Bisnis.com, JAKARTA - Pertama bertemu dengan pria yang satu ini, tidak ada kesan bahwa dia adalah pengusaha yang cukup hebat. Gaya ramah dan sikapnya yang humble, tidak membuat orang merasa sungkan berbincang dengannya.
Tapi siapa yang sangka jika lelaki dengan nama lengkap Muchammad Fadli ini memiliki 35 outlet kecantikan Zap yang cukup prestise di Jakarta dan kota besar lainnya.
Berawal dari outlet sewaan seluas 2,5x3 meter
Bukan kisah yang singkat buat owner sekaligus CEO Zap yang lebih dikenal dengan nama Fadli Sahab hingga bisa sesukses saat ini mengembangkan klinik Zap. Seperti halnya pengusaha lain, diapun memulainya dari nol.
"Awalnya dari sewa ruangan depan rumah teman saya dengan luas 2,5x3 meter tahun 2009 lalu," ceritanya memulai perbincangan.
Bahkan, saat memulai usahanya itu, dia harus pergi dari pintu ke pintu menyambangi pelanggannya melayani jasa hair removal yang ditawarkannya.
Berbekal promosi dari mulut ke mulut, saat itu bisnisnya cukup banyak memiliki pelanggan, meskipun saat itu jasa semacam ini belum banyak dilirik banyak pengusaha. Hanya karena berbekal alasan jasa tersebut belum tersedia, itulah akhirnya membuat dia terjun ke dunia bisnis tersebut.
Beruntunglah pelanggan terus berdatangan, dan kebanyakan berasal dari orang asing yang tahu bisnisnya dari kerabatnya.
Modal awal Rp50 Juta
Untuk memulai bisnisnya tersebut, dia mengaku harus merogoh kocek sebesar Rp50 juta untuk membeli alat hair removal berbasis sinar laser. Modal itupun, diperolehnya dari pinjaman keluarganya, termasuk dari adik kandungnya yang terlebih dahulu berbisnis kecil-kecilan.
Dia pun mengaku saat itu tidak mungkin meminjam uang ke bank karena tidak ada jaminan bisnis yang bisa diagunkannya. Sehingga mau tidak mau, pinjaman dari keluarga adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan modal.
Untunglah, dengan cukup banyak pemakai jasanya, pinjaman itu bisa segera dikembalikan dalam beberapa bulan kemudian.
Antara pekerjaan kantoran dan bisnis
Saat memulai bisnisnya tahun 2009 lalu, Fadli sempat galau antara melanjutkan pekerjaan kantoran dimana dia masih tercatat sebagai pegawai dulu, atau terjun 100% menjalankan bisnisnya.
Akhirnya di tahun yang sama, diapun memutuskan keluar dari pekerjaan, apalagi saat itu seringkali dia tidak fokus dalam bekerja. Izin dari kantor dan seringkali menghilang di jam istirahat menjadi alasannya keluar dari pekerjaan.
Berkat ketekunannya itu, akhirnya membuahkan hasil. Dalam tempo 4 tahun hingga 2013, dia berhasil menambah jumlah salon hair removalnya menjadi 7 outlet. Di sinilah awal mula bisnisnya mulai memberikan sinyal masa depan yang cerah.
Tahun kebangkitan
2013 bisa jadi merupakan tahun awal kesuksesan Zap Clinic. Dengan tujuan meng-improve perusahaan, dia mengubah salon hair removalnya menjadi klinik kecantikan yang lengkap, bukan hanya melayani hair removal saja. Namun, jasa yang menjadi cikal bakal usahanya itu tetap melekat dalam nama Zap.
Strateginya inipun tidak membuatnya salah langkah. Karena tingginya permintaan masyarakat akan kebutuhan klinik kecantikan, ZAP kemudikan menjadi klinik kecantikan yang fokus pada perawatan laser yang cepat dan efektif pada 2014 lalu. Sejak saat itu, treatment kecantikan mulai mendominasi jumlahnya dibanding hair removal, dan tahun 2015 bisnisnya mulai booming.
"Tahun 2016 saya mulai membuka klinik kelas premium yang mengimplementasikan layanan bintang lima baik dari outlet, sdm hingga mesin yang digunakan," ujarnya.
Strategi Bisnis
Cara Fadli menjalankan bisnisnya juga termasuk konvensional. Dia lebih suka menggunakan laba dari usaha sebelumnya untuk membuka outlet baru. Dengan cara ini, katanya, cukup efektif dan membuat jumlah outletnya terus bertambah dengan stabil, jika dibandingkan bila dia meminjam uang ke bank.
Dalam setahun, dia menuturkan bisa membangun hingga lebih dari 5 outlet baru. Tercatat sepanjang tahun ini saja, dia menargetkan akan menambah 10-15 outlet baru.
Selain itu, dia juga berniat menaikkan kelas beberapa Zap clinic menjadi Zap Premium. Dia percaya nilai investasi yang digelontorkan untuk menaikkan kelas itu, akan tertutupi dengan tarif jasa layanan yang naik.
Untuk membangun satu outlet saja, diperlukan dana sebesar Rp3 miliar untuk kelas Zap Clinic, dan kurang lebih Rp5 miliar untuk Zap Premium.
Jika dikalkulasi, maka dengan membangun 10 outlet baru, maka setidaknya dibutuhkan dana sekitar Rp50 miliar untuk membangun jaringan baru tadi.
Sayangnya, Fadli masih enggan membocorkan berapa aset yang kini dimilikinya dengan puluhan outlet Zap yang kini sudah dimilikinya. Dia juga merahasiakan berapa laba dan omset perusahaan yang dikelolanya tersebut.
Namun berdasarkan catatan perusahaan, pada tahun lalu, bisnis Zap tercatat tumbuh 71%, sementara jumlah outlet bertambah 49% dan konsumen tumbuh sebesar 60%, dimana 80% nya merupakan pertumbuhan treatment wajah yang juga menyumbangkan sebesar 92% pada revenue perusahaan.
Menjaga kualitas
Berbeda dengan jenis usaha lainnya yang seolah berlomba-lomba memperluas jaringan dengan cara franchise, Fadli justru seolah enggan melakukannya.
Alhasil, selama ini outlet Zap murni dikuasainya. "Hanya satu outlet saja yang saya persilakan satu kepala dokter untuk punya saham di sana," ujarnya.
Dia beralasan hal itu untuk menjaga kualitas dari bisnis miliknya itu. Sehingga standarisasinya tetap terjaga dan tidak mengecewakan pelanggan. Mengingat bisnisnya bergerak dalam bidang jasa yang mengandalkan kepercayaan konsumen.
Tercatat saat ini jumlah outlet Zap sebanyak 35 outlet yang tersebar di 12 kota. Dimana 21 outlet berada di dalam mal, dan 14 mal outlet non mal. Sedangkan Zap Premiere kini sudah berdiri 3 outlet.
Tahun ini, dia menargetkan akan memiliki total 50 outlet Zap clinic, dimana 10 diantaranya merupakan Zap Premiere. Adapun cabang baru yang akan dibuka yakni di Lampung, Makassar, Malang dan Yogyakarta.
Dengan bertambahnya jumlah outlet setiap tahunnya, karyawan yang disebutnya sebagai aset "termahal" nya pun terus meningkat jumlahnya. Hingga akhir tahun lalu, dia telah memperkerjakan 719 karyawan dengan 113 orang bekerja di head office.
Sementara untuk dokter estetika yang tercatat bekerja full di Zap terdiri dari 128 dokter, 10 ahli dermatologist, dan 2014 merupakan karyawan lulusan keperawatan.
Impian Besar
Saat ini, ada empat rencana besar yang diimpikan pengusaha melahiran Surakarta 11 Agustus 1984 itu. Pertama, membangun klinik kecantikan khusus untuk pria, atau Zap for Men yang rencananya akan segera direalisasikan tahun ini juga.
Saat ini, pihaknya masih mencari lokasi yang tepat dan strategis. Ini untuk memenuhi permintaan pasar. Karena selama ini Zap hanya melayani konsumen perempuan, sedangkan tingkat kebutuhan pria dalam perawatan wajah kian meningkat.
Kedua, go Internasional. Yah, Fadli berharap Zap akan menjadi klinik kecantikan asal Indonesia yang dikenal di luar negeri. Salah satu negara yang menjadiincarannya yakni Korea Selatan. Meskipun jumlah klinik kecantikan disana betebaran dimana-mana, namun dia yakin masih mampu bersaing.
Ketiga, melantai di bursa saham, alias melakukan initial oublic offering (IPO) pada 2020 mendatang. Untuk mencapai target tersebut, dia mempersiapkan total 75 outlet terbangun.
Dan terakhir, hasil penjualan saham lewat IPO tersebut, nantinya akan digunakan untuk mewujudukan impian terbesarnya yakni membangun rumah sakit dengan konsep one stop service yang pastinya melayani jasa klinik kecantikan juga.
Impian ini bermula ketika dia melihat tingginya biaya pelayanan di RS, namun pelayanannya dinilai kurang memadai.
Keluarga Pebisnis
Meski berlatar belakang akademik pemerintahan, namun jiwa bisnis Fadli dimulai sejak masih duduk di bangku sekolah. Sejak duduk di SMA, dia mengaku sering berjualan segala macam barang ke rekan-rekannya.
Menurutnya, menyenangkan bisa mendapatkan penghasilan ketika masih sekolah dengan cara berbisnis kecil-kecilan itu.
Karena jiwa bisnisnya yang cukup kental itulah yang mungkin kini mengantarkan lulusan sarjana Pembangunan wilayah di UGM ini justru 100% itu sukses berbisnis, dibandingkan kerja di kantoran.
Bahkan, menurutnya sebagian besar keluarganyapun sekarang ini, juga terjun ke dunia bisnis salah satunya bisnis furniture.
Kenikmatan berbisnis, menurutnya, bisa menjalankan passion sekaligus mendapatkan penghasilan dengan nominal yang diharapkannya. "Dulu saya ingin gajian Rp100 juta sebulan, tercapai dan sekarang sudah bukan gajian lagi, tapi memberikan gaji," senyum ayah dengan satu orang putra itu.