Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi bumi kian hari makin mengkhawatirkan. Salah satu indikatornya adalah semakin menggunungnya jumlah sampah atau limbah. Tak heran, banyak pihak yang berkomitmen membuat gerakan dalam rangka menyelamatkan lingkungan.
Gerakan tersebut tak harus skala besar dan masif. Aksi menyelamatkan lingkunan justru dimulai dari hal sederhana. Salah satu caranya adalah tidak membuang seluruh sampah, tetapi mendaur ulang limbah tesebut menjadi benda yang bisa digunakan kembali.
Material limbah yang bisa didaur ulang ada bermacam-macam. Beberapa contoh misalnya kertas koran, kertas hvs, bekas kemasan plastik, hingga karung beras. Sampah-sampah itu bisa disulap jadi benda cantik nan fungsional, a.l. tas, keranjang, dompet koin, vas bunga, dan sarung bantal.
Gerakan daur ulang tak hanya mengurangi populasi sampah. Lebih dari itu, kegiatan ini bisa jadi peluang bisnis prospektif. Asal kreatif dan jeli melihat tren masyarakat, sampah-sampah yang tak memiliki nilai ekonomi justru bisa memperbanyak pundi-pundi rupiah.
Pelaku usaha yang sukses mencicipi gurihnya bisnis produk daur ulang adalah Aling Nur Naluri dan Tri Permana Dewi. Dua sahabat ini merintis usaha kerajinan dari kertas koran yang dinamakan Salam Rancage sejak 2012.
Aling mengaku latar belakang mereka mendirikan Salam Rancage bermula dari program bank sampah. Kegiatan yang telah diadakan sekolah alam sejak 2009 hanya fokus mengumpulkan sampah dari para orang tua.
Biasanya, sampah yang ditabung di bank sampah itu kemudian dijual begitu saja ke pengepul. “Saya berpikir lebih baik kami kreasikan sendiri menjadi produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi,” ujar Aling.
Ada banyak jenis sampah yang masuk ke bank. Namun demikian, kebanyakan para orang tua memberikan tumpukan koran bekas ke sekolah alam. Aling dan Dewi pun menyambutnya dengan gembira. Sambil terus menerima sumbangan sampah, mereka mencari cara untuk memproduksi limbah kertas tersebut.
Salah satu metode yang mereka temukan adalah menganyam kertas koran layaknya rotan. Mereka melinting lembaran koran. Setelah itu, Aling dan Dewi menganyam lintingan koran hingga menjadi benda-benda kerajinan. “Tak ada rotan, koran pun jadi,” katanya.
Kendati terbuat dari kertas koran, produk buatan Salam Rancage terlihat bak material rotan. Hal ini terlihat dari tampilan produk, tektur, dan warnanya. Produk-produk yang dihasilkan pun beragam, mulai dari keranjang baju kotor, tempat pensil, tas, meja, kursi, hingga partisi ruang.
Cara ini tak hanya berhasil menambah nilai ekonomi dari sampah. Lebih dari itu, Aling dan Dewi juga sukses mengajak ibu-ibu di sekitar Kabupaten Bogor Utara, Jawa Barat. Dari kelompok kecil, Salam Rancage kini bisa memberdayakan 67 ibu rumah tangga.
Dibantu para ibu rumah tangga, Aling dan Dewi bisa memproduksi 2.500 produk daur ulang koran per bulan. Harga produk Salam Rancage dibanderol mulai dari Rp10.000—Rp1 juta per buah. “Harga produk disesuaikan dengan ukuran dan tingkat kerumitan pembuatan,” ujarnya.
Selain kertas koran, salah satu limbah yang bisa dimanfaatkan menjadi produk bernilai ekonomis adalah karung beras. Pelaku usaha yang memproduksinya adalah Ursula Tumiwa dan Melati. Di bawah bendera bisnis Indonesia Loh, dua perempuan muda ini membuat pernak-pernik dari bahan daur ulang. Bukan itu saja, mereka juga mengusung konsep produk-produk yang lekat dengan citra Indonesia.
Mereka mengombinasikan karung beras yang terbuat dari terpal ulin dengan kain batik. Karakter karung beras yang berwarna putih membuat mereka bisa berkreasi dengan bebas.
“Karung terpal ulin ini kan non-organik. Jadi sulit hancur atau diuraikan. Jika kita kreasikan ada nilai tambahnya,” kata Ursula.
Berbekal kecintaan mereka terhadap dunia kerajinan tangan dan desain, Ursula dan Melati mulai memproduksi karung beras tersebut pada November 2011. Beberapa kerajinan yang dihasilkan hingga saat ini meliputi tas ransel, tas wanita (tote bag), dompet koin (pouch), dan sarung bantal. Selain karung beras terpal, mereka juga menyulap boks karton bekas menjadi wadah berbentuk kotak nan cantik.
Ursula mengaku target konsumen yang dibidik adalah kaum muda. Makanya, mereka berusaha mendesain limbah hingga terlihat modern dan trendi. “Anak-anak muda sekarang banyak yang sadar akan gerakan penyelamatan lingkungan. Minat mereka untuk membeli produk daur ulang terus meningkat,” ujarnya.
Indonesia Loh bisa memproduksi 150—200 produk setiap bulan. Produk tersebut dibanderol mulai dari Rp35.000—Rp250.000 per buah. Margin keuntungan yang didapat dari bisnis ini berkisar 30%—40%. Menurut Ursula, produk yang paling laku adalah tas dan pouch.