Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia telah melakukan penataaan ulang strategi pembangunan broadband atau pita lebar nasional melalui sinkronisasi, sinergi dan koordinasi lintas sektor atau wilayah yang dituangkan ke dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 96/2014 tentang Rencana Pitalebar Indonesia (RPI) pada tahun 2014-2019.
Tahun lalu, sebanyak tujuh kabupaten/kota sudah terpilih sebagai pilot project untuk mengimplementasikan pita lebar tersebut dan selanjutnya bulan ini Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Detiknas) juga telah menyiapkan 50 kabupaten/kota yang disiapkan untuk mengimplementasikan broadband tersebut.
Bagaimana kesiapan Detiknas, berikut wawancara Bisnis dengan Ketua Pelaksana Detiknas Ilham Akbar Habibie:
Apa peran Detiknas dalam mengimplementasi broadband di seluruh kabupaten/kota di Indonesia?
Mungkin perlu saya jelaskan bahwa Detiknas adalah salah satu instansi pemerintah yang membantu pemerintah untuk membuat peraturan dan kebijakan yang terkait dengan TIK [Teknologi Informasi dan Komunikasi], yang kemudian dikoordinasikan sebaik mungkin di antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, di antara para kementerian dan juga di antara sektor-sektor masyarakat kita, yaitu sektor pemerintah, bisnis dan akademisi dan juga komunitas.
Karena TIK ini kan adalah satu teknologi yang lebih dari sekedar teknologi, dia kemana-mana. Dengan adanya TIK atau sistem TIK yang bermanfaat dan memadai, kita bisa memadukan sektor-sektor di negara kita seperti pendidikan, kesehatan, kemudian pemerintahan dan terakhir bidang ekonomi juga bisa, tidak luput dari teknologi ini.
Konsep Detiknas tentang meaningful broadband kabupaten initiative, seperti apa?
Jadi teknologi ini harus kita lihat sebagai infrastruktur yang sangat mendasar, kalau Internet sudah bisa kita sediakan dengan baik dan benar, itu akan jauh lebih mudah untuk lebih mengembangkannya di bangsa kita. Oleh karena itu, kita berpegangan pada konsep meaningful atau bermakna. Meaningful itu mempunyai tiga sifat yang pertama adalah usable atau mudah digunakan yang kedua adalah terjangkau secara ekonomis dan yang ketiga adalah memberdayakan. Jadi harus punya efek positif pada perkembangan manusia kita, jadi itu yang kita lakukan di sini.
Bagaimana dengan perkembangan RPI?
Sejak September 2014, Indonesia sudah mempunyai satu rencana induk bagaimana kita mengembangkan pita lebar di Indonesia, namanya RPI [Rencana Pitalebar Indonesia] yang masih ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nah, rencana itu kalau kita membaca dokumennya itu sangat bagus namun sangat makro, sangat luas.
Kalau saya menjadi Bupati pasti saya tidak akan tahu bagaimana cara saya untuk mengimplementasikannya, itu sulit karena sangat makro. Lalu bagaimana mikronya? Kita kan sudah mengenal yang namanya Palapa Ring atau lingkaran Palapa itu menyambungkan 500 lebih dari kota/kabupaten di seluruh Indonesia, tetapi hanya di level sentral saja.
Bagaimana firstmail-nya? Bagaimana kita menyambungkan ke sekolah, universitas ke kantor pemerintah, rumah sakit, puskesmas, rumah tangga, kepada konsumen secara langsung, itu kita tidak tahu dan itu hanya menjawab pertanyaan sambungan mengenai aplikasi semacam apa yang akan kita mau gunakan untuk standar di wilayah Indonesia, bagaimana dengan regulasinya, bagaimana dengan data centernya dan bagaimana pembiayaannya nanti, itu banyak sekali pertanyaan yang belum bisa kita jawab.
Nah dalam hal ini, kalau kita lihat dokumen RPI sebagai satu regulasi top down yang langsung ditangani oleh Presiden, jadi kita kayak ada instruksi tapi yang kita bangun dengan ini adalah jawaban dari bawah jadi bottom up jadi kita langsung ke implementatornya kan di Indonesia, implementasinya kemudian lari ke kabupaten/kota kan, mereka yang punya anggaran, mereka yang perlu, dia punya warga dia punya tantangan, jadi dengan merekalah kita bekerja di sini dengan pengalaman mereka dan kita berbagi informasi, yang nantinya akan sharing dengan yang lain. Kerja sama secara berkesinambungan ini nantinya kita dapat memperbaiki sesuatu secara bersama-sama.
50 kabupaten/kota itu dipilih berdasarkan apa?
Kita memilih kabupaten/kota yang sudah memiliki prestasi nasional di bidang TIK dan itu tim yang memilih. Jadi yang tujuh kabupaten/kota ke dua itu kita memilih mungkin cukup bagus dan 50 berikutnya dan kita melihat coveragenya.
Apakah ada kendala selama prosesnya?
Kendala sudah tentu ada, saat ini kendalanya adalah SDM yang masih kurang. Tetapi kerja sama dengan tujuh kabupaten dan kota yang ke dua ini sudah berjalan dengan baik, mereka sangat antusias dan mendukung kami. Selain itu, mungkin juga dari segi waktu kadang-kadang yang juga mepet.
Harapan dari Detiknas?
Harapan kita adalah kita akan melihat adanya konvergensi dari solusi-solusi yang sudah ada dan itu bisa bukan hanya di satu atau dua tempat tapi di seluruh Indonesia, jadi kalau kita lihat MBKI [Meaningfull Broadband Kabupaten Indonesia] ini, kita juga melakukan itu secara bertahap, kita sudah mulai pada akhir 2014 lalu dengan tujuh kabupaten/kota dulu yang sudah kita pilih, kemudian sekarang ini kita akan tambah lagi 50 kabupaten/kota.
Jadi sekarang kita secara formal dan resmi mulai di 57 kabupaten/kota dari 500-an kabupaten/kota, jadi baru sekitar 10%. Kemudian tahap berikutnya kita baru akan mulai pada awal tahun depan, kita akan mulai di semua kabupaten/kota, tentu itu tidak berarti tahun depan kita akan selesai juga, ini baru permulaan dari sebuah proses.
Bayangkan berapa banyak solusi yang harus kita cari kan, bidangnya luas sekali dan boleh dikatakan kita itu menyentuh semua sektor yang ada di Indonesia kan. Pasti ada elemen TIK-nya, tidak mungkin tidak, jadi harapan kita adalah bisa buat lebih cepat, lebih murah dan kualitasnya juga bisa lebih baik. Misalnya seperti e-budgeting, Insya Allah karena transparan korupsi yang ada itu sangat berkurang itu sebagai contoh saja.
Targetnya kapan akan selesai?
Kalau untuk target tentunya sebagai instansi kan kita tidak berjalan sendiri, kita tentu menganut kepada RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) nah disitu sudah disampaikan beberapa sasaran kalau tidak salah 2019 harus sekian dan 2024 harus sekian dan sebagainya dan itu yang menjadi acuan kita.