Bisnis.com, JAKARTA - Seluruh ilmuwan di dunia saat ini tengah berlomba untuk menciptakan vaksin yang dapat menekan infeksi virus corona baru, salah satunya termasuk Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang sedang mengembangkan vaksin 'Merah Putih'.
LBM Eijkman adalah lembaga penelitian nirlaba yang didanai pemerintah yang melakukan penelitian dasar dalam biologi molekuler medis dan bioteknologi. Salah satu pendirinya adalah ilmuwan asal Indonesia, Profesor Herawati Sudoyo, yang baru-baru ini ikut terjun dalam penanganan Covid-19.
Dalam seri podcast terbaru yang dibawakan oleh Gita Wirjawan, bertajuk "Endgame", Wakil Kepala LBM Eijkman bidang Penelitian Fundamental itu menuturkan awal mula karirnya di bidang sains hingga terobosan yang dibawanya pada kasus bom di Kedutaan Besar Australia menjadi momen ikonik bagi perkembangan sains di Indonesia.
Ketertarikannya pada ilmu eksak sudah muncul sejak di bangku sekolah yang juga dipicu oleh hobinya membaca
Pilihan pertamanya bukan ilmu kedokteran melainkan arsitektur, karena menurutnya bidang studi ini memberikan lebih banyak peluang untuk berkembang secara inovatif.
Baca Juga
"Pada masa itu hanya ada dua pilihan sekolah, jadi dokter atau insinyur," tutur Hera.
Dia mencoba ikut tes penerimaan di Institut Teknologi Bandung namun terhambat urusan administrasi. Pada saat yang sama dia juga menaruh minat pada studi di bidang lanskap bahkan teknik tekstil.
Ternyata, dorongan untuk menjadi ilmuwan pada saat itu datang dari keluarga yang saat itu mendukungnya untuk mengambil studi di bidang kedokteran.
Lulus dari sekolah menengah, Hera akhirnya melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Dia lulus kuliah sebagai sarjana kedokteran sambil memenuhi kewajiban sebagai ibu rumah tangga dengan seorang anak.
"Saya sepertinya cocok dengan bidang ini karena saya ini nerd, banyak baca buku. Itu rutinitas yang saya lakukan sejak kecil," ujarnya
Setelah lulus, dia menjadi staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di bagian biologi kedokteran (pre-clinic) dan Hera mempertimbangkan opsi untuk menempuh pendidikan selanjutnya guna mendapatkan gelar master.
"Ini menarik karena sekali kita masuk ke bidang itu [kedokteran], maka jenjangnya sudah ditentukian. path-nya jelas. Setelah lulus kita dituntut untuk punya spesialisasi," ujarnya.
Meskipun punya dua anak, jenjang pendidikan tinggi tidak berhenti setelah dia mendapatkan gelar master dari FKUI.
Hera melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi untuk mendapatkan gelar doktor di bidang biochemisty di Monash University, Melbourne selama lima tahun
Dari sini, karirnya di bidang sains terus menanjak.
Tahun 1992, menjadi tahun kebangkitan Lembaga Eijkman yang sempat ditutup pada tahun 1960-an di tengah kesulitan ekonomi pasca kemerdekaan Indonesia.
Lembaga Eijkman dibuka kembali sebagai tanggapan atas kebutuhan mendesak Indonesia akan lembaga penelitian biomedis yang mampu memanfaatkan pertumbuhan pengetahuan dan perkembangan teknologi yang telah dilakukan dalam biologi sel molekuler dalam beberapa tahun terakhir.
Sejak saat itu, berbagai terobosan di bidang biomedis ditorehkan oleh Lembaga Eijkman.
Tim peneliti Hera dijuluki "Gene Hunter" setelah mengumpulkan sampel dari banyak tempat di nusantara, termasuk daerah yang sangat terpencil, untuk mengumpulkan data mengenai genome sequence dari seluruh populasi Indonesia.
Pada 2004, dengan menggunakan penanda DNA, Herawati juga berperan penting dalam identifikasi pelaku kasus pengeboman Kedutaan Besar Australia yang kemudian diikuti oleh didirikannya Laboratorium DNA Forensik di Lembaga Eijkman.
Ia juga memprakarsai penelitian forensik satwa liar Indonesia dan studi populasi.