Bisnis.com, JAKARTA -- Abad ke-21 telah mengantarkan era baru pada pasar lapangan kerja, di mana semakin banyak orang yang meninggalkan, atau menahan diri untuk tidak sepenuhnya memasuki metode kerja tradisional - 9 to 5 - dan memilih untuk bekerja sendiri.
Tren jalur karir wirausaha ini telah memicu pengembangan program inkubator dan akselerator yang dirancang untuk memberikan dukungan bagi para pemula.
Minat ini membentuk industri yang sedang berkembang seperti pergerakan coworking space baru-baru ini, dan telah mendorong sekolah bisnis untuk mengembangkan seluruh kurikulum yang disesuaikan dengan minat untuk memulai bisnis sendiri.
Peningkatan minat dalam wirausaha mungkin dapat dikaitkan dengan kemunculan beberapa wirausahawan yang sangat sukses seperti Jeff Bezos, Susan Wojcicki, dan Mark Zuckerberg yang telah menjadi ikon kesuksesan.
Atau mungkin karena perubahan preferensi dan nilai di antara kelompok generasi, perubahan teknologi, dan lain lain.
Tetapi ada penjelasan lain mengapa seorang individu memutuskan untuk memulai bisnis mereka sendiri.
Dilansir melalui Entrepreneur, Jumat (25/9), salah satu bidang studi baru-baru ini, misalnya, memfokuskan pada peran gangguan psikologis dalam keputusan untuk berwirausaha.
Sementara beberapa gangguan psikologis telah berspekulasi selama bertahun-tahun, salah satu sifat yang sering dianggap sebagai kontributor potensial untuk keputusan menjadi wiraswasta adalah Gangguan Kepribadian Narsistik (NPD).
Lagi pula, memulai bisnis sendiri sering kali membutuhkan kepercayaan diri yang tinggi, toleransi terhadap risiko, dan kemampuan untuk mengartikulasikan visi yang menarik - kualitas yang cenderung dimiliki oleh individu yang sangat narsistik.
1. Narsisis lebih cenderung menjadi wiraswasta daripada non-narsisis
Apakah Anda berada dalam lingkungan pekerjaan tradisional, bekerja di gig economy, atau telah memulai bisnis Anda sendiri, bagaimana Anda berakhir dalam situasi Anda saat ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh persepsi "kesesuaian" Anda dengan lingkungan.
Inilah yang dikenal sebagai Person-Environment fit, dan ini dapat membantu menjelaskan salah satu temuan utama penelitian; narsisis lebih cenderung menjadi wiraswasta daripada rekan non-narsistik mereka.
Dan campuran ketertarikan dan kecakapan yang dirasakan untuk wirausaha berarti bahwa individu narsistik sering mendapati diri mereka menghindari bentuk pekerjaan tradisional dan memilih untuk menjadi wiraswasta.
2. Laki-laki narsistik lebih cenderung berwiraswasta daripada perempuan narsistik
Satu penjelasan untuk kesenjangan gender yang mencolok dalam wirausaha adalah bahwa perempuan sering menghadapi sanksi sosial karena berhasil menjalankan peran yang secara tradisional dianggap berorientasi laki-laki.
Menariknya, konsekuensi sosial negatif yang dapat mengganggu pengusaha perempuan tampaknya juga menjelaskan perbedaan gender yang penting dalam manifestasi narsisme.
Ada kemungkinan bahwa perempuan narsistik, mengantisipasi sanksi sosial, mungkin lebih kecil kemungkinannya dibandingkan rekan laki-laki mereka untuk merasakan manfaat yang sama dari wirausaha, dan dengan demikian memilih jalur karir yang lebih tradisional.
Jadi, sementara laki-laki narsistik mungkin melihat wirausaha sebagai cara mereka untuk mendapatkan ketenaran dan kekayaan, perempuan narsistik mungkin lebih kecil kemungkinannya untuk melihat jalur karir seperti itu sebagai konteks yang kondusif untuk memperoleh perhatian yang mereka dambakan.
3. Wiraswasta narsisis tidak lebih sukses daripada narsisis yang bekerja secara tradisional.
Saat ini, ada banyak pakar bisnis dan influencer yang memuji manfaat kepercayaan diri, optimisme, dan bahkan mungkin sedikit cinta diri, sebagai kualitas penting dari kesuksesan wirausaha.
Namun, untuk sekadar percaya bahwa Anda memiliki apa yang diperlukan untuk berhasil menjadi wiraswasta, , kemungkinan besar bukan kondisi yang cukup untuk menjadi sukses di dunia wirausaha yang sangat tidak pasti dan dinamis.
Agar adil, narsisis memiliki kualitas lain di luar optimisme buta dan terlalu percaya diri yang mungkin menghambat kemampuan mereka untuk berhasil berwiraswasta.
Mereka rentan terhadap perilaku yang terlalu berisiko dan peningkatan komitmen, kualitas yang dapat menyebabkan mereka mengabaikan informasi negatif dan bertahan lebih lama dalam usaha mereka daripada yang optimal.
Mereka juga sangat eksploitatif dan rentan terhadap agresi, kualitas yang sering mengakibatkan mereka dipandang lebih kasar dan kurang dapat dipercaya oleh orang lain seiring waktu.