Bisnis.com, SLEMAN - Muhammad Nur Wakhid berpikir keras memberdayakan pekarangan rumahnya yang luas di daerah Pringwulung, Sleman. Dia pun mantap membangun restoran untuk kelas mahasiswa di Jalan Manggis 77, Pringwulung, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Restoran berkonsep alam ini didirikan pada 12 Maret 2004. Kursi dan meja ditata di bawah pohon yang rindang. Saat malam hari, tempat ini ramai dikunjungi mahasiswa. Suasana menjadi terkesan romantis karena setiap meja hanya di terangi lilin.
Kesan dekat dengan alam adalah hal yang pertama dirasakan saat berkunjung ke resto ini. Pohon dan suara gemericik aliran sungai menjadikan resto ini lebih nyata dan natural.
Secara singkat, restoran ini tampak laiknya wisata kuliner di tengah hutan. Lokasinya yang dibiarkan agak turun ke bawah dan di kelilingi pohon-pohon, kian memperkuat citra tersebut.
Mulanya ide Wakhid lahir lantaran risau melihat halaman rumah pribadinya yang sangat semrawut. “Saya pikir, kenapa tidak saya sulap jadi ladang usaha saja,” tuturnya pada Minggu (6/10/2013).
Menurut pria berusia 39 tahun ini, tampilan Ngeban Resto sebenarnya tidak didesain secara khusus. “Tidak ada yang diubah, karena saya enggan merusak tanaman dan pohon-pohon yang sudah ada Sungai pun dari dulu juga sudah ada,” ungkapnya lagi.
Wakhid hanya menambahkan barang-barang yang kiranya bisa membuat nyaman para pengunjung. “Saya hanya ingin membuat resto ini dekat dengan alam, sehingga saya ciptakan kesan sederhana saja.”
Alasan Wakhid selaras dengan empat misi yang diciptakan sejak awal pendirian.
Pertama, menciptakan nuansa harmonis dan romantis lingkungan. Hal ini tampak dari letak dan tata ruang. Mulai dari tempat lesehan tanpa meja, lesehan de ngan meja, kursi meja yang diberi tenda, hingga kursi-meja tanpa ten da, sehingga pengunjung mampu menatap luas ke langit dan suasana sekitarnya.
Kedua, menciptakan nuansa sederhana. Kesedarhanaan inilah yang sangat di te kankan Wakhid. Kesederhanaan ini diejawantahkan dalam bentuk bangunan yang sampai sekarang dipertahankan.
Bahkan sampai detail kecil, seperti tiang saja disusun dari kayu utuh. Ditambah dengan mengalirnya air sungai kecil yang memotong lokasi sebelah timur dan barat menambah nuansa sederhana yang makin romantis.
“Ngeban memang sengaja memanfaatkan sesuatu yang selalu dianggap orang sepele dan tidak berguna, padahal jika itu dikemas dengan apik, mereka akan terpesona dengan keindahan yang alami itu,” lanjutnya.
MENUNTUT HOTSPOT
Keteguhan Wakhid ini kemudian melahirkan banyak pertanyaan dari pelanggan. Tak sedikit orang yang memprotes ikhwal hotspot wifi pelanggan, kendati resto sangat ramai. Ada pula yang menanyakan, mengapa Ngeban tidak mengadakan pemutaran sepak bola dengan fasilitas LCD.
“Alasan saya, jika semua tuntutan pelanggan tersebut dituruti, maka hilanglah nuansa kesederhanaan Ngeban Resto,” ujarnya tersenyum. Ketiga, meningkatkan kualitas menu. Ngeban menyediakan berbagai macam menu yang selalu menjadi favorit pelanggan.
Dulu, pada 2004, Ngeban hanya mampu menghidangkan nasi putih yang sebakulnya dibanderol Rp3.000, dilengkapi dua jenis sayur seperti kacang, tempe, dan menu sederhana lainnya.
Kini Ngeban sudah berbenah. Peningkatan menu terus diupayakan. Pelanggan bisa menikmati menu mulai nasi goreng, kentang goreng, aneka mi, aneka shake, mocktail, juice, lemon, float, dan tentu saja kop beraneka rasa di sini.
Keempat, kualitas kerja karyawan. Mulai dari gliter – petugas keliling mencari nomor pelanggan, waiter, hingga juru masak pun diperketat dalam kinerjanya. Seluruh karyawan wajib mema kai baju atau kaos berkerah dan wajib dimasukkan, kecuali Sabtu. Wajib memakai sepatu, diutamakan sepatu yang tidak menggunakan tali pengikat.
Seluruh rambut karyawan juga harus pendek dan rapi, tidak boleh memakai aksesori dalam bentuk apa pun ketika sedang bekerja. Apalagi bertindik. Karyawan juga dilarang main ponsel untuk chatting atau kirim pesan singkat, serta telepon atau menerima telepon di lokasi kerja, kecuali harus mengalihkan diri di tempat yang tidak diketahui pelanggan.
“Telepon genggam harus dimatikan. Karyawan tidak boleh memanggil temannya dengan suara keras,” urai Wakhid.
Semua peraturan diciptakan dengan harapan seluruh karyawan bisa di siplin. “Ada mata-mata manajer yang disebut kapten, tugasnya me mata-matai kerja karyawan,” tambahnya.
Dengan manajemen yang apik, resto ini mampu meraup omzet sekitar Rp140.000.000 per bulan. Tertarik mencoba? (JIBI/Purnama Ayu Rizky)