Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pedasnya Untung dari Sambal Kemasan

Yohannes Kurnian selalu merasa tak lengkap jika tak ada sambal dalam menu makanannya. Maklum saja, sejak kecil dia sudah terbiasa makan sambal, terutama sambal buatan sang bibi.

Bisnis.com, JAKARTA - Yohannes Kurnian selalu merasa tak lengkap jika tak ada sambal dalam menu makanannya. Maklum saja, sejak kecil dia sudah terbiasa makan sambal, terutama sambal buatan sang bibi.

Sang bibi yang sudah lama ikut bersama keluarganya itu pandai membuat sambal.

Selain keluarganya, tetangga dan rekan-rekannya juga menyukai sambal sang bibi yang dihidangkan sebagai pelengkap menu makanan ketika berkunjung ke rumah Yohannes.

Minat yang tinggi terhadap sambal buatan sang bibi makin terlihat setelah Yohannes membuka usaha catering beberapa waktu lalu. Respons paling besar dari para pelanggan justru pada sambal cabainya.

Dari sana, pria yang sempat menempuh pendidikan di Amerika Serikat ini berpikir untuk menjual sambalnya saja. Apalagi, dia melihat potensi pasarnya sangat besar mengingat banyaknya masyarakat Indonesia yang menyukai rasa pedas.

“Ketika buka usaha catering, semuanya bilang kalau sambal cabainya enak. Dari sana saya berpikir kenapa tidak mengembangkan bisnis sambal ini saja. Jika bisa dikemas dengan baik, dia akan lebih tahan lama. Pemasarannya pun bisa lebih luas,”ujarnya ketika ditemui di sela-sela pengumuman Kompetisi Nasional Bertarung Inovasi Sambal Anak Negeri yang diselenggarakan Bank Indonesia, Rabu (20/11/2013).

Kompetisi tersebut digagas oleh PT Trans Retail Indonesia (Carrefour) bekerja sama dengan Bank Indonesia serta didukung oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Koperasi & UKM, sebagai bentuk dukungan terhadap pengembangan UMKM di bidang makanan, terutama produk cabai olahan (sambal).

Kegiatan yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat untuk mengonsumsi cabai olahan dan sebagai upaya mendukung pengendalian inflasi akibat fluktuasi harga cabai ini berlangsung mulai 20 September sampai 16 Oktober 2013.

Pria yang meraih juara ketiga kompetisi inovasi sambal ini memang hobi memasak. Berbekal resep dasar dari sang bibi, Yohannes kemudian belajar berinovasi menciptakan rasa baru Menurutnya, inovasi tersebut harus dilakukan sebab jika dibuat sesuai aslinya, sambal tersebut
hanya bertahan sekitar 1—2 minggu.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, anak pertama dari tiga bersaudara ini melakukan berbagai percobaan dan penelitian bersama pasangannya yang kebetulan memiliki latar belakang pendidikan teknologi makanan.

“Saya melakukan pengembangan sejak Maret tahun lalu, dites dulu sampai layak jual, baru awal tahun ini mulai diproduksi massal, bahkan sudah dipatenkan. Rasanya tetap sama tetapi bisa bertahan lebih lama hingga 6 bulan,” ujarnya.

Menurutnya, selain dari pengolahan bahan baku, cara paling efektif untuk membuat sambal kemasan tersebut lebih tahan lama ialah dengan melakukan sterilisasi, dan menyegel dengan aluminium sehingga kedap udara.

“Kalau sudah dibuka, sambal tersebut harus segera dihabiskan dalam waktu 3 hari, atau dimasukkan ke kulkas.”

Ketika pertama kali memulai usaha, pria asal Surabaya ini merogoh kocek sebesar Rp10 juta. Sebagian besar diinvestasikan untuk pembelian mesin segel khusus dan blender. Karena menggunakan resep rahasia dari sang bibi, dia pun menamai produknya Sambal Emak Ti, nama sang bibi.

Saat ini terdapat empat varian rasa cabai yang diproduksi olehnya yakni rasa original, cabai merah yang diulek dengan campuran terasi; sambel bawang ikan teri; sambel bawang klotok (ikan asing).

Dia juga baru saja mengeluarkan varian terbaru yakni sambal tomat udang yang memberikan sensasi ra sa pedas, lezat, dan gurih dengan aroma udang. Harga yang dibanderol untuk masing-masing produk yang dikemas dengan berat bersih 140 gram tersebut sekitar Rp18.000 hingga Rp20.000.

“Paling laku itu tomat udang karena unik dan belum ada di pasaran, dan sambal bawang klotok. Sambal-sambal ini bisa langsung dimakan dengan nasi.”

Untuk memasarkan produknya, pria kelahiran 1 Oktober 1985 ini memasok ke beberapa supermarket lo kal di Surabaya. Selain itu, dia ju ga menggunakan sistem reseller dan keagenan. Saat ini sudah ada sekitar 20 hingga 30 agen yang bergabung. Harga yang diberikan untuk agen dan reseller lebih murah 30% hingga 40%.

Dalam sebulan, dia bisa menjual sekitar 2.500 hingga 4.000 botol dengan perolehan omzet terendah Rp35 juta—Rp55 juta, sementara keuntungan bersih yang diperoleh sekitar 30% hingga 40%.

Yohannes mengakui ketersediaan bahan baku cabai yang naik turun ini bisa menjadi kendala dalam produksi.

Apalagi, ketika permintaan sedang ba nyak-banyaknya sementara cabai yang tersedia di pasaran langka sehingga harganya meroket naik dan dia harus bisa mempertahankan harga cabai olahannya tanpa terpengaruh kondisi pasar.

Untuk itulah, dia melakukan antisipasi dengan meningkatkan kapasitas produksi jauh-jauh hari ketika ketersediaan cabai di pasaran masih banyak.

“Kalau kita menghentikan produksi, karena kurangnya bahan baku, takutnya konsumen malah lari. Hal ini lah yang harus dijaga dengan mem perbanyak stok dan terus berproduksi.”

Kendala lain yang dihadapi adalah dalam hal pengiriman. Sebab, tidak sedikit produk yang dikirim keluar kota mengalami kerusakan ketika dalam proses pengiriman. Sebagai salah satu strategi penjualan, dia bahkan menjamin semua produk yang sampai kepada konsumen dalam kondisi baik. “Jika ada yang rusak, kami yang akan tanggung 100%.”

Pada tahun depan, dia berencana mengeluarkan dua rasa baru. Selain itu, dia berencana mengekspor produknya ke luar negeri. Untuk rencana ini, Yohannes mengakui kemasan yang masih berupa plastik menjadi kendala.

“Sudah ada tawaran untuk memasar kan ke luar negeri tetapi belum deal karena mereka inginnya kemasan kaca. Negara-negara potensial itu seperti Amerika, Singapura, Hong Kong, dan Arab, khususnya untuk WNI yang hendak naik haji.”

PROSPEKTIF

Sementara itu, Dewi Amalia pemilik Jeng Dewi Sambal Goreng yang berhasil memenangkan kompetisi inovasi sambal anak negeri ini mengatakan prospek di bisnis sambal olahan sangat terbuka lebar.

Sebelum memulai bisnisnya pada 2012, dia sempat melakukan riset dan penelitian sejak 2011 untuk menemukan cabai-cabai berkualitas serta formulasi rasa yang dinilai pas dan gurih. Saat ini, dalam sebulan dia mampu memproduksi sekitar 500 botol dengan harga jual Rp15.000.

Keuntungan bersih yang di dapatkan sekitar 30% Ke depan, dia menargetkan bias me menuhi produksi hingga 1 juta botol dengan berbagai varian rasa dan bentuk, tidak hanya berupa sambal basah tetapi juga berupa powder.

Hanya saja, untuk memenuhi kapasitas tersebut dia harus menjaga ketersediaan bahan baku cabai yang berkualitas.

Oleh karena itulah, wanita kelahiran 1974 ini rajin mencari petani-petani cabai yang dapat memasok bahan baku.

Selain itu, memberikan pembinaan kepada para petani sehingga hasil produksi yang mereka hasilkan dapat tetap stabil dan berkualitas.

“Kalau kami bisa terus mendapatkan bahan baku yang berkualitas, lalu mengolahnya secara konsisten, ka pasitas produksi akan meningkat,” ujarnya.

Peningkatan kapasitas produksi, menurut Dewi, sudah sangat mendesak sebab Dewi ingin memasok produk cabai olahannya ke ritel-ritel modern. Penjualan ke ritel modern tersebut diyakini sebagai salah satu cara paling efektif memasarkan produknya.

Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Suryani Motik mengaku siap membantu 20 pelaku usaha yang menjadi finalis Kompetisi Sambal untuk memasukkan produk mereka ke ritel modern bekerja sama dengan Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia).

Dia yakin para pelaku ritel tersebut akan menyambut baik apalagi saat ini mereka juga tengah gencar membantu para pelaku UKM meningkatkan akses pasarnya. Yang terpenting, sambungnya, para pelaku usaha tersebut harus mampu memenuhi pasokan ketika telah masuk ke ritel modern.

“Kalau ada tiga atau empat [merek] saja yang bisa masuk, itu sudah bagus.” Carrefour sendiri berkomitmen membuka kesempatan kepada para pe serta kompetisi cabai olahan untuk menjadi pemasok di 84 gerai Carrefour yang tersebar di 28 kota di Indonesia.

RM Adji Srihandoyo, Corporate Affair Director PT Trans Retail Indonesia, mengatakan untuk mendukung pengembangan kapasitas dan kualitas produk cabai olahan tersebut, pihaknya akan memberikan pelatihan sehingga mereka memiliki kemampuan menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.

“Bagi peserta pelatihan yang memenuhi standar dan persyaratan, akan terbuka kesempatan untuk bergabung menjadi pemasok produk cabai olahan di Carrefour,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dewi Andriani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper