Bisnis.com, JAKARTA - Tidak seperti mobil-mobil merek Jepang yang terjangkau dan banyak beredar bak kacang goreng, merek mobil mewah asal Inggris, Rolls Royce, justru begitu langka dan menjadi simbol kekayaan.
Tak tanggung-tanggung, mobil ini dibanderol dengan harga Rp18 miliar - Rp25 miliar, yang membuat pembelinya memang harus berasal dari orang super kaya. Namun, alih-alih beredar di jalan, mobil ini sering kali hanya menjadi koleksi.
Di Indonesia, pemilik mobil super mewah itu hanya hitungan jadi, di antaranya ada Tung Desem Waringin, Hary Tanoesoedibjo, Raffi Ahmad dan Nagita Slavina. Terakhir, termasuk selebritis yang terjerat kasus korupsi timah Rp271 triliun, Harvey Moeis dan Sandra Dewi, yang sayangnya disita Kejaksaan Agung.
Lantas siapa sosok di balik hadirnya mobil super mewah ini di pasaran?
Mengutip laman resminya, di belakang merek mobil mewah ini, ada nama Charles Stewart Rolls dan Henry Royce yang bergabung dan bermimpi membuat mobil terbaik di dunia.
Lahir pada 1877 di Berkeley Square, kota yang makmur di London, Charles Stewart Rolls adalah putra ketiga Lord dan Lady Llangattock.
Baca Juga
Selesai menempuh pendidikan di Eton, Rolls belajar teknik mesin di Trinity College, Cambridge, di mana dia menjadi sarjana pertama yang memiliki mobil.
Memiliki reputasi mengutak-atik mesin, Rolls mendapat julukan 'Dirty Rolls' dan 'Petrolls'. Pada saat dia lulus dan meninggalkan universitas, Rolls sudah menjadi pengendara yang ulung.
Pada 1903, dia bahkan memecahkan rekor kecepatan dunia di darat di Dublin dengan mengendarai Mors 30hp dengan kecepatan hampir 83mph atau sekitar 133 kilometer per jam. Namun karena peralatan pengatur waktunya tidak disetujui, badan pengelola menolak mengakui pencapaiannya.
Untuk mendanai kegiatan olahraga ekstremnya itu, Rolls mendirikan salah satu dealer mobil pertama di Inggris bersama temannya Claude Johnson, bernama CS Rolls & Co. Bersama-sama mereka mengimpor dan menjual mobil Peugeot dari Perancis dan mobil Minerva dari Belgia.
Beda nasib dengan Rolls, yang memiliki pendidikan istimewa dna cukup kaya untuk punya mobil sendiri, Henry Royce sudah harus bekerja pada usia sembilan tahun.
Lahir pada 1863 di Peterborough, Inggris, Royce sempat menjadi penjual koran dan bekerja sebagai pengirim telegram sebelum nasibnya berubah.
Pada usia 14 tahun, salah satu bibi Royce membayarnya untuk mulai magang di Great Northern Railway Works. Bekerja di bawah salah satu insinyur terkemuka saat itu, Royce mengambil setiap kesempatan untuk mendidik dirinya sendiri, menghabiskan malamnya mempelajari aljabar, bahasa Prancis, dan termasuk teknik elektro.
Dengan bakat alami di bidang teknik, Royce mendapatkan pekerjaan di Electric Light and Power Company.
Ambisi Royce yang sebenarnya adalah menjadikan bidang teknik sebagai pekerjaan penuh waktunya. Dia kemudian memulai bisnis dengan rekan insinyurnya, Ernest Claremont, yang bekerja sepanjang waktu untuk membuat komponen listrik seperti bel pintu dan dinamo.
Pada saat itulah Royce mematenkan perbaikan pada bola lampu bayonet yang masih digunakan sampai sekarang.
Baru setelah dia membeli French Decauville dua silinder bekas, Royce menjadi tertarik untuk membuat mobil. Dia memiliki hasrat naluriah akan kesempurnaan dan etos kerja bawaan yang kemudian menjadi pilar filosofi Rolls-Royce: “Ambil yang terbaik yang ada dan jadikan lebih baik.”
Setelah menemukan kesalahan konstruksi di Decauville Prancis, Royce berjanji untuk melakukan yang lebih baik. Hingga pada akhir 1903, dia telah merancang dan membangun mesin bensin pertamanya, dan pada April 1904, dia mengendarai mobil Royce 10hp pertamanya ke kota.
Pertemuan Rolls dan Royce
Henry Edmunds, sebagai pemegang saham di perusahaan Royce dan teman Rolls, membual kepada Rolls tentang mobil barunya yang berkekuatan 10 hp. Pada saat itu, Rolls frustrasi karena hanya mampu menjual impor asing, jadi Edmunds mengatur pertemuan dengan orang di balik 10hp tersebut.
Edmunds tidak menyangka bahwa pertemuan yang dia selenggarakan akan mengubah masa depan dunia otomotif selamanya.
Rolls dan Royce pertama kali bertemu pada 4 Mei 1904 di Manchester. Dalam beberapa menit setelah melihat 10hp silinder ganda Royce, Rolls tahu dia telah menemukan apa yang dia cari.
Setelah mengendarai mobil tersebut untuk berkendara, Rolls langsung setuju untuk menjual sebanyak mungkin mobil yang dapat dibuat oleh Royce, dengan nama Rolls-Royce.
Menciptakan sebuah merek membutuhkan visi. Jadi, ketika Rolls dan Royce sibuk membuat dan menjual mobil, mitra Rolls, Claude Johnson lah yang mengambil peran sebagai Managing Director dan memperluas reputasi perusahaan yang masih baru ini.
Seorang yang jenius dalam bidang publisitas, Claude Johnson berperan penting dalam kesuksesan perusahaan sehingga dia dikenal sebagai 'tanda hubung di Rolls-Royce'.
Salah satu iklan awal Johnson untuk mobil berkekuatan 40/50 hp mempromosikannya sebagai: 'Rolls-Royce enam silinder dengan slogan "bukan salah satu yang terbaik, namun Mobil Terbaik di Dunia."
Keputusan Johnson untuk mengatur serangkaian aksi publisitas untuk mempromosikan ketenangan dan keandalan mobil Rolls-Royce sangatlah efektif. Hal ini menunjukkan kinerja superior mereka dan menciptakan eksposur global untuk teknik kelas dunia mereka.
Kini mobil buatan mereka benar-benar menjadi simbol kemewahan dan kekayaan, terutama dengan harga fantastis Rp18 miliar - Rp25 miliar.