BISNIS.COM, YOGYAKARTA - Di kawasan pegunungan Menoreh, Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Jawa Tengah mungkin sebagian masyarakatnya tak mengenal apa itu saham, apa itu reksadana. Mahluk apakah itu? Dari mana mereka berasal?
Namun jika ditanya apa itu kayu jati, mereka pasti akrab dan tahu betul. Selain jenis kayu ini terkenal memiliki daya tahan lama, ternyata pohon jati yang banyak ditanam oleh masyarakat tersebut dijadikan alat investasi. Dan tentunya lebih mahal dibandingkan jenis kayu lainnya.
Adalah Bernardus Sad Windratmo, pria yang belakangan ini menjadi penggerak perekonomian warga Menoreh. Pada 2008, Windratmo, sapaan akrabnya membentuk sebuah koperasi bernama Koperasi Wana Lestari Menoreh. Sebuah koperasi yang berfokus terhadap pengelolaan kayu dari hutan milik masyarakat.
Gagasannya cukup segar dan menarik perhatian warga sekitar. Tak sedikit warga yang memiliki sejumlah lahan pohon kayu bergabung di koperasi tersebut. "Sekarang anggota kami sudah mencapai 1.117 orang," ujarnya.
Sebenarnya, investasi kayu jati yang dilakukan warga pelosok, khususnya yang memiliki sejumlah lahan, bukanlah hal baru yang mereka lakoni. Sejak zaman 'nenek moyang', investasi ini dijadikan sebagai bahan tabungan masa depan.
Menurut Windratmo yang juga ketua KWL, tujuan utama dibentuknya KWL Menoreh tak lain adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Windratmo sadar betul bagaimana warga memiliki potensi kekayaan alam yang bisa dijadikan lahan penunjang ekonomi.
Rerata lahan yang dimiliki warga Menoreh sekitar setengah hektare atau tertanam 500 pohon kayu berusia muda dan siap tebang. Tentunya bukan hanya pohon jati saja yang dimiliki tetapi pohon mahoni, albasiah dan sonokeling. Khusus untuk pohon jati, usia tebang berkisar antara 17-18 tahun.
Kayu milik warga yang sudah ditanam dan berusia tebang biasa dijual masyarakat sebagai biaya pendidikan, pernikahan dan berbagai kebutuhan keluarga lainnya. Setiap masyarakat yang membutuhkan uang, tinggal menebang pohon dan menjualnya ke KWL Menoreh. "Kami beli dengan harga lebih mahal dibandingkan buyer-buyer lokal," katanya.
RISIKO
Sementara itu, Perencana Keuangan QM Financial Mohammad Teguh mengatakan investasi di jenis apapun pasti memiliki risiko. Untuk konteks ini, sambungnya risiko yang terjadi biasanya berupa faktor alam. Tak mustahil para pemilik pohon akan terkena dampak dari bencana alam yang datang tak terduga dan bakal merugikan.
"Harus ada pendidikan tentang bagaimana mengelola investasi kayu. Investasi ini kan likuidnya cukup baik, terutama kayu jati yang memiliki nilai tinggi," ujarnya.
Menurutnya, konsep investasi kayu seperti kasus KWL cukup bagus dan bisa membuat perekonomian warga terangkat. Namun dia mengingatkan, tak mustahil ada pihak-pihak yang memanfaatkan konsep tersebut.
"Kemudian yang harus diperhatikan juga adalah kepemilikan lahan. Tidak semua warga yang mempunyai pohon jati dan jenis lainnya berada di tanah miliknya," ujarnya.
Terkadang, para kalangan berduit mengambil celah dan berusaha berinvestasi di lahan miliki warga. Dikhawatirkan terjadi penipuan. Bisa saja kalangan perusahaan olahan kayu menanam pohon dengan menyewa lahan milik warga tersebut dengan mengambil keuntungan besar.
"Dan yang paling penting juga perhatikan sertifikat atau legalitas kayunya, karena tak sedikit usaha di bidang jenis ini banyak yang luput dari legalitas hukum," tuturnya.