Bisnis.com, JAKARTA - Masa pensiun menjadi masa kejayaan dan penuh inovasi bagi Turidjo untuk memulai hal baru. Empat tahun sebelum pensiun, perusahaan tempatnya bekerja memberikan pelatihan wirausaha, untuk modal pensiun.
Pelatihan yang dipilihnya yakni membuat minuman serbuk seperti bubuk minuman jahe seduh. Setelah pelatihan, dia langsung mempraktekannya cara membuat minuman jahe seduh bersama istrinya.
Turidjo dan istri mencari dan memilih jahe merah yang tua di pasar. Mereka lantas mencuci, mengupas, memarut, menyaring dan memasak jahe tersebut di dapur. Setelah bubuk jahe berhasil dimasak, maka Turidjo yang paling pertama mengonsumsi.
"Awalnya saya konsumsi, karena ingin coba. Setelah saya minum, penyakit maag yang bisa membuat vertigo perlahan menghilang. Saya senang, lalu minta bikin lebih banyak lagi sama istri, untuk saya jual ke kawan-kawan dan dipromosikan ke ibu-ibu PKK," ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (24/3/2022).
Dia memperkenalkan produk minuman serbuk jahe merah ke rekan kerjanya dan banyak suka. Semangatnya langsung membuncah. Dia menyediakan modal Rp5 juta untuk berinvestasi di minuman serbuk ini.
Lalu, Turidjo dan istrinya membuat minuman jahe merah di dapur untuk dijual ke kawannya yang bekerja di kecamatan dan setiap orang yang dijumpai. Lalu pada 2011, dia memasuki masa pensiun dan langsung menekuni bisnis yang dirintis bersama istrinya.
Saat awal pensiun, dia mendapatkan tawaran pameran di Surabaya dan berangkat sendiri dengan membawa koper berisi produk minuman seduh. Bingung, tidak tahu bagaimana cara berjualan di acara pameran.
"Suka dukanya, berangkat tas dan koper penuh. Pulang juga penuh. Jadi pas pergi pameran, tidak ada yang laku. Namun, saya jadi belajar bagaimana cara berjualan, beberapa bulan kemudian saya diundang pameran dan saya langsung menawarkan banyak tester ke orang-orang yang ada di pameran," ungkapnya.
Setelah orang-orang yang cicipi minuman bubuknya dan suka, maka terjadilah transaksi jual beli. Lambat laun, permintaan semakin banyak dan tidak dapat dipenuhi oleh Turidjo.
Perkuat Bisnis dari Pinjaman Bank
Saat produk minuman seduh jahe merah bermerek Laer dikenal, maka dia dan istri mencari pinjaman ke PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI). Total pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) yang diperoleh mencapai Rp80 juta.
Uang tersebut digunakan untuk investasi pada peralatan masak, mesin dengan kapasitas hingga 3 ton. Selain membeli peralatan, Turidjo juga mendapatkan informasi pelatihan UMKM dari Mantri BRI.
Dia sangat bersyukur karena mendapatkan ilmu baru terkait cara memasarkan produk, mengemas produk menjadi lebih menarik, membangun brand, dan cara menata cash flow. Spontanitas, ilmu tersebut dibaginya ke keluarga saat sedang duduk santai.
Kemudian Turidjo mengubah kemasan produk dari plastik bening, menjadi kemasan plastik alumunium foil, dan juga menambahkan kotak agar produk lebih memikat konsumen.
Kini dia menyadari bahwa masyarakat akan membeli produk karena manfaat dan kemasan yang menarik. Tahun demi tahun, Turidjo makin mantap berbisnis minuman serbuk.
Baca Juga : LPEI Dukung Pembiayaan Ekspor Kuliner Indonesia |
---|
Baginya, masa pensiun menjadi masa-masa kejaya. Usia tidak membatasinya untuk terus mencoba hal baru. Target selanjutnya adalah memperkenalkan produk rempah-rempah Indonesia ke seluruh dunia seperti Eropa dan Amerika.
"Saya sedang mencoba melakukan ekspor, tapi masih dalam jumlah kecil," tuturnya.
Varian produk minuman serbuk yang dimiliki brand Laer adalah jahe merah, kunyit, temulawak, jahe merah kencur, jahe merah gula aren, dan mpon-mpon kemasan 250 gram. Ada juga brand Amancu yang menyediakan kemasan sachet 15 gram.
Minuman serbuk Laer dan Amancu ke negara Singapura, Australia, Ceko, Malaysia, Senegal dan Venezuela. Dari Ceko ada permintaan hingga 10.000 piece dan Venezuela masih penawaran untuk ekspor dalam jumlah besar, dia berharap bisa mencapai 1 kontainer.
Bila ekspor berjalan konsisten maka kapasitas mesin yang digunakan akan mencapai 2 ton. Dari sisi produksi, katanya, tidak ada kendala.
Dia bercerita bahkan sempat mendapatkan tawaran dari BRI untuk 'naik kelas' pinjaman menjadi Rp1 miliar. Namun, dia masih menunda, karena belum ada permintaan produksi dari konsumen lokal dan ekspor dalam jumlah yang signifikan.
Terpisah, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari berharap agar seluruh nasabah UMKM BRI bisa tumbuh berkelanjutkan dan 'naik kelas' setelah mendapatkan pendampingan dan KUR. Menurutnya, pelatihan bisa memberikan ilmu yang belum pernah diakses oleh pelaku UMKM, sehingga bisnis bisnis mikro bisa tumbuh berkesinambungan.
Pada tahun ini, BRI menyalurkan sebanyak 60 persen dari total KUR ke sektor produktif. Pada 2022, perseroan mendapatkan alokasi KUR sebesar Rp260 triliun. Jumlah ini setara dengan 70 persen dari total dana KUR yang mencapai Rp373,17 triliun.
“Kami akan dorong menjadi 60 persen pada 2022 ini. Mudah-mudahan kami semakin concern dengan sektor produktif sehingga bisnis nasabah dipastikan dapat tumbuh dengan berkelanjutan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (22/3/2022).
Supari memaparkan bahwa BRI telah merumuskan strategi untuk mengoptimalisasi penyaluran KUR ke sektor unggulan, serta yang memiliki efek berganda dari aktivitas usaha. Dia juga berharap agar produk-produk UMKM di Indonesia bisa berdaya saing global dan dikenal oleh negara lain.