Bisnis.com, JAKARTA -- Pandemi Corona Virus atau Covid 19 yang menekan hampir seluruh dunia ternyata memberi peluang bagi sektor industri Tanah Air untuk meningkatkan daya saing, dan menjadi bagian dari dalam rantai pasok industri global.
Rektor Kepala Universitas Nasional Prof Dr. I Made Adnyana mengatakan berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, saat dunia menghadapi pandemi Covid-19, nilai neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2020 mengalami surplus US$743,4 juta, dengan nilai ekspor US$14,09 miliar dan US$$impor 13,35 miliar.
Begitupun di sepanjang Januari hingga Maret 2020, neraca perdagangan nasional mengalami surplus US$2,62 miliar dengan nilai ekspor sebesar US$41,79 miliar dan impor US$39,17 miliar sehingga Januari–Maret 2020, Indonesia masih surplus US$2,62 miliar.
“Posisi ini masih jauh lebih bagus dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mengalami defisit US$62,8 juta. Angka surplus itu menggembirakan di tengah situasi saat ini yang tidak menentu.,” ujarnya, dalam webinar “Mengukur Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Kegiatan Ekspor dan Impor di Masa Pandemi Covid 19” seperti tertuang dalam keterangan yang diterima Bisnis, Jumat (4/9/2020).
Terkait gelombang New Normal dalam beradaptasi menghadapi pandemi Covid 19, Lektor Kepala Universitas Nasional itu menuturkan bahwa sebagian besar badan usaha saat ini fokus menerapkan langkah-langkah taktis untuk mempertahankan nilai bisnis, termasuk analisis likuiditas, perencanaan skenario operasional, dan penilaian berbagai program stimulus pemerintah.
“Kita perlu memiliki perencanaan masa depan. Optimalkanlah segala sumber daya yang ada termasuk lebih memaksimalkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi pada bisnis Anda,” tuturnya.
Lebih lanjut dia juga menuturkan bahwa New Normal ini telah memunculkan peluang bagi Indonesia menjadi supplier bahan baku atau barang setengah jadi untuk mengurangi ketergantungan produksi pada China.
“Untuk itu, penting meningkatkan kerja manufaktur yang akan menjadi sinyal pemulihan ekonomi. Sektor industri manufaktur domestik bisa menjadi bagian dalam rantai pasok industri global,” ujarnya.
Namun, Ketua Komite Anti Damping Indonesia (KADI) Bahrul Chairil mengingatkan adanya peningkatan hambatan ekspor impor selama pandemi Covid 19, terutama untuk beberapa komoditas pangan dan kesehatan.
"Solusinya kita harus tingkatkan kerjasama perdagangan internasional. Saat ini ada sekitar 25 lebih negosiasi kerjasama perdagangan yang harus dituntaskan pemerintah,” tuturnya.
Sementara itu, Peneliti INDEF Abdul Manap Pulungan menambahkan, beberapa subsektor yang tumbuh positif di masa pandemi Covid 19 seperti industri makanan dan minuman, industri kimia, farmasi dan obat tradisional, serta industri logam dasar.
"Pasar kita memiliki ukuran daya saing yang sangat tinggi, menempati peringkat ketujuh terbesar di dunia ," jelasnya.
Di sisi lain dia juga menyoroti realisasi Program Ekonomi Nasional (PEN) yang hingga Agustus 2020 realisasinya baru mencapai 25 perse dari total Rp692 triliun. “Realisasi anggaran insentif usaha baru 14%, UMKM 37%, sementara sektor korporasi baru 0%. Kami harap, pemerintah bisa segera mempercepat realisasi PEN untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.