000 saja.
Meskipun jumlah cabangnya sangat banyak, 90% di antaranya berada di China. Ada pula cabangnya di Indonesia, Vietnam, dan Malaysia. Namun, tidak ada satu pun cabang di Amerika Serikat.
Baca Juga
Mixue Bingcheng didirikan pada 1997 oleh Zhang Hongchao, dan awalnya berawal dari toko yang menjual es serut dan minuman dingin.
“Biarkan orang-orang di seluruh dunia makan dan minum enak hanya dengan dua dolar Amerika,” kata Hongchao terkait dengan strateginya bisnisnya.
Adapun, lebih dari 99% toko rantai minuman teh boba ini adalah waralaba atau franchise, dengan sebagian besar pendapatannya berasal dari penjualan bahan makanan, peralatan, dan kemasan kepada para pewaralabanya.
Meskipun Mixue Bingcheng memiliki jumlah lokasi terbanyak di seluruh dunia, tapi pendapatannya tetap masih tertinggal dari jaringan minuman besar lainnya di AS, seperti Starbucks dan Tim Hortons.
Namun, pertumbuhannya pesat. Menurut laporan keuangannya, laba bersih Mixue melonjak 42% menjadi US$479 juta hingga September 2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pendapatannya juga meningkat 21% menjadi US$2,6 miliar dalam sembilan bulan pertama 2024.
Sementara itu, pada Februari 2025 saja, McDonald’s melaporkan laba bersih kuartal keempat sebesar US$2,02 miliar, turun dari US$2,04 miliar pada tahun sebelumnya.
Penjualan jaringan makanan cepat saji tersebut menurun setelah tersiar kabar Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di AS menghubungkan wabah E. coli yang fatal dengan burger Quarter Pounder-nya.