Bisnis.com, JAKARTA - Hobi mengoleksi boneka berkarakter (action figure) bukan barang baru di Tanah Air. Tua muda, anak-anak dan remaja, laki-laki dan perempuan kini gandrung pada hobi yang satu ini.
Jika dahulu boneka berkarakter ini biasanya ditujukan untuk pasaran anakanak, terutama anak laki-laki, kini pasarannya semakin luas. Para kolektor, yang sebagian besar adalah orang dewasa, pun ikut memburu boneka berkarakter ini.
Maraknya perkembangan action figure di Indonesia saat ini tak lepas dari peran serta anime dan film-film superhero yang telah lebih dulu eksis di negara ini.
Pengaruh dari keduanya memberikan efek yang cukup besar pada minat masyarakat, terutama kalangan anak-anak, remaja dan bahkan orang dewasa sekalipun.
Semakin besarnya pasar action figure di Tanah Air juga membuka peluang bagi pelaku usaha yang memproduksi boneka berkarakter. Salah satunya adalah Dendy Indra Prasetyo, pemilik toko Act Station.
Dendy mengaku tertarik dengan action figure karena menyukai serial Gundam yang dahulu pernah tayang di Indonesia. Berawal dari kesukaan itulah, Dendy memutuskan untuk mengikuti perkembangan tren anime dan superhero yang semakin marak.
Hampir 2 tahun Dendy mencoba mengikuti perkembangan tren tersebut, sebelum akhirnya memutuskan untuk terjun ke bisnis action figure. Bermodal latar belakang pendidikan seni dan kemampuan autodidak membentuk clay, Dendy pun mencoba untuk membuat action figure pertamanya dengan bahan seadanya.
Saat itu saya membuat Gundam, robot favorit saya. Sempat mengalami beberapa kegagalan tetapi akhirnya berhasil juga,” ujar Dendy. Action figure buatannya kemudian dia perlihatkan kepada keluarga dan teman-temannya dan respons positif pun berdatangan.
Setelah kejadian itu, banyak pesanan yang masuk namun masih dalam sebatas lingkup
keluarga dan teman-teman.
Selain mengerjakan pesanan, Dendy pun sering mengikuti pameran-pameran, seperti Toys Fair di Jakarta. Di beberapa tempat pameran, Dendy sering memajang action
figure unggulan yang dimilikinya seperti Gundam, Hulk, Captain America, dan Wolverine.
“Mengikuti berbagai ajang pameran merupakan langkah tepat bagi saya, karena banyak pengunjung pameran yang tertarik dengan mainan saya,” ucap Dendy.
Dendy mengklaim banyak pengunjung yang mengagumi karyanya karena menurut beberapa pengunjung, action figure buatannya sangat mirip dengan tokoh aslinya.
Melihat animo masyarakat yang cukup baik, dari situ Dendy berpikir untuk menekuni usaha pembuatan action figure ini secara serius.
Untuk mengawali usaha pembuatan action figure ini, tutur Dendy, tidaklah terlalu sulit karena modal awal yang harus dikucurkan pun tidaklah terlalu besar, tergantung besarnya bahan yang akan dikeluarkan.
Dendy mengeluarkan modal sebesar Rp5,1 juta yang digunakan untuk membeli peralatan seperti kompresor besar, kompresor pot, kompresor medium, paint brush, dan bahan baku seperti clay atau bahan yang berbentuk, seperti lilin yang dapat dibentuk dan dapat
mengeras, kawat sebagai rangka, resin dan lain sebagainya.
“Proses produksinya masih dilakukan di rumah untuk menekan bujet,” ucap Dendy. Bentuk action figure yang sangat mirip seperti tokoh aslinya mulai dari bentuk tubuh, warna, hingga detail lekuk tubuhnya membuat produk yang dibuat Dendy banyak diminati oleh para pencinta action figure. Harga yang ditawarkan Rp1,5 juta untuk action figure yang ready stock dan Rp2 juta untuk pesanan.
Dalam sebulan, Dendy bisa menjual hingga 10 action figure pesanan dan lima action figure untuk barang yang ready stock. Dengan demikian, Dendy bisa meraup pendapatan hingga Rp27,5 juta per bulan.
Selain membuat action figure dari film atau komik-komik luar negeri, Dendy sering membuat action figure khas dalam negeri. Namun untuk action figure lokal, Dendy membuatnya saat ada pesanan yang masuk. “Action figure lokal untuk saat ini peminatnya masih sedikit, kebanyakan pelanggan lebih memilih superhero luar negeri.”
MODIFIKASI
Selain Dendy, ada juga FUMan Studio yang juga menjual boneka action figure. Berbeda dengan toko lainnya, FUMan Studio juga mempunyai bengkel khusus untuk memperbaiki boneka action figure yang rusak atau bagi pelanggan yang ingin memodifikasi boneka action figure miliknya.
FUMan Studio yang digawangi oleh Bina A. Lufian dan Adi Batara merupakan sebuah usaha berbasis bengkel mainan action figure yang telah berdiri sejak 2006. Selain menawarkan jasa perbaikan patung dan action figure, FUMan Studio juga melayani pelanggan yang ingin membuat action figure sesuai dengan permintaan konsumen.
Bina mengatakan latar belakang membangun usaha ini bermula dari hobinya membaca komik. “Dari kesenangan membaca komik, kemudian saya berusaha mencari action figure kesukaan saya.”
Sebelum mendirikan FUMan Studio, Bina sempat menciptakan tiga karakter orisinil yang diberi nama Fuman, Buto, dan Naif.
Merasa karakter buatannya gagal dipasarkan, Bina beralih membuat action figure yang dimodifikasi sesuai dengan kemauannya.
Bina dan Adi juga memutuskan untuk menjalankan usaha berupa jasa perbaikan dan modifikasi action figure. Bermodalkan uang Rp4,5 juta, Adi dan Bina memulai bisnis tersebut. Beragam modifikasi telah diciptakan di bengkel studio miliknya ini.
Bina memodifikasi karakter mainan sesuai dengan permintaan pelanggan. Perubahan yang terjadi terlihat pada bentuk wajah, warna baju, hingga aksesoris karakter sebelumnya.
“Kebanyakan kami menerima order untuk memodifikasi, untuk perbaikan agak kurang,” ucap Adi. Untuk jasa pembuatan dan modifikasi FUMan studio mematok harga mulai dari Rp400.000 per unitnya.
Semakin tinggi tingkat kesulitannya, biayanya akan semakin mahal. Saat ini, FUMan Studio dapat meraih omzet hingga Rp5 juta-Rp10 juta per bulannya. Dalam sehari, pengunjung yang datang ke FUMan Studio rata-rata mencapai delapan orang.
Kebanyakan dari pengunjung tersebut memesan pembuatan dan modifikasi action figure mereka. Adi dan Bina tidak jarang menghadapi kesulitan saat melayani permintaan pelanggan dalam mengubah karakter action figure.
“Kita harus mengerti apa yang diinginkan pelanggan. Terkadang permintaan hanya berdasarkan karakter bayangan, sehingga sulit untuk dimengerti,” ujar Adi.
Kedepan, keduanya meyakini bisnis action figure miliknya akan terus berkembang. Apalagi kelompok pecinta mainan ini semakin banyak.
Selain menjadikannya barang koleksi, para kolektor juga mengincar action figure dengan harga yang murah, untuk kemudian dijual kembali dalam kurun waktu tertentu, hingga harganya meninggi. “Biasanya semakin lama umur action figure, harganya juga semakin mahal. Apalagi action figure itu tidak diproduksi secara massal.”
Jadi, segera buru action figure dan perbanyak koleksi Anda. Suatu saat jika Anda bosan dengan koleksi boneka berkarakter yang Anda miliki, jangan buru-buru membuangnya. Koleksi Anda bisa menambah pundipundi rupiah suatu saat nanti. (Andhika Prawira)