Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Muhammad Harmudzie, Ide Kompor dari Biji Karet

Keberhasilan pria ini masuk 5 besar pada salah satu lomba kewirausahaan pada tingkat final di Jakarta, mungkin tidak bermakna besar bagi daerahnya. Dia hanyalah tetap sebagai seorang mahasiswa yang baru saja menyelesaikan studinya di Universitas Lambung

Keberhasilan pria ini masuk 5 besar pada salah satu lomba kewirausahaan pada tingkat final di Jakarta, mungkin tidak bermakna besar bagi daerahnya. Dia hanyalah tetap sebagai seorang mahasiswa yang baru saja menyelesaikan studinya di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

”Saya memang merasakan hal itu, karena selama ini pun dukungan yang diberikan kepada saya tidak optimal,” papar Muhammad Harmduzie kepada Bisnis tentang predikat wirausaha muda yang diraihnya di Jakarta pada awal tahun ini.

Padahal, penemuannya tergolong spektakuler karena mampu menemukan bahan bakar dari energi terbarukan, yakni bersumber dari biji pohon karet yang selama ini terbuang percuma ketika jatuh dari pohonnya karena sudah tua.

Penemuan sarjana kimia ini diberi nama Smartkom atau kompor berbahan bakar biopelet biji karet. Penemuan ini awal mulanya hanya didorong keingin-tahuan Harmudzie terhadap biji karet yang setiap hari terjatuh dari pohonnya.

Sebab, pemanfaatan kembali biji-bijian itu untuk menjadi bibit di perkebunan karet di daerahnya Banjarbaru, Banjarmasin, Kalimantan Selatan hanya sekitar 20%. Sisanya sebanyak 80% terbuang begitu saja tanpa pernah termanfaatkan.

Lalu dia melakukan riset kecil-kecilan seraya mengumpulkan biji karet untuk diteliti. Sedangkan pengumpulan biji karet bias dipastikan tidak memerlukan biaya, karena hanya mencari di bawah pohon karet yang terbentang luas di Kalimantan selatan.

Proses pertama yang dilakukannya adalah mengupas biji karet lalu dijemur. Setelah kekeringannya mencapai standar, lalu diproses dengan mesin giling sederhana untuk menghasilkan butiran pelet-pelet seperti yang dikonsumsi  hewan ternak ayam ataupun ikan.

Harmudzie lalu melakukan uji coba dengan membakar pelet, dan ternyata hasilnya sangat mengejutkan. Sebab, dengan memanfaatkan sekitar 100 gram biji pelet dari karet, bisa bertahan hingga 30 menit, dan cukup untuk menanak nasi ataupun memasak kebutuhan rumah tangga lainnya.

 

Setelah itu Harmudzie harus berinovasi untuk menciptakan tungku pembakaran. Sebab, biji pelet tersebut tidak bisa dipergunakan untuk kompor yang menggunakan sumbu. Bahan tungku yang dipakai adalah kaleng-kaleng bekas cat dan sejenisnya yang berdiameter sama denganperalatan memasak.

”Perpaduan biopelet  biji karet dengan tungku yang kami cetak barasal dari kaleng bekas, dan ternyata sangat serasi. Sebab, kompor saat ini kami jual dengan harga hemat sebesar Rp50.000. Sedangkan biji pelet hanya Rp2.000 per 100 gram,” ungkap Harmudzie.

Untuk melakukan riset terhadap proyek sederhananya, Harmudzie mengandalkan uang sakunya saja. Akan tetapi, untuk melaksanakan produksi dalam skala industri, perusahaan skala kecil yang dibangunnya dengan nama Talasiana, memerlukan modal cukup besar. Dan diakui dia belum mampu merealisasikannya.

Sebenarnya, ungkap pria inovatif ini, proses pembuatan biji karet menjadi biopelet sangat sederhana. Itu sebabnya sampai saat ini dia hanya menggunakan mesin manual alat penggiling daging. Jika diolah dengan skala industri, maka perlu modal puluhan juta rupiah.

”Meski demikian, sebenarnya modal awal juga tidak terlalu besar. Untuk peralatan skala industri rumah tangga, mungkin hanya berkisar antara Rp10 juta—Rp20 juta. Namun, bagi saya modal usaha sebesar itu juga masih sulit.”

Itu sebabnya dia sangat ingin agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan maupun Pemda Banjarbaru mau membuka mata untuk mendorong kebangkitan industri kompor berbahan baku biopelet dari biji karet.

Saat ini, katanya, produk kompor berbahan bakar biopelet biji karet belum dilakukan secara industri, karena fokus sementara Harmudzie untuk membantu masyarakat sekitar perkebunan di daerahnya Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Potensi melimpah, namun belum termanfaatkan secara optimal, dan yang  paati belum ada orang lain yang menemukan bahan bakar terbarukan tersebut.  Pemanfaatan kompor berbahan baku biopelet biji karet saat ini sudah meluas ke empat daerah di Banjarmasin. Masing-masing di Pelaihari, Bannjarmasin, Banjarbaru, dan Martapura.

Harmduzie mengatakan sangat mudah menjalani proses pembuatan biji pellet, karena memang tidak ada baham baku lain atau bahan campuran untuk menjadikannya sebagai alat pembakar. “Semuanya murni dari biji karet.”

Meski tidak ada dukungan dari siapapun untuk mengembangkan pemakaian biopelet biji karet, namun Harmudzie berketad untuk mengembangkannya secara massal agar kemudian bisa diakui sebagai proyek nasional.

”Saya akan memulainya setelah melakukan riset untuk memastikan semua komponen yang kami pergunakan sesuai dengan standar nasional.  Apabila seluruhnya didukung melalui riset, saya akan maju sembari mencari investor mengembangkan bisnis ini,” tukas Harmudzie.

Adapun besaran kapasitas produksi biopelet dan tungkunya tetap mengacu pada kebutuhan masyarakat lokal. Perusahaannya Talasiana yang berbasis di Jalan Ahmad Yani KM 65 Banjarbaru, Banjarmasin, siap menerima order jika riset akhir sudah dilakukan Harmudzie.

Saat ini kapasitas produksi yang dijalankan Harmudzie mengacu pada kebutuhan lokal saja. Produksi seimbang tersebut mencakup kebutuahn tungku maupun biopelet sebagai sumber panas untuk keperluan rumah tangga.

Dia menjamin penggunaan tungku dan biopelet Talasiana akan sangat membantu setiap rumah tangga, karena selain ekonomis juga ramah lingkungan, Ini disebabkan komponennya berasal dari alam, sehingga tidak merusak alam sekitar.

Perjuangan untuk menjadi seorang wirausahaan memang tidak selalu mulus seperti yang dihadapi Harmudzie. Sebab, secara formal dia juga sudah mengajukan support untuk mengembangkan proses pemanfaatan biopelet kepada petinggi di daerahnya. Namun, respons tetap tidak muncul.

Sebenarnya, kegiatan riset sederhana yang dilakukannya beberapa tahun terakhir, bisa membantu usaha masyarakat sekitar perkebunan karet. Ada sekitar 10 orang yang mengikuti jejak Harmudzie.

”Apabila proyek ini bisa berkembang dan menjadi kekuatan nasional, maka pertumbuhan wirausaha baru dan penyerapan tenaga kerja di daerah kami lumayan besar. Sebab, tidak mungkin menyelesaikan proyek ini tanpa didukung SDM yang terkait,” tegas Harmudzie.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Fatkhul-nonaktif
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper