Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kita Manajemen: Duduk Sama Rendah, Berdiri Sama Tinggi

Bisnis.com, JAKARTA -   Duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi adalah sikap negosiasi yang sehat. Jika salah satu duduk dan lain berdiri, cara memandang masalah juga akan berbeda.

Bisnis.com, JAKARTA -   Duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi adalah sikap negosiasi yang sehat. Jika salah satu duduk dan lain berdiri, cara memandang masalah juga akan berbeda.

Brutalitas adalah bentuk ekstrim ketika dua orang atau dua kelompok tidak bisa melewati percakapan krusial. Penonton televisi bisa menyaksikannya dalam tawuran antara pendukung kesebalasan Persib Bandung dengan pendukung tim Persija Jakarta baru-baru ini. Jalan tol Pasteur ditutup, para pejalan terteror oleh aksi brutal para hooligan itu.

Atau contoh terbaru dan terbagus adalah peristiwa siram air oleh seorang pembicara kepada wajah lawan debatnya di televisi. Ini terjadi pada pagi hari, dalam sebuah acara “dialog” di layar televisi yang disiarkan secara langsung baru-baru ini juga. Acara pagi di hari ketika anak-anak sekolah libur kenaikan kelas dan sebagian kita belum berangkat kerja.

Penonton terkejut, lalu mengecam aksi brutal di televisi itu. Penonton terkejut karena tak menyangka acara ngobrol yang seharusnya santai itu berubah brutal dan sadis: bagaimana seorang pembicara bisa begitu enteng menyiram ilmuwan bergelar profesor ketika sedang mengobrol yang dipandu dua pembawa acara televisi?

Dari segi teori percakapan krusial, peristiwa ini adalah seburuk-buruknya akibat perdebatan, dampak dari kedua belah pihak tak sanggup melewati percakapan krusial di antara mereka. Dalam peristiwa itu penonton melihat satu pihak merasa pembicaraannya dipotong, satu pihak merasa perlu menjelaskan sikap dan pendapatnya karena ditafsir keliru oleh pihak lain. Kedua persilangan ini tak menemukan irisan.

Di layar televisi hari-hari ini, melihat perdebatan antara kedua kubu--terutama dalam debat dengan tema-tema politik yang panas--menjadi sesuatu yang rutin, ketika media mendapat kebebasan selepas Reformasi 1998.

Setiap pagi, setiap siang, menjelang malam, acara-acara dialog sering berakhir dengan debat panas. Namun, baru pagi itu penonton melihat debat panas diakhiri dengan siram air ke muka lawan bicara. Ditayangkan langsung pula.

PENTINGNYA ARGUMENTASI

Bagi masyarakat demokratis yang sedang berkembang seperti Indonesia, dengan tingkat pendidikan yang belum merata, debat seperti itu bagus jika mengajarkan kepada kita tentang pentingnya argumentasi.

Bagaimana pun tak akan ada sesuatu yang menyenangkan banyak orang. Karena itu debat menjadi penting untuk menakar sesuatu yang menjadi kebijakan yang akan berpengaruh bagi orang banyak. Debat adalah sesuatu yang sehat untuk menumbuhkan daya kritis dan menghidupkan nalar publik.

Socrates telah memulainya pada 400 Sebelum Masehi di Yunani. Dia mengajak debat siapapun tentang konsep negara, Tuhan, dan masyarakat yang madani. Kita menyaksikan kebrutalan itu ketika dia dihukum minum racun oleh negara yang tak terima dengan argumen-argumennya karena dianggap mengkritik eksistensi penguasa.

Dan kita pun mafhum sikap otoriter seperti itu tak menumbuhkan debat yang sehat, sebagaimana tujuan mendialogkan isu yang tengah didiskusikan. Maka, Socrates mengajarkan, sebaik-baiknya membalas kritik adalah dengan argumen. Karena itu lahirlah peradaban, ciri utama manusia dibekali akal dan pikiran, yang membedakan kita dari mamalia yang lain.

Teori percakapan krusial berusaha memformulasikan adab dalam berdebat atau percakapan yang paling ekstrim sekalipun. Lebih dari itu teori ini sudah dipraktekkan untuk menganalisis lebih jauh faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya percakapan krusial, menempuhnya, hingga melewatinya dengan satu tujuan: solusi atas perdebatan dengan dampak tak ada yang merasa kalah atau menang. Logika menjadi panglimanya, akal sehat menjadi senjatanya.

Kuncinya adalah K-P-R (Konten-Pola-Relasi). Fokus pada Konten. Kedua pihak diminta untuk menarik diri dengan menyelami dan memahami apa masalah yang mereka perdebatkan dan apa yang ingin mereka capai dengan capek-capek berdebat seperti itu. Introspeksi adalah modalnya. Anda harus curiga jika percakapan Anda mentok: jangan-jangan Anda telah melenceng terlalu jauh dari fokus utama bahasan perdebatan sehingga semua solusi mentok.

Atau bisa juga caranya. Memotong kalimat orang lain dengan tidak sopan, memaki, menyinggung perasaan lawan bicara. Itu semua adalah problem cara, bukan konten dari percakapan. Inilah Pola diskusi yang tak sehat. Anda berdua telah sama-sama keluar dari fokus.

Anda berdua telah gagal berikhtiar mencari solusi dengan berangkat dari masalah. Anda berdua terjebak pada keruwetan pola diskusi yang membuat Anda tak bisa kembali ke pokok soal.

Namun, diskusi yang sehat juga membutuhkan kesetaraan. Ketika ada satu pihak yang merasa benar sendiri, superior terhadap pihak lain, percakapan mentok sulit dihindarkan. Alih-alih solusi yang didapat, debat kusir niscaya terjadi ketika masing-masing meninggikan kedudukannya.

Duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi adalah sikap negosiasi yang sehat. Jika salah satu duduk dan lain berdiri, cara memandang masalah juga akan berbeda. Inilah yang disebut relasi kedua belah pihak.

Faktor lain adalah bercampurnya antara fakta dan asumsi. Kedua belah pihak tak bisa membedakan mana fakta mana asumsi dari argumen yang mereka bangun. Relasi keduanya akan timpang manakala salah satu pihak menilai fakta terhadap isi argumen lawan bicara, padahal itu adalah asumsinya belaka.

Bentuk layar tipis televisi plasma itu fakta. Bagus atau buruk adalah asumsi kita terhadap bentuk televisi yang berbeda jauh dari bentuk layar kaca tahun 1980-an. Buat keluarga muda yang menginginkan kepraktisan bentuk seperti itu bagus, tapi bagi orang-orangtua yang terbiasa televisi berat, plasma itu terlalu ringan sehingga bisa gampang pecah.

Jika sejak awal satu pihak sudah memberi prasangka kepada pihak lain tanpa mengindahkan pendapatnya, percakapan krusial dijamin akan mentok. Siram-air-ke-wajah hanya salah satu ekspresi saja. Dampak buruknya, percakapan krusial sia-sia belaka.

Jika layar tipis plasma tak dipadankan dengan fungsinya, kita akan berdebat terus tentang baik-buruk bentuk televisi seperti itu. Fakta adalah fungsinya: apakah ada kegunaan lain dari televisi selain untuk kita tonton dan dengarkan, tipis atau tebal bentuknya.

Bersetialah kepada fakta sebelum memberikan asumsi untuk membangun argument untuk menempuh percakapan krusial yang bertujuan pada satu hal: mencapai solusi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Sumber : Robby Susatyo/Partner Dunamis Organization Services
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper