Bisnis.com, JAKARTA - Saya teringat kisah satu pengusaha skala kecil di Kota Siantar. Setelah usahanya yang kecil mulai menemukan pasar, dia menjadi tidak sabar. Menyusul adanya permintaan yang bertambah hari demi hari, dia menjadi lupa diri. Dia segera menggenjot usahanya menjadi lebih besar. Dia beranggapan,jika tidak, pasar akan diambil pemain lain.
Ternyata, jumlah permintaan yang bertumbuh hari demi hari, tidak kian membesar. Volumenya naik, tipis. Sebaliknya, dia telah menyiapkan barang dagangannya dalam jumlah yang jauh melebihi permintaan pasar. Akibatnya, sisa produksinya, pun tak terbilang banyaknya. Barang itu terbuang sia-sia.
Sementara, biaya pengadaan stok yang diperoleh dari dana pinjaman, harus dikembalikan plus bunga. Biaya itu menggerus modal dan keuntungannya.
Salah perhitungan? Jika merujuk pada kisah sukses Ciputra –seperti tertulis dalam kisahnya di buku the Ciputra Ways-- sikap itulah yang sangat ditabukannya. Hanya berpikir jangka pendek. Bagi Ciputra, sebuah bisnis tidak dapat dibangun dalam satu hari. Ia adalah proses yang memerlukan waktu.
Kisah keputusan Ciputra untuk membuat land banking mencerminkan sikap itu. “Membangun sebuah perusahaan bagaikan membangun sebuah air terjun artificial. Satu per satu bungkah batu-batu besar kita letakkan. Dengan cermat kita atur dan kita seimbangkan peletakannya, sehingga kekuatan alam kemudian menciptakan alur air yang estetis menuju ke satu titik pelimbahan,” kata Ciputra.
Ini seperti prinsip I Ciputra: Mulailah dari apa yang ada pada diri kita. Mulailah dari apa yang bisa kita lakukan. Coba sadari pengetahuan apa yang kita miliki atau keahlian apa yang sesungguhnya bisa dijadikan pijakan awal. …Mulailah dari langkah-langkah kecil, sambil merajut visi dan mimpi besar berikutnya.”