Bisnis.com, JAKARTA – “Tidak mungkin bisa menjadi entrepreneur dengan iseng-iseng…” demikian pesan yang pernah disampaikan Ciputra, Peraih gelar Perekayasa Utama Kehormatan dari BPPT.
Entrepreneur saalh satu pekerjaan serius. Itu mengapa, negeri ini masih tertinggal lantaran melihat entreperenur sebagai iseng-iseng. Berbekal pengalamannya, dia yakin kalau jalan untuk mengejar ketertinggalan adalah dengan menyemai sebanyak mungkin entrepreneur.
Berdasar kalkulasi Ciputra Foundation, jumlah entrepreneur di Tanah Air saat ini baru sekitar 400 ribu orang atau 0,18% dari populasi. Padahal, untuk menjadi bangsa maju, Indonesia setidaknya perlu wirausahawan 2% dari populasi.
Rendahnya entrepreneur di Indonesia, jelas, membuat bangsa ini banyak menghasilkan TKW. Bahkan kerap dipuisngkan oleh pengadaan lapangan kerja setiap tahunnya. Kondisi itu membebani keuangan negara dan membuat sektor strategis a.l. pendidikan menjadi kian terseok-seok. "'Apa tidak sedih menjadi bangsa pengirim TKW?'' tuturnya.
Bagaimana caranya mengejar ketertinggalan itu? ‘Kita harus melompat,'' tegas pria kelahiran Parigi, Sulteng, itu.
Jika tidak melompat, kita sulit sejajar dengan bangsa lain. "Dibutuhkan waktu 25 tahun guna membangun budaya wirausaha," ujar Pak C, Bos Grup Metropolitan. ‘Saya, sepanjang hidup selalu melompat,'' ujarnya.
Lompatan pertama untuk menyemai benih wirausahawan, kata Pak Ci, tentu saja lewat jalan pendidikan. ‘'Bagaimana entrepreneur center itu disebarkan di sekolah-sekolah, universitas-universitas. Bahwa sarjana harus jadi pencipta kerja, bukan pencari kerja. Masalahnya rektor kita banyak tak tahu bagaimana caranya,'' ujarnya.
Pemerintah harus berkomitmen setidaknya mengalokasikan 1% dari APBN setiap tahun yang diberikan untuk program pendidikan kewirausahaan di semua level, mulai dari tingkat dasar hingga universitas. ‘'Cara ini menjadikan masyarakat makmur secara ekonomi, dan makmur jiwanya,'' ujarnya.