Bisnis.com, JAKARTA — Pratiwi Hamdhana AM adalah sosok dibalik sebuah perusahan rintisan (startup) bernama Tenoon yang memberdayakan difabel sekaligus menjadikan produk berbahan kain tenun sebagai komoditas utama jualannya.
Tiwi sapaan akrabnya mengaku menjadikan Tenoon sebagai nama yang mewakili Indonesia dan budaya kain tenun ke seluruh dunia.
Dia mengatakan bahwa sejak awal, dia telah menentukan Tenoon sebagai menjadi sebuah perusahaan rintisan yang bergerak di bidang sosial (social enterprise)
“Tanpa terasa Tenoon telah menginjak usia 2 (dua) tahun. Kami masih kecil, kami masih merangkak sembari belajar berdiri di kedua kaki kami secara perlahan. Namun, satu hal yang pasti kami terus bergerak, sekecil apapun itu,” terangnya.
Tiwi melanjutkan bahwa Tenoon berawal dari mimpi untuk menciptakan produk-produk dari bahan dasar kain-kain tenun Indonesia.
Dia mengaku memulai bisnisnya dengan memanfaatkan kain tenun Paramba dari Toraja sebagai bahan baku produk jualannya.
Baca Juga
Namun, saat ini dia telah memperluas jangkauan penggunaan bahan bakunya dengan menggunakan kain tenun dari berbagai daera lain. Dia mengaku mendapatkan kain-kain tersebut langsung dari desa-desa penenun di tiap daerah.
“Khususnya dari Indonesia bagian timur seperti dari Toraja, Mamuju, Bima, Lombok, Rote, dan Jepara,” ujarnya.
Di sisi lain, Tiwi juga mencoba menjadikan Tenoon sebagai wadah yang inklusif, di mana perempuan dan penyandang disabilitas menjadi penerima manfaat utama. Berawal dari tak punya tim produksi, kini Tenoon telah menjadi rumah bagi 3 (tiga) penyandang disabilitas di bagian produksi dan 1 (satu) di pengembangan bisnis.
“Tenoon, inshaaAllah, akan terus berupaya untuk memberikan lebih banyak manfaat dan menjadi wadah inklusif yang terus berkembang hingga bisa menjadi rumah bagi lebih banyak penerima manfaat, khususnya perempuan dan teman-teman disabilitas,” ungkapnya.
Perempuan kelahiran Makassar, 22 Maret 1992 tersebut meyakini, pembuatan perusahaan rintisan, terutama yang bergerak di bidang sosial, akan makin mudah lantaran meningkatnya penetrasi teknologi di seluruh Indonesia.
“Selain itu Indonesia udah banyak bisnis kompetisi yang memberikan funding untuk startup. Kesempatan untuk meluncurkan [startup] makin banyak karena untuk tahap ide saja investor sudah lebih tertarik dengan perusahaan yang memberdayakan kelompok marginal atau sosial tertentu mereka semakin tertarik,” ujarnya.