Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis ritel modern selama pandemi virus corona diprediksi masih belum bisa pada tahun ini, karena adanya pembatasan sosial dan aktivitasa selama pandemi Covid-19.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan bisnis ritel kemungkinan akan mengalami pertumbuhan 0,5-1 persen, selaras dengan prediksi pertumbuhan ekonomi negara di angka 4-5 persen pada 2021, tetapi hal ini belum bisa disebut recovery.
Roy mengatakan bahwa lebih tepat menyebut ritel saat ini menata ulang bisnis menuju recovery. Pasalnya dari jangka waktu 9 bulan bisnis yang bisa dibilang hampir mati suri, dampaknya tidak bisa dipulihkan dalam jangka waktu 1 semester.
"Butuh waktu minimal 2 semester. Oleh karena itu tahun ini baru pre-recovery yang akan memakan waktu 1 tahunan," ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.
Dalam jalan menuju recovery, Roy menyarankan peritel harus mengatur strategi bisnis dengan tidak mengabaikan adaptasi dalam kebiasan baru. Dalam hal pelayanan konsumen skala menengah ke atas, perusahaan bisa mengutamakan layanan pesan antar.
"Tanpa harus masuk toko. Mereka tetap di mobil, barangnya masuk ke mobil atau pengantaran sampai rumah karena banyak customer enggan keluar rumah," sarannya.
Sementara untuk segmen menengah ke bawah, ritel harus punya remodeling bisnis dengan berkoordinasi kepada supplier atau manufacture agar kemasan produk diperkecil atau lebih ekonomis.
Dengan demikian, harganya jadi lebih terjangkau. Atau, bisa juga dengan membuat paket produk yang jelas lebih hemat. "Itu dibundel dengan produk yang menunjang kesehatan. Misal beli produk ada masker atau hand sanitizer, dengan kemasan yang lebih ekonomis. Ini adaptasi kebiasaan baru," sebut Roy.
Selain itu, memanfaatkan penjualan secara daring baik secara mandiri atau bekerja sama dengan marketplace juga perlu ditingkatkan, walaupun saat ini pemasukannya belum signifikan dibandingkan penjualan langsung di toko.