Ada seorang janda cantik yang baru saja pindah ke sebuah kampung kecil. Janda ini begitu cantiknya, sehingga langsung menjadi pergunjingan orang. Orang-orang pun melihat dan mulai berkomentar buruk tentang dia.
Hmmm….janda cantik, pasti orangnya centil, demikian orang mengatakannya. Makanya, ditinggal lakinya. Dan baru-baru ini, ada tiga lelaki mengunjunginya. Maka perbincangan pun tambah ramai. Hal ini masih ditambah dengan anak-anaknya yang seringkali disuruh pergi ke rumah-rumah tetangganya.
Orangpun berpikir, si janda ini tidak bisa mengurus anak. Apalagi ketahuan bahwa sehari-harinya si janda ini hanya berbaring di tempat tidur. “Uhh…janda pemalas.”
Suatu kali, si janda ini pergi berbelanja ke pasar. Orang-orang pun meliriknya sambil mempergunjingkannya. Namun, sewaktu berbelanja, tiba-tiba si janda ini terjatuh dan pingsan lalu dibawa ke rumah sakit.
Kejadian ini lah yang membuka berita sebenarnya. Janda ini pindah ke kampung tersebut untuk menenangkan diri dari penyakit parah yang kini menggerogoti tubuhnya. Ia terkena penyakit ganas. Setiap hari jika ia kesakitan, ia menyuruh anak-anaknya pergi supaya tidak melihat penderitaannya.
Adapun ketiga laki-laki yang mengunjunginya adalah dokter, notaris tanahnya dan saudara laki-laki dari suaminya. Dan segera lah, semua pergunjingan itu berhenti, berubah menjadi simpati yang luar biasa!
Saya suka dengan kisah di atas karena sangat menohok kisahnya, khususnya buat orang yang suka mempergunjingkan orang. Suka omongin orang ataupun suka gosipin orang. Masalahnya, kadang kala di tempat kerja, hal-hal seperti ini terjadi dan di kampung waktu ketika saya dibesarkan di mana perumahan begitu padat, tak jarang saya melihat orang seringkali mempergunjingkan orang lain. Padahal, seperti kisah di atas, kadangkala kita melihat sesuatu berdasarkan penilaian kita dan penilaian kitapun belum tentu benar.
Oya, baru-baru ini, saya pun menerima SMS yang bagus. Coba deh simak isinya, “Ketika ada orang bicara mengenai Anda di belakang, itu adalah tanda bahwa Anda sudah ada di depan mereka. Saat orang bicara merendahkan diri Anda, itu adalah tanda bahwa Anda sudah berada di tempat yang lebih tinggi dari mereka.”
“Saat orang bicara dengan nada iri mengenai Anda, itu adalah tanda bahwa Anda sudah jauh lebih baik dari mereka. Pada saat orang bicara buruk mengenai Anda, padahal Anda tidak pernah mengusik kehidupan mereka, itu adalah tanda bahwa kehidupan Anda sebenarnya jauh lebih indah dari mereka.”
Kalau kita hubungkan antara kisah tentang si janda cantik dengan puisi tersebut, rasanya menarik untuk memikirkan soal gosip yang seringkali muncul. Gosip memang tidak selamanya benar (ya namanya juga gosip).
Meski demikian, kadangkala ada orang yang menikmati gosip karena itu memberikan bahan obrolan dan juga bahan perekat dalam berkomunikasi. Hanya saja, pasti ada korbannya yang menjadi bahan gosip. Dan itulah yang tidak enak!
Seperti dalam kisah di atas, banyak gosip dan pergunjingan yang sebenarnya tidak punya alasan dan tidak mendasar bahkan isinya hanya persepsi belaka yang belum tentu sesuai dengan realitas. Lantas pemikiran yang menarik, mungkin saja si janda itu tidak akan menjadi gosip yang terlalu keji, kalau saja ia tidak cantik.
Jadi, disinilah kita melihat bahwa pergunjingan dan gosip adalah santapan lumrah bagi orang yang terkenal, sukses, berhasil! Makanya, sudah berapa tahun, acara gosip selebritis selalu menjadi bahan yang menarik untuk ditonton.
Cara Menyikapi Gosip
Ada yang benar dan ada yang hanya berita sensasi belaka, tetapi itu menjadi tontonan yang menarik. Saya ingat, kadang-kadang ibu-ibu dan pembantu yang nunggu anaknya di sekolah obrolin gosip itu dan rekan-rekan di kantor pun ngomongin. Seakan-akan kalau tidak tahu gosip, kita adalah orang yang ketinggalan.
Sebenarnya kisah di janda cantik mengingatkan kita akan satu hal. Kalau ngomongin tentang orang, kita mesti tetap waspada karena kita sebenarnya tidak tahu banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi. So, jangan terlalu sengit tatkala mendengar berita gosip yang belum tentu benar.
Lantas pembelajaran penting kedua adalah menerima realitas bahwa kalaupun kita tidak menggosipkan orang, orang lain pada dasarnya mungkin akan menggosipkan kita. Tatkala digosipkan, bersikaplah tenang. Berbagai kalimat di atas menunjukkan, kalau kita tidak dirasakan lebih sukses dan lebih berhasil, mungkin kita tidak akan digosipkan.
Akhirnya, saya tetap punya satu poin terakhir soal gosip ini. Gosip itu sebenarnya tidaklah buruk. Justru saya pikir gosip bisa menjadi salah satu control social agar kita tetap berjalan dan bersikap dengan benar. Pada saat orang tidak peduli soal moralitas, kadang kekhawatiran soal gosip dan omongin orang, bisa jadi alat untuk mencegah kita dari perbuatan yang tercela.
Bayangin kalau semua orang sudah stop omongin orang lain dan tidak peduli dengan apapun yang dilakukan orang lain, bagaimana jadinya dunia ini?
Tulisan di atas telah membahas soal enaknya menggosipkan orang. Bagaimana kalau sebaliknya? Bagaimanakah menyikapi gosip tidak benar yang meyikapi kita? Berikut ini ada kisah inpirasional yang menarik.
Ada seorang pejabat yang terkenal antikorupsi yang diterpa gosip yang sangat menyakitkan. Padahal, selama ini dia dianggap bersih dan berbagai tekanan itu kini dialaminya. Namun, menariknya, si pejabat pegiat anti korupsi ini dengan tenangnya menjawab pertanyaan wartawan dengan berkisah, “Ketika di kampungku, pada saat bulan purnama, biasanya anjing akan melolong-lolong. Itulah komentar saya tentang semua tuduhan yang diberikan kepada saya.”
Para wartawan yang bingung lantas bertanya, “Bapak tidak menjawab pertanyaan kami!” “Justru itulah jawaban saya. Sementara para anjing melolong-lolong, sang bulan tetap bersinar dengan terangnya tanpa terganggu sedikitpun oleh gonggongan anjing-anjing itu.”
Jadi, sementara akan ada pihak yang menyebarkan berbagai isu dan gosip tidak mengenakkan tentang saya, saya akan tetap bekerja dengan giat dan belajar untuk menjadi seperti bulan yang tetap berusaha bersinar!
Begitulah, si pejabat itu mengajarkan pula suatu pembelajaran bagus soal sikap menyikapi gosip yang mungkin akan menimpa diri kita suatu waktu. Kita tidak bisa mencegah orang untuk bicara dan memberikan pergunjingannya.
Sama seperti rembulan yang membiarkan anjing-anjing tetap menggonggonginya, demikian pula kadangkala ada gosip yang tidak perlu kita hiraukan. Dengan demikian, ada dua pilihan yang bisa kita lakukan.
Pertama, tetap tenang dan membiarkan gosip itu berlalu sejalan dengan waktu.
Kedua, membuktikan bahwa gosip itu keliru.
Penulis
Anthony Dio Martin
Best EQ trainer Indonesia dan Direktur HR Excellency