Bisnis.com, JAKARTA - Senyum mengembang di wajah Ade ketika ditemui di sela-sela pameran China-Asean Expo 2013 di Nanning International Convention and Exhibition Center.
Baru 1,5 hari berpameran, rendang sapi dalam kaleng yang dibawa dari Indonesia sebanyak empat karton (1 karton=24 kaleng) hampir ludes.
Selain diberikan secara gratis sebagai sampel bagi para calon pembeli potensial, produk itu juga laris dibeli oleh masyarakat.
Semula, keraguan sempat menyergap Ade Tania Ismir. Perempuan berhijab itu sempat khawatir apakah produk bawaannya bakal diterima di pasar China.
Maklum, ini pertama kalinya Ade berpameran di Negeri Tirai Bambu, atas dukungan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Tangerang Selatan.
Meskipun sudah melanglang buana ke negara lainnya untuk berpameran, toh rasa khawatir itu tidak mudah dihilangkan begitu saja.
Keraguan Ade lenyap setelah melihat antusiasme para pengunjung. Hampir semua orang yang mampir di stannya antusias mengecap rasa rendang sapi dalam kaleng.
Pengunjungnya pun tidak hanya berasal dari penduduk setempat saja. Pembeli dari negara lainnya ikut menyerbu rendang dalam kaleng yang diberi merek Karissa itu. Beberapa pembeli potensial bahkan langsung menyatakan minatnya untuk menjadi distributor di negara asalnya.
Pasar Afrika
Rendang Ade sebetulnya sudah menembus pasar Afrika. Kesuksesan ini berawal dari perkenalannya dengan salah satu importir dari Afrika dalam ajang Muslim World Business & Investment Zone di Jakarta Convention Center pada September 2012.
Pengiriman ke negara itu bahkan akan memasuki tahap kelima. Pengiriman ke Benua Hitam sejauh ini sudah mencapai 1.600 karton.
Bisnis rendang Karissa sebetulnya su dah berjalan sejak 2010 di bawah PT Langit Cerah Sukses. Pengalaman kesulitan mencari makanan ketika sedang mengikuti ibadah haji menjadi alasan Ade menekuni bisnis itu.
Perempuan penggemar traveling ini juga kerap kesulitan menemukan makanan ketika sedang bepergian ke luar negeri.
“Dari situ saya berpikir, kenapa enggak saya bikin makanan dalam kaleng. Dan kebetulan, rendang yang ada dalam pikiran saya saat itu karena ini makanan asal Indonesia. Ketika berada di luar negeri, kita biasanya merindukan makanan khas asal negara kita,” ujar Ade kepada Bisnis, di sela-sela pameran Caexpo, Rabu (4/9/2013).
Ade sebetulnya bukan orang Padang. Namun, perempuan asli Bangka tersebut cukup akrab dengan makanan satu ini. Pengalamannya dalam membuat masakan ini untuk
ma kanan keluarga sehari-hari menjadi modal awal untuk memulai usaha tersebut.
Setelah melepas pekerjaannya di salah satu perusahaan multinasional ternama, Ade memberanikan diri terjun ke bisnis itu dengan modal awal awal Rp300 juta. Modal yang cukup besar ini digunakan untuk membeli mesin, seperti seamer, auto clave, dan boiler.
Sementara itu, untuk mengetahui teknik pembuatan rendang dengan benar, Ade pun membekali diri dengan belajar secara khusus pada beberapa pembuat rendang. Beberapa karyawannya juga dimodali dengan bekal yang sama.
Sembari menunggu izin dari BPOM dan meningkatkan pengetahuannya soal teknik pembuatan rendang, Ade mulai memproduksi dalam jumlah kecil dan mulai menjual makanan khas Sumatra Barat ini ke orang-orang di sekitarnya.
Baru setelah izin keluar, Ade mulai memproduksi dalam jumlah banyak dan dilepas ke sejumlah pasar modern ternama di sekitar Jakarta. Dalam rentang 2 tahun terakhir ini, rendang Karissa sudah mengisi Ranch Market, Kemchick, Farmers Market, Fresh Market, hingga Indomaret Point.
Harga yang dibanderol mulai dari Rp27.000—Rp35.000 per kaleng dengan daya tampung 150 gram. Sedari awal, Langit Cerah Sukses memang sudah berkomitmen untuk membuat rendang dalam kemasan de ngan ukuran kecil, dengan alasan ke praktisan.
Produksi rendang Kharisa, menurut Ade, tidak dibatasi pada jumlah tertentu, tetapi tergantung pada tingginya permintaan. Pada periode Juli-Desember, misalnya, produksi dibatasi sebanyak 8.000 kaleng/bulan.
Di luar bulan itu, produksi sebesar 4.000 kaleng/bulan. Namun, pada masa-masa khusus, seperti Lebaran dan musim haji, produksi melonjak hingga 10.000-12.000 kaleng karena permintaannya yang tinggi.
Ade mengaku Rendang Karissa bisa bertahan hingga 1,5 tahun dalam kemasan kaleng. Proses sterilisasilah yang membuat daya tahan rendang tersebut menjadi lama.
Selain pemasaran ke toko ritel menengah ke atas, Ade juga memanfaatkan penjualan melalui para reseller yang kebanyakan adalah mahasiswa atau ibu rumah tangga. Para agen itu tersebar di tiga lokasi, yakni Jakarta, Yogyakarta, dan Bali. Jumlah reseller aktif rendang Karissa saat ini mencapai 25 orang.
Penjualan dari reseller menyumbang penjualan sebesar 60% dan sisanya dari toko ritel. Perempuan tiga anak tersebut kini sedang giat mencari distributor untuk memperbesar pemasaran.
Ditanya soal omzetnya dalam sebulan, Ade hanya tersenyum. Namun dengan asumsi penjualan normal sebesar 8.000 kaleng saja dan harga jual minimal sebesar Rp27.000 per kaleng, pendapatan minimal yang berhasil diraup dalam sebulan sebesar Rp216 juta.
Diakui Ade, ada beberapa hal yang menghambat bisnisnya tersebut.
Pertama, pasokan bahan baku. Selama ini, Ade mengimpor daging sapi dari Australia. Namun, musim dingin di Negeri Kanguru membuat kandungan lemak dalam daging sapi di sana sangat banyak, sehingga Ade beralih ke daging sapi lokal. Sayangnya, har ga daging lokal melonjak tajam karena persoalan kekurangan pasokan dalam negeri.
Kedua, masalah distribusi. Selain pengenaan listing fee yang cukup tinggi dari supermarket, penanganan produk juga menjadi kendala ter sendiri. Ade mengakui sering menerima retur barang karena alasan kaleng penyok.