Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisah Hermanto Tanoko, Bos Cat Avian dan Cleo yang Pernah jadi Penjaga Apotek

Di balik kesuksesannya sebagai bos cat Avian, Hermanto Tanoko ternyata pernah mengalami ekonomi yang sulit ketika dia masih kecil
Presiden Komisaris PT Avia Avian Hermanto Tanoko./Instagram
Presiden Komisaris PT Avia Avian Hermanto Tanoko./Instagram

Bisnis.com, JAKARTA - Hermanto Tanoko merupakan salah satu orang terkaya di dunia serta pemilik cat bermerek Avian dan juga bos dari produsen air mineral dalam kemasan dengan merek Cleo. 

Bahkan, kini dirinya mampu melahirkan beberapa subholding yang bergerak di berbagai bidang industri, mulai dari distribusi, hospitality, retail, health and beauty hingga properti.

Tak heran, dengan gurita bisnisnya menjadikan Hermanto sebagai orang terkaya ke-13 di Indonesia versi Forbes pada 2022 dengan harta kekayaan US$3,65 miliar atau setara dengan Rp56,9 triliun.

Bahkan, berdasarkan keterangan, Senin (19/12/2022) disebutkan bahwa PT Sariguna Primatirta Tbk. (CLEO) akan melanjutkan ekspansi pada 2023 dengan membangun tiga pabrik baru. Tambahan pabrik tersebut akan diikuti dengan bertambahnya kapasitas produksi.

Namun, dibalik kesuksesannya sekarang. Nyatanya, Hermanto terlahir di sebuah rumah berukuran kecil yang dahulunya berfungsi sebagai kandang ayam. Bahkan, semasa kecil, dia juga harus bekerja keras agar bisa bertahan hidup bersama sang keluarga.

Lantas, seperti apa perjalanan hidup dari Hermanto Tanoko hingga bisa mendirikan kerajaan bisnis? Berikut ulasan Bisnis selengkapnya.

Kehidupan Awal Hermanto Tanoko 

Hermanto Tanoko lahir pada September 1962 di Kota Malang. Dia merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Dia mengakui bahwa hidupnya sangat terbatas.

Pasalnya, di tahun 1960-an, saat itu Indonesia sedang mengalami krisis politik. Keturunan Tionghoa yang WNA harus dipulangkan ke negara asalnya dan ada pelarangan bagi orang China untuk melakukan perdagangan eceran di bawah tingkat kabupaten, kecuali di luar ibu kota daerah. Aturan ini menekan orang tuanya dalam menjalankan usaha.

Hal tersebut pun berdampak pada keluarga Hermanto, sehingga harus tinggal di emperan, vihara, sampai akhirnya bisa menyewa rumah yang semestinya bukan rumah tapi bekas kandang ayam dengan ukuran 1,5x9 meter. Jadi, Hermanto kecil sejak lahir sudah tinggal di kandang ayam bersama dengan keempat kakak dan kedua orang tuanya.

“Jadi, saking sempitnya. Maka, pintu rumah itu terus dibuka ya. Bahkan, akibat dari rumah yang terus terbuka dan minim pengawasan orang rumah, suatu hari ada orang yang ingin menculik saya ketika diri ini masih kecil,” ungkap Hermanto dilansir dari Before Success 30, Selasa (20/12/2022).

Terinspirasi dari Sosok Kedua Orang tua

Hermanto menceritakan bahwa ayah dan ibunya merupakan sosok pekerja keras, di mana sang Ayah setiap harinya harus naik sepeda ke Singosari untuk membeli hasil bumi dari para petani, terus dijual di kota Malang. Sementara, sang Ibu menjual pakaian-pakaian bekas di depan rumah.

Hasil penjualan yang tidak besar, membuat sang keluarga harus makan beras jagung setiap hari. Bahkan agar lebih berhemat, beras jagung ini akan dibuat menjadi bubur agar lebih banyak dengan lauk ikan asin atau sayur-sayuran saja.

Namun, suatu hari sang Ibu untung besar dari hasil penjualannya, maka untuk membahagiakan keluarga, Ibunya pun memutuskan untuk memasak lebih spesial dibanding biasanya.

“Mama bikin opor ayam. Karena wanginya semerbak, jadi tetangga datang dan minta, ya sudah si Mama kasih. Kami, sebagai anak juga menunggu Papa pulang kerja. Namun, bukannya senang bukannya menikmati ayam. si Papa malah marah dan mengatakan bahwa belum waktunya kami semua menikmati ayam,” ungkapnya.

Dari sana, seluruh anggota keluarga mendapat pelajaran bahwa penting untuk menabung dan hidup hemat serta terus bekerja keras tanpa harus berfoya-foya. Alhasil, pola pikir pendapatan meningkat tidak menjadikan gaya hidup otomatis meningkat.

Mengerti Investasi Sejak Dini

Berkat ketekunan dan kerja keras, akhirnya pada tahun 1962, sang Ayah dapat membuka toko cat. Lalu, dilanjutkan oleh sang Ibu yang membuka toko kelontong pada 1964.

“Jadi, tahun 1967 itu kan artinya saya berumur 5 tahun ya. Saat itu, saya mulai diajarkan investasi ketika ada tradisi Imlek, di mana perayaan tersebut selalu kasih angpau ke anak-anak. Di, sana mama papa saya menawarkan suatu investasi ke saya. Kamu mau enggak invest (beli) tepung terigu, harganya mau naik. Ketika saya mau, maka Papa catat," ujar Hermanto.

Hal ini pun terus dilakukan oleh sang Ayah untuk bisa mendidik Hermanto terkait pengelolaan dan perputaran uang, yakni dengan menawarkan Hermanto untuk berinvestasi dengan menggunakan uangnya untuk berbelanja stok barang mulai dari biskuit hingga minyak goreng agar bisa kembali dijual di toko kelontong dan menghasilkan keuntungan.

“Akhirnya saya di toko itu jadi senang, jadi tau, jual roti itu untungnya cuma sekian. Jual telur asin sekian, jual minyak goreng sekian, jadi benar-benar nilai uang itu enggak gampang nyari gitu," lanjutnya.

Bahkan, kebiasaan tersebut pun terbawa ke dalam kehidupan sehari-hari setelah mengerti nilai uang mulai usia dini.

“Mama itu dengan anak luar biasa baiknya, enggak pernah melarang, suruh semua dimakan. Tapi, setelah tahu nilai uang, saya jadi berpikir, kan untungnya belum dapat. Belum jualan sepuluh kali lipat mana bisa makan. Dari situ pola pikir mulai terbentuk,”pungkasnya.

Dengan pendidikan finansial sejak dini, Hermanto tumbuh menjadi sosok yang cerdik dalam melihat suatu peluang. Hal tersebut dapat dilihat dari cara berpikirnya ketika bermain bersama teman sebayanya. Bahkan dirinya telah belajar dagang dari kelereng.
 
 "Saya itu enggak jajan di sekolah karena tau harganya sangat mahal. Sampai kalau mainan kelereng itu, saya itu latihannya pakai batu yang bunder. Dari situ saya latihan dari jarak satu meter dua meter sampai akurat gitu," kata Hermanto.

Kemudian, Hermanto meminjam kelereng temannya untuk bermain dan ia selalu memenangkan permainan itu untuk mendapatkan banyak kelereng.

"Jadi waktu di sekolah banyak orang yang bawa kelereng, kalau dia mulai kalah, saya mainin. Akhirnya saya mainin menang banyak, saya dikasih cuan. Dari keuntungan yang didapat itu, akhirnya saya main sendiri, sampai menangnya berkaleng-kaleng," lanjutnya.

"Akhirnya yang bagus-bagus saya cuci, saya jual di toko mama. Jadi saya jual di toko mama itu waktu 6 tahun 7 tahun," imbuhnya.

Pernah Jaga Toko Cat dan Apotek

Lalu, ketika beranjak remaja, sang ayah mulai mengajari Hermanto untuk berjualan di toko cat miliknya. Dari menjaga toko, dia belajar banyak mengenai product knowledge dan berbagai pengetahuan mengenai kegiatan jual beli.

"Kalau agen tunggal itu keuntungannya jauh lebih besar. Dari sana saya jadi belajar product knowledge, produk yang keuntungannya besar itu apa keunggulannya dibanding dengan brand-brand yang sudah laku. Ternyata keunggulannya banyak, mulai dari harganya lebih murah, lebih kental, lebih cepat kering, lebih kilap," lanjutnya.

"Dari pengetahuan itu, kalau ada pembeli brand yang sudah terkenal saya switch ke brand yang papa jadi agen tunggal. Hampir 90 persen menurut," ceritanya.

Tak hanya menjaga toko cat, Hermanto juga diberi kepercayaan oleh sang ayah untuk mengurus apotek yang dimiliki keluarganya di usia empat belas tahun, usai kondisi perekonomian keluarganya berangsur membaik dan ayah Hermanto memutuskan untuk membeli apotek di dekat rumahnya.

Sembari menjaga apotek, Hermanto pun belajar berbisnis. Berkat pengalaman ini, Hermanto menjadi mahir dalam mengatur waktu serta fokus dan bertanggung jawab atas hal yang dia kerjakan.

Dia mengorbankan waktu bermainnya dan memiliki impian ingin membuat apotek sang ayah menjadi ramai. Hermanto pun mempelajari bagaimana cara kerja apotek di kota Malang yang ramai. Dengan kecermatannya, maka dalam waktu setahun dia berhasil membuat apotek milik ayahnya semakin laris.

"Akhirnya, saya membuat satu inisiatif, yaitu dengan membeli kontan, maka saya bisa mendapat Pedagang Besar Farmasi (PBF) potongan 15 persen hingga 20 persen. Dari situ, harga yang saya dapatkan, saya berikan kembali ke konsumen dengan harga murah. Terus karena obat saya enggak lengkap, kelemahan itu saya jadikan kekuatan, dengan saya kasih ongkos kirim, ongkos ambil resep gratis. Jadi saya cuma sedia sepeda motor, saya ngelayani costumer, enggak perlu nunggu obat. Saya kirimkan," pungkasnya.

Perkembangan Bisnis

Menjalankan bisnis tak membuatnya melalaikan pendidikan, Hermanto tetap bisa bekerja dan lulus dari STIE IBMT SURABAYA. Dia selalu menegaskan bahwa pendidikan tidak boleh berhenti dan tak pernah berhenti belajar dan berimprovisasi serta berusaha untuk menjadi yang terbaik di setiap bidang yang dia geluti.

Hermanto mulai bergabung dengan usaha ayahnya pada 1 November 1978, dengan hanya 18 karyawan, Dirinya yang baru berusia 19 tahun diminta ayahnya membantu di pabrik cat Avian dengan visi menjadikan Avian sebagai pabrik cat nasional terbesar di Indonesia.

Bersama saudaranya, Wijono Tanoko, mereka memikirkan strategi untuk melebihi kemampuan kompetitor. Lalu, dengan hasil riset market dan pertumbuhan yang signifikan, membuat mereka berani mengembangkan PT Avia Avian dengan mulai memproduksi cat otomotif dalam bentuk top coats, primers dan spray.

Bidang usaha Avian terus berkembang ke pembuatan pabrik kaleng metal pada 1992. Seiring dengan perkembangan bisnis, Avian membangun pabrik keduanya di Jakarta pada 1996. Avian pun terus menambah varian produk baru seperti cat No Drop, semen Giant Mortar, cat Avitex One Coat, dan cat Lenkotte.

Hingga saat ini, dua anak usaha Tancorp telah melantai di Bursa Efek Indonesia. Keduanya adalah PT Sariguna Primatirta Tbk. (CLEO) dan PT Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk. (RISE). CLEO yang merupakan produsen air minum dalam kemasan merek Cleo berdiri pada 2003.

Selain Cleo, perusahaan ini juga menaungi beberapa produk consumer goods lainnya, seperti Herbal & Healthy, Super 02, Roller, dan Mmmilk Crack It.

Sementara, RISE merupakan pengembang Tanrise Properti yang berdiri sejak 2003. Perusahaan memiliki sejumlah properti, mulai dari Vasa Hotel Surabaya, Voza Tower Surabaya, Cleo Hotel Surabaya, Apartment Arc100 Surabaya, Apartment Kyo Society Surabaya, Hotel Solaris Bali serta Malang, Perumahan Grand Sunrise Gresik, Perumahan Dakota Gresik, dan Gudang TritanPoint.

Anak usaha TanCorp lainnya, PT Tancorp Investama Mulia juga melakukan investasi dengan menambah kepemilikan sahamnya di PT Mega Perintis Tbk. (ZONE). Perusahaan tersebut merupakan pemilik gerai Manzone.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper