Bisnis.com, JAKARTA - Bagi para pencinta belanja online, nama Tinkerlust sudah tidak asing lagi, terutama kaum hawa. Platform marketplace yang menjual item fesyen preloved tersebut menjadi incaran pemburu barang second asli yang kualitasnya terjamin dan harga miring.
Berdiri sejak 2015, Tinkerlust tercipta dari kerja sama kedua sahabat bernama Aliya Amitra dan Samira Shihab.
Co-Founder & CEO Tinkerlust Indonesia Samira Shihab mengatakan ide keduanya membentuk Tinkerlust berangkat dari pengalaman pribadi keduanya. Berawal dari lemari pakaian yang sering penuh oleh banyak pakaian, lahirlah ide bisnis tersebut.
"Jadi kami memang seringkali menemukan lemari pakaian kami yang sudah penuh, sedangkan tren fesyen baru terus bermunculan. Sehingga, pakaian yang ada semakin menumpuk dan tidak tahu harus dikemanakan," ujar Samira pada Bisnis, Jumat (9/4/2021).
Dari masalah itu Samira menceritakan bila mitranya, Aliya Amitra yang kini menjadi Co-Founder & COO Tinkerlust Indonesia kesulitan mencari platform yang bisa mengakomodasi penyaluran item fesyen yang sudah tidak terpakai, namun masih layak untuk digunakan.
Samira yang gemar berbelanja barang mewah itu juga kesulitan mencari wadah untuk menjual produk preloved dengan harga terjangkau dan kualitas yang terjamin.
Baca Juga
Dari kesamaan tersebut, akhirnya muncul ide untuk mendirikan Tinkerlust bersama sebagai marketplace yang dapat mempertemukan penjual dan pembeli barang preloved bermerek.
Meskipun menjual barang bekas, Tinkerlust tetap percaya diri untuk membangun bisnis yang bukan hanya profitable tapi juga memberikan dampak yang berarti, hal itu karena limbah industri fesyen tidak baik bagi lingkungan.
Kualitas barang menjadi prioritas toko tersebut. Masih banyak dari pakaian, tas, atau sepatu yang kami terima, jarang atau hampir tidak pernah dipakai oleh pemilik sebelumnya. Sehingga, kondisinya masih sangat layak untuk digunakan kembali.
"Maka dari itu, diharapkan para pembeli pun bisa pelan-pelan meninggalkan stigma negatif dari preloved fashion items yang mungkin selalu diasosiasikan dengan barang yang sudah tidak layak," ujar Samira.
Di awal perjalanan, Tinkerlust sangat mengandalkan modal pribadi selama kurang lebih satu tahun, sebelum akhirnya menemukan investor.
Perjalanan setelah itu pun juga melalui berbagai tantangan, salah satunya seperti pernah ditolak beberapa featured sellers dari publik figur dan influencer untuk berkolaborasi. Tapi hal tersebut merupakan tantangan untuk terus berinovasi dan memahami keinginan konsumen.
Pada prosesnya, Samira mengakui bila mengadaptasi model bisnis seperti itu dari pasar lain sangat penting.
"Model bisnis seperti ini sudah banyak dilakukan di luar negeri dan berhasil. Kami pun belajar dari mereka dan mencoba untuk lokalisasi bisnis kami sesuai dengan konsumen di Indonesia," ujarnya.
Kemudian peran teknologi dan digital branding sangat sangatlah penting pada aspek marketing toko tersebut. Sejak awal, Tinkerlust sudah memanfaatkan media digital sebagai media bisnis utama. Budaya masyarakat yang kini gemar belanja online juga turut dimanfaatkan.
Pesan yang ingin disampaikan melalui Tinkerlust adalah untuk mengajak masyarakat lebih pintar dalam berbelanja.
"Dengan menjual kembali barang-barang mereka dan membeli second hand items, bukan hanya mereka berkontribusi terhadap sustainable fashion tetapi juga mendorong perputaran ekonomi, dan kelihatannya para konsumen kami sudah lebih aware akan hal tersebut," tutup Samira.