Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Rendang: Bermain Level Demi Untung Berlipat

Bisnis.com, JAKARTA - Selain Ade, bisnis rendang dalam kemasan juga baru dijalani Gufron Syarif. Pria yang sempat menempuh pendidikan master of business IT di salah satu universitas di Australia sejak 2005—2007 ini, pernah merasakan sulitnya mencari

Bisnis.com, JAKARTA - Selain Ade, bisnis rendang dalam kemasan juga baru dijalani Gufron Syarif. Pria yang sempat menempuh pendidikan master of business IT di salah satu universitas di Australia sejak 2005—2007 ini, pernah merasakan sulitnya mencari makanan Indonesia di Negeri Kanguru. Bila pun ada, harga yang dipatok terbilang mahal.

Pria yang gemar memasak dan berwi sata kuliner ini pun terinspirasi membuat produk makanan khas Indonesia yang instan dan tahan lama untuk dipasarkan di kalangan para pelajar serta pekerja Indonesia yang berada di luar negeri.

Sepulang dari Australia pada 2007, dia tidak langsung menjadi pengusaha rendang, karena sempat bekerja di sektor perbankan selama 3 tahun, dan pernah pula menjalankan bisnis sebagai peng usaha recycle plastik dan usaha resto de ngan modal yang cukup besar hingga ratusan juta. Sayang, bisnis tersebut ti dak berjalan lama, dan dia pun meng alami kebangkrutan.

Pada 2012, pria kelahiran 1983 ini, kem bali berpikir mengaplikasikan keinginannya membuat rendang instan yang tahan lama. Gufron sebetulnya bukan orang Minang. Istrinya-lah yang asli Sumatra Barat.

Namun, karena se ring kali berlibur ke kampung halaman sang istri, dia pun be lajar dari keluarga di Padang mengenai cara membuat rendang yang enak. Buku resep pun menjadi salah satu tempat untuk memperdalam ilmu membuat rendang.

Dengan modal minim sekitar Rp150.000, dia pun membuat 1 kg rendang dengan menggunakan 15 bumbu rahasia yang dibawa langsung dari Padang.

Pria yang juga menjadi dosen di Unpad ini mengawali usahanya dengan me masarkan kepada dosen, mahasiswa di kampus, dan teman-teman sang istri. Ternyata, rendang buatannya sangat disukai dan bahkan permintaan konsumen untuk menjadi reseller berdatangan.

Di bawah brand Rendang Uda Gembul, ayah satu orang anak ini semakin semangat mengembangkan bisnisnya dengan meningkatkan branding, sistem pemasaran, dan proses produksi.

Dia tidak lagi menerima penjualan secara eceran, dan telah membuat sistem distribusi yang saat ini tersebar di 13 kota.

Setiap distributor mengambil 1.000 pack dengan keuntungan 20%. Dari distributor dijual kepada reseller dengan pengambilan minimal 300 pack dengan profit sekitar 13,5%. Selanjutnya, pengecer mengambil minimal 100 pack dan akan mendapat keuntungan 7%.

Gufron memang sengaja menjual rendang kemasannya dalam ukuran kecil. Satu pack berisi dua potong daging. Alas annya, agar dapat dinikmati siapa saja tanpa harus membayar mahal dan mem beli secara banyak.

Ada tiga varian rendang yakni rendang sapi, rendang paru, dan rendang ayam. Harga yang dibanderol ke konsumen sekitar Rp23.000—Rp25.000 untuk daging sapi, dan Rp20.000—Rp25.000 untuk daging ayam.

Perbedaan harga tergantung pada level pedas yang terdiri dari level 0 untuk anak kecil hingga level 10 dengan tingkat kepedasan paling tinggi. “Orang banyak yang suka pedas, dari sini kami terinspirasi menjual dengan level pedas yang berbeda-beda.”

Keunikan tersebut membuat Rendang Uda Gembul semakin diminati masyarakat, tidak hanya di luar negeri tetapi juga dalam negeri. “Awalnya pangsa pasar kami untuk orang Indonesia yang tinggal di luar negeri, ternyata banyak juga permintaan dari dalam negeri.

PERMINTAAN LUAR NEGERI

Untuk ke luar negeri, Gufron mengaku telah melayani permintaan dari sejumlah negara. Selain ke Korea dengan pemesanan 100 pack per minggu, ada juga orderan dari Malaysia sebanyak 3.000 pack. Rendang miliknya bahkan sudah melanglang buana hingga Amerika. “Sudah ada pula permintaan dari Inggris dan Belanda yang ingin menjadi distributor.”

Untuk menarik minat konsumen, Rendang Uda Gembul membuat kemasan warna-warni yang berbeda setiap level serta membuat Uda Gembul sebagai ikon. “Sebetulnya saya tidak gendut.

Uda Gembul itu hanya sebagai proses branding. Orang akan penasaran dengan ikon dan kemasan yang unik sehingga memutuskan untuk beli. Setelah dibeli, kemudian ketagihan, dan akhirnya repeat order.”

Tidak sia-sia. Didukung proses branding, marketing, dan rasanya yang nikmat, Rendang Uda Gembul dapat diproduksi hingga 150 kg per hari atau 4,5 ton per bulan. Dalam proses produksi yang memakan waktu cukup lama tersebut, dia dibantu oleh 17 orang karyawan.

“Alhamdulillah, omzet saya per bulan saat ini Rp600 juta, dengan keuntungan sekitar 20% hingga 25%.

Sekitar 50% dari profit akan dikumpulkan untuk membuat yayasan sekolah entrepreneur bagi para anak yatim yang rencananya akan dibangun pada 2014.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dewi Andriani
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper