Bisnis.com, JAKARTA - Bekerja di perusahaan pada masa kondisi ekonomi tidak menentu membuat orang-orang bingung. Namun, ada kalanya orang yang kurang beruntung terdampak PHK, hingga harus menganggur.
Seseorang yang tidak bekerja atau mengalami putus hubunga kerja, sedang berada di dalam posisi krisis karir. Ini menimbulkan tantangan terhadap kondisi keuangan.
Aninda, seorang praktisi psikologi dan pemetaan bakat membeberkan secara detail mengenai krisis karier itu dalam program Broadcast, di kanal youtube Bisnis.com.
Menurutnya, krisis karier adalah sebuah momen di mana seseorang merasa ada yang perlu diselesaikan dari sisi karier. Biasanya ada tanda paling besar adalah ketika kita merasa perlu ada perubahan besar dalam karier. Hal itu kemudian mendorong perasaan ingin berhenti bekerja atau mengganti karier.
Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Atmajaya Jakarta itu menjelaskan ,ada alasan yang mendorong perasaan tersebut. Pertama, karena merasa sudah tidak lagi termotivasi untuk menjalani pekerjaan tersebut dan kedua merasa tidak lagi menemukan tantangan dari pekerjaan yang ada.
“Biasanya kalau merasa tidak termotivasi arahnya kalau pekerjaan yang sekarang itu cocok nggak buat kita atau dengan kata lain disebut demotivasi. Kalau yang merasa tidak ada tantangan, itu artinya merasa sudah jago dengan pekerjaan saat ini jadi merasa tidak ada lagi yang bisa dipelajari lalu membuat kita sulit untuk mendapatkan manfaat memenuhi kepuasan kita sebagai manusia. Itulah yang disebut sebagai krisis karier. Jadi ada perubahan besar yang sebenarnya ingin kita capai,” jelasnya.
Dia membeberkan, ada dua hal yang membedakan apakah sedang alami krisis karier atau hanya sekadar tidak puas dengan pekerjaan. Kalau yang berhubungan dengan kepuasaan terhadap pekerjaan, biasanya akan merasa ingin memperbaiki sesuatu pada pekerjaan karena merasa tidak puas dengan capaiannya.
“Oke yang tidak puas itu di area mana saja. Kita cek itu dahulu dan kita memperbaikinya. Contoh kita merasa tidak puas dengan tim kita lalu kita berupaya bagaimana caranya untuk membaur dengan tim kita. Atau misalkan oke saya harus memimpin tim ini tapi tidak mengintimidasi. Ada yang kita perbaiki. Atau contoh lain, kita merasa pekerjaan kita menumpuk apakah ada salah strategi di awal dan Itu yang perlu kita selesaikan,” tuturnya.
Tapi kalau bicara soal krisis karier, maka arahnya lebih kepada mempertanyakan kepada diri sendiri. Apalagi diri sendiri cocok tidak dengan pekerjaan ini, atau apakah diri sendiri bisa belajar lebih banyak jika keluar dari pekerjaan ini, atau juga bisakah pekerjaan ini bisa mengaktualisasikan diri sendiri. Jadi dengan kata lain, krisis karier bertumpu pada pertanyaan-pertanyaan yang menyasar pada diri sendiri.
Aspek Finansial dan Psikologis
Menurutnya, ada dua aspek dalam menganalisis kaitan antara diri sendiri dengan pekerjaan. Aspek-aspek tersebut adalah finansial dan psikologis dan kedua hal ini sangat bertolak belakang sehingga menurutnya perlu diberi tembok pemisah.
Ambil misa kalau bicara soal finansial berarti kita akan mengerjakan pekerjaan apapun untuk memenuhi kebutuhan ibarat. Ibaratnya kata Aninda, selama halal, kepala jadi kaki, kaki jadi kepala dijalani.
Tapi kalau berbicara soal pekerjaan yang berhubungan dengan aspek psikologis, hal itu, menurutnya lebih mengarah pada kesehatan mental. Aspek ini lebih dalam dibandingkan sekadar finansial.
“Kita bakal berpikir pekerjaan ini bakalan sesuai dengan passion kita, potensi kita ada di situ atau tidak. Ketika kita mengerjakan hal ini kita puas atau tidak, kita bisa mengaktualisasikan diri atau tidak. Makanya dibilang kalau hal ini berhubungan dengan kesehatan mental kita,” ucapnya.
Menurutnya, perasaan krisis karier bisa dialami oleh pekerja yang berusia 30-an tahun. Dengan usia seperti itu dan mengawali karier di usia 20-an awal, berarti sang buruh telah bekerja selama 8-10 tahun lamanya.
Kalau usia pensiun ambil misal 60 tahun, berarti masa kerja pekerja tersebut masih 30 tahun lagi dan mengerjakan hal yang sama setiap harinya. Aninda menyelipkan pertanyaan bisakah sang pekerja memproses mentalnya selama 30 tahun ke depan. Atau juga bisa jadi akan ada perasaan lelah yang teramat sangat sehingga butuh untuk mencari solusi.
Dia membeberkan krisis karier sebenarnya juga berkaitan dengan bagaimana seseorang memilih karier pertamanya. Ketika pada awalnya mengambil karier tertentu karena alasan finansial semata, dalam perjalanan hal itu bisa menjadi krisis karier dan ia akan mempertanyakan apakah karier yang dijalani ini sesuai dengan bakat dan bisa mengembangkan dirinya pada tahap yang lebih tinggi lagi.