Bisnis.com, JAKARTA - Potensi bisnis pada keong mas masih besar dan bahan bakunya pun mudah didapatkan. Namun jika enggan terjun ke sawah untuk mengumpulkan keong satu per satu, yang memang akan cukup memakan waktu, pelaku usaha dapat membelinya dari penyalur.
Salah satu penyalur yang mampu menyediakan pasokan keong dalam jumlah besar adalah Abdul Syafii, lewat usahanya CV Mahya Bintang.
Pria 36 tahun ini sudah sejak tiga tahun lalu menangkap peluang emas dalam bisnis keong mas. “Hampir semua bagian pada komoditas keong mas itu punya nilai uang, mulai dari dagingnya, cangkangnya, maupun tutupnya,” katanya kepada Bisnis.com.
Abdul menyalurkan keong mas dalam bentuk daging maupun olahan. Hewan dengan nama latin Pomacea canaliculata ini terlebih dulu dimasaknya dengan garam lalu dilepas dari cangkangnya sekaligus dipisahkan antara bagian daging dan tutupnya.
Sebanyak 50% produk yang dijual adalah daging keong basah yang digunakan menjadi pakan ternak seperti untuk lele maupun bebek. Kemudian, 35% lainnya adalah produksi tepung dari olahan cangkang keong sebagai campuraan untuk pakan ternak. Terakhir, 15% penjualannya berupa daging keong yang digunakan untuk industri kuliner.
“Tutupnya itu sangat laris dan digunakan sebagai bahan dupa. Dulu kami mengekspornya ke Timur Tengah tetapi belakangan karena kondisi di sana sedang bergejolak, pasar ekspornya diubah ke China,” katanya kepada Bisnis.com.
Adapun daging keong, pada awalnya banyak diekspornya sebagai bahan makanan dengan harga sekitar Rp10.000 per kilogram. Namun, karena jalur ekspor sedang kurang lancar, sebagian besar daging keong dia salurkan ke pasar domestik.
Karena di Tanah Air masih belum banyak yang mengolah keong menjadi makanan, kalangan yang diincarnya mayoritas para peternak. “Kebanyakan di Indonesia masih sebatas mengolahnya menjadi sate, padahal di luar negeri daging keong mas itu setahu saya dijadikan nugget,” katanya.
Di wilayah Jawa Timur memang sudah mulai ada yang membuat produk kuliner dari olahan keong mas tetapi masih jarang yang melakoninya secara serius. Hal ini diduganya karena pasar Indonesia juga masih perlu diedukasi tentang manfaat keong sebagai produk pangan alternatif yang bergizi.
Usaha penyaluran keong diakui Abdul sejauh ini berkembang cukup pesat. Dalam sebulan dia mampu mengolah 50 ton keong mas. Dia tidak kesulitan bahan baku karena suplai keong dari persawahan di daerahnya sangat melimpah.
Keong tersebut ditampung darinya dari para petani dengan harga Rp1.000 – Rp 2.000 per kilogram. Total ada sekitar 50 petani yang diajaknya bekerjasama.
Setelah lewat proses pengolahan, keong tersebut dijual kembali dengan harga Rp3.000 – Rp5.000 per kilogram untuk bagian daging. Sedangkan tepung dari cangkang keong dibanderol Rp8.000 per kilogram. Yang paling mahal adalah bagian tutup keong, yakni Rp40.000 per kilogram untuk pasar Timur Tengah dan Rp20.000 per kilogram untuk pasar China.
Walau enggan menyebut total penjualannya, dalam sebulan omzet yang didapat Abdul mencapai ratusan juta rupiah dari bisnis keong mas.
Sejauh ini pelanggan yang dilayani Abdul masih terbatas di Jawa Barat seperti Karawang, Bekasi, Tasikmalaya, dan Subang.
Kendati demikian, dia sudah beberapa kali mendapat permintaan dari pelaku usaha daerah-daerah seperti Jawa Timur yang masih belum bisa dipenuhinya. Jika pasar keong sudah semakin luas, baik untuk peternakan maupun kuliner, dia ingin mempunyai pabrik keong mas yang lebih besar.