Bisnis.com, JAKARTA -- Pada tahun 1992 Rodney Sacks dan Hilton Schlosberg membeli bisnis jus milik keluarga bernama Hansen's Natural seharga US$14,6 juta.
Sepuluh tahun kemudian mereka dan kolega Mark Hall meluncurkan minuman yang energi sangat berbeda dari pesaingnya, Red Bull, bernama Monster Energy.
Tidak butuh waktu lama untuk Monster untuk masuk ke pertarungan sugar rush yang pada akhirnya melipatgandakan keuntungan Sacks.
Rodney Sacks, CEO Monster Beverage Co., memulai debutnya di daftar orang kaya dunia versi The Forbes 400 menyusul kenaikan 18% saham Monster dari Januari hingga akhir Juli tahun ini, didorong oleh peningkatan konsumsi oleh konsumen yang terdampak lockdown pandemi.
Penjualan sempat melambat awal tahun ini karena pandemi virus corona menyebabkan lockdown global. Tetapi, perubahan perilaku belanja konsumen yang beralih untuk mengkonsumsi makanan atau minuman di rumah daripada dari layanan makanan dan saluran lainnya, telah mendongkrak kembali penjualan minuman energi kalengan itu.
Kekayaan CEO itu saat ini mencapai US$2,8 miliar menurut Forbes Real Time Net Worth, menjadikannya orang terkaya ke-339 di dunia per debutnya September lalu.
Setelah meninggalkan pekerjaan sebagai mitra pengacara di sebuah firma hukum di negara asalnya Afrika Selatan, Sacks masuk ke bisnis minuman pada tahun 1992, ketika dia dan mitra bisnisnya Hilton Schlosberg membeli pembuat soda yang berbasis di California, Hansen Natural, yang meluncurkan minuman energi Monster pada tahun 2001.
Perusahaan ini berganti nama menjadi Monster Beverage Co. pada tahun 2012. Monster Beverage kemudian menjual hampir 17% saham Coca-Cola seharga US$2,2 miliar pada tahun 2014.
Mereka menjadi pusat perhatian karena beberapa kekhawatiran tentang bahaya minuman berbasis kafein.
Di antara beberapa kontroversi, seperti dikutip melalui Success Story, salah satu kontroversi populer yang berpotensi menurunkan penjualan perusahaan adalah gugatan yang diajukan oleh orang tua dari seorang gadis berusia 14 tahun, yang diyakini telah meninggal setelah meminum minuman Monster.
Namun, Sacks bertindak bijak dan berhasil membersihkan nama brandnya dengan fakta bahwa gadis itu meninggal karena masalah jantung eksisting dan tidak ada kaitan dengan minuman kafein yang telah dibuktikan secara medis, mendorong peningkatan pendapatan untuk tahun itu.
Dalam beberapa kesempatan, seperti saat menjelaskan praktik pemasaran Monster ke Senat AS, Sacks menjelaskan, seperti banyak perusahaan makanan dan minuman populer lainnya, perusahaan mensponsori berbagai atlet, artis musik, acara, tur, dan pertunjukan untuk mempromosikan produk Monster.
Pemasaran utama perusahaan menargetkan kegiatan olahraga motor yang selaras dengan citra merek Monster, seperti NASCAR, Supercross, Motocross, MotoGP, balap truk off-road, balap Formula 1, dan Reli Dakar.
Anda mungkin tidak asing lagi dengan logo khas brand Monster, sebab sebagian besar acara, artis, dan atlet yang disponsori oleh Monster ditujukan untuk pria muda. Pada gilirannya, minuman tersebut dengan mulus mengintegrasikan dirinya ke dalam gaya hidup generasi muda hingga sekarang.