Bisnis.com, JAKARTA - Ayam goreng tepung atau fried chicken bukanlah makanan baru di Indonesia. Makanan yang berasal dari Negeri Paman Sam ini memang memiliki cita rasa gurih dan renyah yang menggoda selera. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa gemar mengonsumsi fried chicken.
Menu fried chicken pada mulanya ditawarkan oleh restoran asing. Lantaran membidik kalangan menengah ke atas, para peritel luar negeri ini membangun restoran di tengah pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Kelezatan ayam goreng tepung tak bisa dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di kota kecil atau pelosok daerah.
Celah ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha lokal. Mereka menawarkan produk fried chicken lezat dengan harga terjangkau. Mereka menjajakan makanan ini di kios atau gerobak di pinggir jalan dan kawasan padat penduduk. Berkat luasnya jangkauan pasar, produsen lokal bisa meraih keuntungan besar.
Muhammad Mashar adalah pelaku usaha yang membuka peluang kemitraan ayam goreng tepung. Pemilik merk Red Chicken ini menawarkan skema kerja sama bagi masyarakat sejak 2009 silam.
Alasan Mashar menjajakan produk ayam goreng tepung tak lain karena besarnya peluang yang bisa digarap. “Fried chicken bukan makanan musiman. Peminatnya pun makin tinggi dan terdiri dari berbagai kalangan. Melalui Red Chicken, saya menawarkan fried chicken berkualitas, tetapi dengan harga terjangkau,” ujar pria asal Semarang, Jawa Tengah ini.
Selain ayam goreng tepung, Red Chicken juga menyajikan menu-menu lain, misalnya, burger, sosis, kentang goreng, dan chicken steak. Menu-menu tersebut dibanderol dengan harga terjangkau mulai dari Rp5.000—Rp10.000 per porsi.
Mashar menyediakan 6 pake kemitraan yang disesuaikan dengan pola invetasi konsumen. Paket-paket tersebut, yaitu mini counter Rp4,8 juta, booth atau gerobak Rp6,8 juta, becak Rp6 juta, sepeda motor roda tiga Rp9,8 juta, mini corner Rp24,8 juta, dan full resto Rp68 juta. Di luar biaya tersebut, mitra juga diwajibkan membayar biaya franchise dan royalti sebesar 5% dari pendapatan bersih setelah 5 tahun berjualan.
Dengan menyetor nilai investasi sesuai paket, mitra akan mendapatkan booth, perlengkapan masak, perlengkapan promosi (banner, daftar menu, dan brosur), seragam, CD tutorial, dan bahan baku untuk periode awal berjualan. Mashar menambahkan, mitra akan memeroleh kursi dan meja khusus untuk paket mini counter dan mini resto.
Seiring berjalannya waktu, peminat skema kemitraan Red Chicken terus meningkat. Jika dulu dia memulai bisnis ini lewat sebuah booth mungil, Mashar kini memiliki 80 gerai yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, misalnya Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.
Soal periode balik modal, dia menargetkan waktu sekitar 4—8 bulan. Periode tersebut bisa dicapai apabila mitra mampu menjual 20—50 porsi fried chicken dan menu-menu lain setiap hari. Oleh karena itu, dia berharap mitra memilih lokasi jualan yang strategis dan padat penduduk.
Ke depannya, Red Chicken ingin fokus memperluas jaringan mitra ke luar pulau Jawa. “Pasar luar Jawa sangat prospektif karena permintaan tinggi dan jumlah kompetitornya masih sedikit. Beberapa daerah yang ingin saya jajaki, a.l. Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Papua,” katanya.