Bisnis.com, JAKARTA—Seiring digalakkannya program percepatan pembangunan infrastruktur, jumlah insinyur berkualitas Indonesia dinilai masih rendah sehingga berpeluang mendorong peningkatan jumlah pekerja asing.
“Kami memperkirakan kebutuhan insinyur telah defisit sebanyak 75.000 orang. Artinya, kita perlu segera melakukan percepatan pembangunan jumlah insinyur,” ujar Marzan Aziz Iskandar, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Minggu (1/9/2013).
Menurutnya, persoalan yang menghadang Indonesia yakni kurangnya jumlah sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kualitas sebagai perekaya (engineer) profesional dengan kepemilikan sertifikasi yang diakui secara internasional.
Alhasil, penyediaan atau penciptaan lapangan kerja dari program masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI) justru diisi oleh pekerja asing yang memiliki ketrampilan yang lebih baik.
“Kita harus segera memulai terutama dari segi pendidikan, misalnya pembangunan infrastruktur teknologi, adanya pelatihan profesional. Dan yang terpenting insinyur kita perlu ada sertifikasi,” jelasnya.
Mendesaknya kebutuhan jumlah dan kualitas insinyur, menurutnya, sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing dalam negeri mengingat Indonesia akan memasuki masyarakat ekonomi Asean (MEA) pada 2015.
Kendati demikian, dia optimistis kedatangan MEA pada 2015 mendatang akan menjadi hal positif bagi Tanah Air mengingat Indonesia merupakan pusat pertumbuhan di Asean.
Seperti diketahui, salah satu pilar utama MEA adalah aliran bebas barang. Perdagangan barang di kawasan Asean nantinya dilakukan secara bebas tanpa mengalami hambatan, baik tarif maupun non-tarif.
Artinya, apabila Indonesia tidak siap, maka aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal, terlihat sebagai ancaman daripada peluang.
Berdasarkan data United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2011, kualitas SDM Indonesia berada di peringkat 121 dari 187 negara. Singapura di peringkat 18, Brunei Darussalam di peringkat 30 dan Filipina di peringkat 114.
Sementara itu, Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan Indonesia perlu menerapkan prasyarat yang ketat dari tenaga kerja asing yang masuk guna menghindari meningkatnya pengangguran dari tenaga kerja terdidik.
“Kami pikir perlu adanya negoisasi ulang mengenai perjanjian tenaga kerja asing. Saat ini Indonesia belum cukup siap untuk bisa bersaing dengan negara Asean lainnya, “ ujarnya, saat dihubungi.
Dia melihat belum adanya tindakan yang nyata dari pemerintah untuk memperbaiki kualitas SDM hingga saat ini. Menurutnya, pemerintah hanya memprioritaskan anggaran pendidikan saja daripada memperbaiki sistem peningkatan SDM.