Bisnis.com, JAKARTA – Dunia bisnis tak beda jauh dengan dunia politik. Pragmatisme untuk mencapai tujuan menjadi urat nadi yang mengaliri semangat memenangkan persaingan. Bahkan, senjata maut klasik ‘tujuan menghalakan segala cara’ selalu mendapatkan tempatnya.
Dua korporasi berseteru. Di lain waktu mereka melakukan ‘gencatan senjata’. Pada semester kedua malah baku serang. Di musim dingin justru bermesraan yang berujung ke ‘pelaminan’. Paling tidak ada pakta kerja sama yang disepakati.
Banyak contoh mengenai hal ini. Namun tidak banyak kisah seteru yang pada suatu titik berubah total menjadi melankolis. Kedua pihak yang bermusuhan duduk berdampingan untuk berbisnis bersama.
Itulah yang terjadi ketika pada 2 Oktober 1991, dua raksasa berbeda ‘prinsip dan ideologi’ yaitu Apple dan IBM menandatangani sebuah kontrak yang membentuk kolaborasi antar keduanya.
Dengan kesepakatan tingkat tinggi itu, kedua perusahaan mengerahkan ratusan pengembang terbaik mereka secara bergantian untuk mewujudkan tujuan bersama. Perjanjian ini, menurut Apple dan IBM, akan mengubah lanskap bisnis komputer di era 1990-an.
Saat jumpa pers, Presiden IBM Jack D. Kuehler berdiri berdampingan dengan CEO Apple John Scully di balik tumpukan tinggi dokumen yang secara kolektif menyusun kontrak yang akan ditandatangani kedua petinggi perusahaan tersebut.
“Bersama-sama kami akan mengumumkan dekade kedua dari komputer pribadi. Dan dekade itu dimulai hari ini,” ucap Kuehler.
Scully, mitranya, langsung menimpali, “aliansi Apple dan IBM akan meluncurkan kebangkitan dalam inovasi di bidang teknologi.” Keduanya berambisi menciptkan produk baru bernama Power PC yang dirancang dapat bekerja menggunakan sistem operasi apapun.
Secara teoritis hal ini membuat konsumen dapat memilih peralatan mereka berdasarkan perangkat keras dan bukan pada perangkat lunak.
Analis maupun pasar riuh dibuatnya. Seolah tak percaya Apple dan IMB bisa ‘tidur satu ranjang’. Jeffrey L. Cruikshank (2006), pendiri Kohn Cruikshank Inc--firma konsultasi yang berpusat di Boston--memberikan gambaran menarik mengenai aliansi yang menghebohkan itu.
Menurut dia, dua perusahaan terbesar nasional (Amerika Serikat) penghasil komputer pribadi tersebut memiliki gaya dan filosofi yang sangat berbeda. Apple, yang bermarkas di Cupertino, California selalu menggambarkan dirinya sebagai alternatif dari IBM, perusahaan yang terkesan resmi dan serius dengan markas di Armonk, New York.
Namun para eksekutif dari kedua korporasi ini mengatakan bahwa mereka memiliki keyakinan bahwa aliansi tersebut akan berjalan dengan baik, karena negosiasinya dilakukan oleh orang-orang yang saat itu akan bekerja sama, dan bukan hanya diperintah oleh atasan.
Apa yang terjadi pada 2 Oktober 1991 tersebut sangatlah berbeda dengan periode tajuh tahun sebelumnya. Di mata Apple, IBM ibarat ‘orang kuno’ di dunia komputer pribadi. Ada titik didih yang hampir meledak ketika Apple membuat iklan berjudul 1984 yang disutradarai Ridley Scott. Nama ini kemudian kondang dengan karyanya seperti Alien, Blade Runner, Gladiator, dan Prometheus. IBM langsung bereaksi keras. Iklan tersebut menimbulkan kemarahan di Armonk.
Lalu kenapa bisa bersatu? Singkatnya, demikian Cruikshank, adalah kebutuhan kompetitif. Saat itu posisi Apple di pasarnya sendiri sedang melemah, terutama disebabkan oleh ketidaksesuaian sistem operasinya dengan sistem DOS yang dominan, yang kemudian dijual oleh Microsoft.
Pada saat yang sama IBM juga memerlukan penyangga, karena telah melakukan kekeliruan besar selama bertahun-tahun akibat menyerahkan kendali sistem operasinya kepada Bill Gates. Di sisi lain bisnis komputer pribadinya juga sedang goyah akibat banyaknya produk-produk pengganti IBM.
“Perjodohan ini setidaknya merupakan visi yang dipaksakan mengenai masa depan yang menyenangkan. Lebih merupakan upaya penyelamatan,” kata Cruikshank lebih lanjut.
Anda pernah mengalami perjodohan bisnis seperti ini?